Minggu, 19 April 2015

MPAI SMA KELAS 12 MATERI AL-QUR'AN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Suatu hari, kaum kafir Quraisy sudah mulai putus asa dengan perkembangan Islam di Mekah. Pengaruh Muhammad yang membawa agama baru semakin terasa di kalangan masyarakat. Setelah berembuk, mereka mengutus beberapa orang untuk menemui Muhammad. ”Hai Muhammad, hentikanlah dakwahmu mengajak warga mengikuti agamamu. Bagaimana kalau kita saling berbagi. Satu hari kami menyembah Tuhanmu dan satu hari engkau menyembah Tuhan kami?” Muhammad Rasulullah yang mendengar tawaran seperti itu menola dengan halus. Selanjutnya, turunlah ayat 1–5 Surah al-Ka - firu - n [109]. Bagaimanakah sebenarnya cara kita bersikap kepada orang-orang non-Islam? Inilah yang akan kita bahas pada bab ayat-ayat toleransi ini.
Waktu yang terus berjalan menuntut kita untuk bergerak cepat. Itulah alasan pentingnya kita mampu menyiasati waktu dengan melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan pribadi dan sosial. Salah satu caranya dengan bekerja. Bekerja hendaknya diniatkan untuk beribadah kepada Allah Swt., tidak sekadar memenuhi kebutuhan ekonomi. Oleh karena itu, bekerja harus dilakukan dengan cara yang benar sehingga Allah akan membukakan pintu rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Pembahasan tentang etos kerja lebih lanjut akan diuraikan pada bab ini.
Ilmu pengetahuan menempati posisi yang sangat terhormat dalam Islam. Sejak awal kelahirannya, Islam menekankan umatnya untuk belajar dan menguasai ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat jelas dengan turunnya Surah al-’Alaq [96] ayat 1–5 sebagai wahyu pertama. ”Iqra.” Bacalah, pelajarilah dengan nama Tuhanmu yang telah mengajarkan dengan pena. Wahyu ini menjadi tanda dilantiknya Muhammad menjadi utusan Allah. Bagaimanakah kita sebagai umat Islam menyikapi pentingnya ilmu pengetahuan? Inilah yang akan kita bahas dalam bab ini.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimanakah ayat tentang toleransi antar umat beragama?
2.      Bagaimanakah ayat tentang etos kerja?
3.      Bagaimanakah ayat tentang perkembangan iptek?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui ayat tentang toleransi antar umat beragama.
2.      Untuk mengetahui ayat tentang etos kerja.
3.      Untuk mengetahui ayat tentang perkembangan iptek.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Memahami ayat-ayat Al-Qur’an tentang anjuran bertoleransi
1.      QS. Al-Kafirun
Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
1
aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
2
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
3
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
4
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
5
Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
6

a.      Kosakata
قُلْ               : katakanlah (Muhammad)
يَا أَيُّهَا           : wahai
الْكَافِرُونَ       : orang-orang kafir
لا أَعْبُدُ          : aku tidak menyembah
مَا تَعْبُدُونَ      : apa yang kamu sembah
وَلا أَنْتُمْ         : dan kamu bukan
عَابِدُونَ         : penyembah
مَا أَعْبُدُ         : apa yang aku sembah
وَلا أَنَا          : dan aku tidak pernah
مَا عَبَدْتُمْ        : apa yang kamu sembah
لَكُمْ دِينُكُمْ       : bagimu agamamu
وَلِيَ دِينِ        : bagiku agamaku
b.      Penerapan Ilmu Tajwid
Dalam Surah al-Kafirun [109] di depan terdapat beberapa hukum bacaan tajwid. Hukum bacaan tersebut sebagai berikut:
1)      Mad Thabi‘i
Bacaan mad thabi‘i terjadi jika ada wau sukun didahului huruf berharakat dhammah, ya sukun didahului huruf berharakat kasrah, dan alif didahului huruf berharakat fat.hah. Jika dalam membaca Al-Qur’an Anda menemukan ciri-ciri tersebut, bacalah dengan panjang satu alif atau dua harakat. Contoh: مَا تَعْبُدُونَ
2)      Mad Ja-’iz Munfasil
Bacaan mad ja - ’iz munfasil terjadi jika ada mad thabi‘i bertemu dengan hamzah dalam kalimat yang berbeda. Jika dalam membaca Al-Qur’an Anda bertemu dengan kalimat yang memiliki ciri-ciri seperti disebutkan, bacalah dengan panjang satu alif, dua alif, atau 2,5 alif. Contoh:  لا أَعْبُدُ, وَلا أَنْتُمْ, مَا أَعْبُد.
3)      Idgham Bigunnah
Bacaan idgham bigunnah terjadi jika ada nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf idga-m bigunnah, yaitu ya, nun, mim, dan wau. Idga - m berarti masuk atau lebur dan bigunnah berarti dengan mendengung. Cara membaca bacaan idgam bigunnah adalah huruf nun mati atau tanwin lebur ke dalam huruf idgam bigunnah yang ditemui. Contoh: عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
4)      Ikhfa Haqiqi
Bacaan ikhfa haqiqi terjadi jika ada nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf ikhfa h.aqiqi yang berjumlah lima belas. Huruf ikhfa haqiqi, yaituت ث ج د د ز س ش ص ض ط ظ ف ق ك  Contoh bacaan ini dapat ditemukan dalam kalimat  أَنْتُمْ (As‘ad Humam. 1995. Halaman 10, 13, 40, dan 42)
c.       Isi Kandungan Surah Al-Kafirun [109] Ayat 1–6
Allah Swt. dan rasul-Nya menganjurkan umat Islam bertoleransi dalam bidang muamalah, yaitu hal-hal yang menyangkut kemanusiaan dan tolong-menolong. Misalnya bersama-sama membangun jembatan, menengok ketika ada yang jatuh sakit, bergotong royong membangun rumah, menolong pemeluk agama lain yang tertimpa musibah, dan kegiatan masyarakat lainnya. Hal ini dicontohkan Rasulullah yang menghormati jenazah Yahudi yang lewat dihadapannya. Namun, dalam bertoleransi kita tidak boleh mencampuradukkan masalah akidah. Akidah merupakan bagian esensial atau inti dari suatu agama. Agar tidak terjadi kebiasaan mencampuraduk akidah Allah menurunkan Surah al-Ka-firu-n [109] sebagai pedoman dalam bertoleransi tersebut.
Orang-orang kafir mengutus beberapa utusan untuk berdialog dan berkompromi dengan Nabi Muhammad saw. Dialog ini dimaksudkan untuk menjatuhkan Nabi Muhammad dan agar kaum muslimin kembali pada ajaran nenek moyang atau menyembah berhala. Dalam dialog ini kaum kafir mengusulkan kepada Rasulullah saw. untuk berkompromi dengan cara berganti-ganti praktik ibadah. Selama satu tahun kaum kafir akan mengikuti Rasulullah menyembah Allah Swt. Pada tahun berikutnya Rasulullah dan umat Islam yang mengikuti kaum kafir menyembah berhala. Allah Swt. menurunkan Surah al-Ka-firu-n [109] ayat 1–6 untuk menjawab kompromi yang diajukan oleh orang-orang kafir.
Surah al-Ka-firu-n [109] merupakan penegasan larangan mencampuradukkan akidah dan keimanan Islam dengan ajaran agama lain. Kemurnian akidah Islam harus dijaga. Inilah kandungan pertama Surah al-Ka - firu - n [109], yaitu ikrar kemurnian tauhid. Tidak ada yang dapat menyamai kebenaran akidah Islam. Oleh karena itu, Allah Swt. Melarang hamba-Nya mencampuradukkan akidah dan keimanan yang ia anut dengan keyakinan umat lain. Kandungan kedua Surah al-Ka-firu-n [109] adalah ikrar penolakan terhadap semua bentuk praktik peribadatan kepada selain Allah Swt. yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Islam
menganjurkan umatnya bertoleransi. Akan tetapi, jika sudah menyangkut masalah akidah, keimanan, dan ibadah Islam tidak lagi mengenal toleransi. (Hamka. 2004. Halaman 288–289)
Keragaman dan perbedaan keyakinan merupakan realita yang tidak dapat ditolak. Keragaman dan perbedaan secara realita akan tetap ada hingga akhir dunia. Perhatikan firman Allah Swt. Berikut:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
Artinya: Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. (Q.S. Hud[11]: 118)
Ayat keenam Surah al-Ka - firu - n [109] menegaskan bahwa bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Ayat ini menyatakan ikrar dan ketegasan sikap setiap muslim terhadap orang kafir. Islam tidak mengenal toleransi atau kompromi dalam bidang akidah dan ibadah. Islam melarang pencampuradukan akidah Islam dengan agama lain. Tauhid tidak dapat dicampuradukkan dengan syirik.
Secara umum Surah al-Ka - firu - n [109] mengandung makna toleransi terhadap agama lain dan kepercayaannya. Toleransi ini berarti pengakuan tentang adanya realita perbedaan agama dan keyakinan, bukan pengakuan pembenaran terhadap agama dan keyakinan selain Islam. Islam adalah agama yang benar dan tidak ada yang dapat menyamai syariat Islam.
Surah al-Ka - firu - n [109] merupakan pedoman bagi umat Islam dalam bersikap menghadapi perbedaan yang ada. Selain itu, Surah al-Ka-firu – n [109] ayat 1–6 juga merupakan pedoman dalam meletakkan hubungan sosial. Perbedaan agama dan keyakinan tidak menutup jalan untuk tolong-menolong. Perbedaan agama dan keyakinan tidak menjadi alasan untuk bermusuhan.
Dendam dan permusuhan antargolongan tidak bermanfaat. Dendam dan permusuhan hanya mendatangkan kesengsaraan dan kerugian. Ketenangan dan kedamaian sirna oleh dendam dan permusuhan. Perbedaan dan keragaman harus disikapi dengan bijaksana. Kita tidak mengganggu penganut agama lain dan tidak mau diganggu oleh penganut agama lain. Meskipun dianjurkan bertoleransi, kita harus tetap memiliki
keyakinan penuh pada keimanan dan agama yang kita anut. Hanya Islam agama yang diridai Allah Swt. Jangan sampai sikap toleransi yang kita tunjukkan melunturkan keyakinan terhadap agama sendiri. Kesimpulan yang dapat diambil dari Surah al-Ka-firun [109] sebagai berikut:
a.       Islam mengakui terhadap realita keberadaan agama dan keyakinan lain.
b.      Islam mengizinkan umatnya berinteraksi dengan umat nonmuslim dalam bidang muamalah.
c.       Islam melarang toleransi dalam bidang akidah dan ibadah.
d.      Islam secara tegas menolak segala bentuk kemusyrikan, ritual ibadah, atau hukum yang terdapat dalam agama lain.





2.      QS. Yunus 40-41
وَمِنْهُمْ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ لا يُؤْمِنُ بِهِ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِينَ
وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya: Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Qur'an, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.(40) Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".
a.      Kosakata
وَمِنْهُمْ                     :dan di antara mereka
يُؤْمِنُ بِهِ                :beriman kepadanya (Al-Qur’an)
وَرَبُّكَ                                  :sedangkan Tuhanmu
أَعْلَمُ                          :lebih mengetahui
بِالْمُفْسِدِينَ                        :tentang orang-orang yang berbuat kerusakan
كَذَّبُوكَ                    :mereka mendustakanmu
عَمَلِي                      :pekerjaanku
عَمَلُكُمْ                     :pekerjaanmu
بَرِيئُون                              :berlepas diri/tidak bertanggung jawab

b.      Penerapan Ilmu Tajwid
Beberapa hukum bacaan tajwid dapat ditemui dalam Surah Yu-nus [10] ayat 40–41 sebagai berikut.
1)      Izhar Halqi
Bacaan izhar halqi terjadi jika ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf    ء ه ح خ ع غ     Cara membaca bacaan izhar halqi adalah nun sukun atau tanwin dibaca jelas. Bacaan izhar halqi dapat ditemukan dalam kalimat وَمِنْهُمْ
2)      Idgam Mi-mi
Idgam mutamasilain atau idgam mimi merupakan salah satu bacaan dalam ilmu tajwid. Bacaan idgam mutamasilain terjadi jika mim mati bertemu dengan huruf mim. Cara membaca jika Anda bertemu dengan bacaan idgam mutamasilain adalah mendengung. Dalam Surah Yu - nus [10] ayat 40–41 di depan terdapat bacaan idgam mutamasilain, yaitu dalam kalimat وَمِنْهُمْ مَنْ
3)      Idgam Bilagunnah
Bacaan idgam bilagunnah terjadi manakala ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf lam dan ra. Idgam berarti lebur atau masuk, sedangkan bilagunnah berarti tidak mendengung. Cara membaca bacaan idgam bilagunnah adalah lebur dengan tidak mendengung. Nun sukun atau tanwin lebur ke dalam huruf idgam bilagunnah yang ditemui dengan tidak mendengung. Contoh bacaan
idga m bila-gunnah adalah مَنْ لا يُؤْمِنُ
4)      Mad ‘AridLissukun
Bacaan mad ‘aridlissukun terjadi jika ada mad tabi‘i yang bertemu dengan huruf pada akhir ayat (yang dibaca waqaf). Bacaan mad tabi‘i ini berubah menjadi mad ‘arid lissukun. Cara membaca bacaan mad ‘arid lissukun ini adalah panjang satu hingga tiga alif. Contoh: تَعْمَلُونَ
c.       Isi Kandungan Surah Yu-nus [10] Ayat 40–41
Allah Swt. dalam Surah Yu - nus [10] ayat 40–41 menjelaskan bahwa umat manusia terbagi menjadi dua dalam menerima Al-Qur’an. Pertama, golongan yang benar-benar memercayai dengan iktikad baik terhadap Al-Qur’an. Dalam golongan orang yang beriman kepada Al-Qur’an terdapat pula orang-orang yang hanya beriman secara lahir, sedangkan hati atau batinnya belum beriman. Kedua, golongan yang tidak beriman pada Al-Qur’an.
Keadaan umat Nabi Muhammad saw. ini juga terjadi ketika wahyu turun di Mekah. Ada golongan yang beriman dan ada yang tidak beriman atau bertahan dengan agama nenek moyang. Setelah Islam tersebar luas, kedua golongan penerima Al-Qur’an ini tetap bertahan. Di antara mereka ada yang dengan sepenuh hati menerima Al-Qur’an. Sebagian lagi ada yang menerima Al-Qur’an hanya karena keturunan.
Dalam lanjutan ayatnya Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia lebih mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan. Orang-orang yang menerima Al-Qur’an hanya di bibir atau karena keturunan, suatu saat akan mengetahui akibat perbuatannya. Allah Swt. mengetahui orangorang yang benar-benar beriman pada Al-Qur’an. Allah Swt. Juga mengetahui orang-orang yang hanya beriman di bibir. Bagi mereka yang berbuat aniaya, menzalimi diri sendiri, membuat kerusakan, dan berbagai tindakan yang bertentangan dengan syariat lainnya akan mengetahui akibat perbuatannya. Mereka akan menerima balasan yang sesuai dari Zat Yang Maha Mengetahui. Ayat 40 Surah Yu - nus [10] menjelaskan bahwa orang-orang yang memilih beriman atau tidak beriman pada Al-Qur’an akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Jika manusia memilih tidak beriman pada Al-Qur’an, mereka akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Orangorang yang tidak beriman pada kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai utusan Allah akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Tiap-tiap manusia bertanggung jawab terhadap amal perbuatan atau pilihannya. Tidak ada satu orang pun yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan atau pilihan orang lain.
Pilihan beriman atau tidak beriman memiliki akibat yang berbeda. Pilihan tidak beriman akan mendapat balasan yang sesuai. Begitu juga pilihan beriman dan berpegang teguh terhadap Al-Qur’an tentu akan memperoleh balasan yang sesuai. Tidak mungkin kebaikan akan mendapat balasan yang buruk dari-Nya. Kebaikan akan mendapat balasan yang baik, sedangkan pilihan tidak beriman dan tetap dalam kekafiran tentu akan mendapat balasan yang buruk.
Seseorang yang beriman tidak akan bertanggung jawab terhadap perbuatan orang lain yang tidak beriman. Orang yang tidak beriman juga tidak bertanggung jawab terhadap pilihan orang-orang yang beriman. Tiap-tiap manusia akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya masing-masing. Tidak ada dosa limpahan dari orang lain. Pahala orangorang yang mengerjakan kebaikan dan beriman tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang yang tidak beriman. Dosa yang diperoleh oleh orang-orang yang tidak beriman juga tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang yang beriman. Orang-orang yang tidak beriman akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Orang-orang yang beriman juga akan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
Sikap yang ditunjukkan terhadap setiap pilihan adalah menghormati dan menghargai pilihan tersebut. Orang-orang beriman menghormati dan menghargai pilihan orang-orang yang tidak beriman. Dengan keyakinan bahwa pilihan tersebut salah dan akan mendapat balasan yang sesuai di akhirat kelak. Orang-orang yang tidak beriman juga menghormati dan menghargai pilihan saudaranya untuk beriman. Mereka tidak boleh mengganggu amal atau ibadah yang dilaksanakan orang-orang yang beriman.

3.      Surah Al-Kahf [18] Ayat 29 tentang Kebebasan untuk Beriman atau Kafir
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
Artinya: Dan katakanlah (Muhammad), ”Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (Q.S. al-Kahf [18]: 29)
a.      Kosakata
وَقُلِ الْحَقُّ            : dan katakanlah (Muhammad) kebenaran itu
مِنْ رَبِّكُمْ       : dari Tuhanmu
فَمَنْ شَاءَ        : barang siapa menghendaki (beriman)
فَلْيُؤْمِنْ          : hendaklah ia beriman
فَلْيَكْفُر          : biarlah dia kafir
إِنَّا أَعْتَدْنَا       : sesungguhnya Kami telah menyediakan
لِلظَّالِمِينَ       : bagi orang zalim
نَارًا             : neraka
أَحَاطَ بِهِمْ       : mengepung mereka
سُرَادِقُهَا        : gejolaknya
وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا  : jika mereka meminta pertolongan (minum)
يُغَاثُوا بِمَاءٍ           : mereka akan diberi air
كَالْمُهْلِ         : seperti besi yang mendidih
يَشْوِي الْوُجُوهَ : menghanguskan wajah
بِئْسَ الشَّرَابُ  : minuman yang paling buruk
وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا : tempat istirahat yang paling jelek
b.      Penerapan ilmu tajwid
Hukum bacaan tajwid yang terdapat dalam Surah al-Kahf [18] ayat 29 sebagai berikut:
1)      Alif Lam Qamariyah
Bacaan alif lam qamariyah terjadi jika ada alif lam bertemu dengan salah satu huruf qamariyah. Qamariyah berarti bulan. Jika dalam membaca Al-Qur’an Anda bertemu dengan bacaan alif lam qamariyah, alif lam harus dibaca jelas. Contoh: الْحَقُّ
2)      Izha-r Syafawi
Bacaan izha-r syafawi terjadi jika ada mim mati bertemu dengan salah satu huruf hijaiah selain ba dan mim. Cara membaca bacaan izhar syafawi adalah mim mati dibaca jelas. Contoh bacaan izhar syafawi dapat ditemukan dalam kalimat بِهِمْ سُرَادِقُهَا
3)      Mad ‘Iwad
Bacaan mad ‘iwad terjadi jika ada huruf hijaiah berharakat fathatain dan diikuti dengan huruf alif dan diwaqafkan. Cara membaca bacaan mad ‘iwad adalah fathatain dibaca dengan bacaan fathah panjang satu alif. Bacaan panjang tersebut dimaksudkan sebagai ganti bunyi tanwin. Contoh: مُرْتَفَقًا
c.       Kandungan Surah Al-Kahf [18] Ayat 29
Ayat 29 Surah al-Kahf [18] menjelaskan bahwa kebenaran berasal dari Tuhan. Dalam menghadapi atau menerima kebenaran tidak terdapat perbedaan antara si kaya atau si miskin. Si kaya yang ingin beriman, berimanlah. Si miskin yang ingin beriman, berimanlah. Seseorang yang ingin kafir dipersilakan juga oleh Allah Swt. Dalam ayat ini Allah Swt. membebaskan manusia untuk menentukan pilihan. Sebelum menentukan pilihan, manusia sudah diberi tahu bahwa kebenaran berasal dari Allah.
Allah Swt. mengaruniakan manusia berupa akal. Manusia mempergunakan akal tersebut untuk berpikir dan memilih beriman atau kafir. Jika seseorang memilih beriman, berarti ia telah menuruti kata hati atau suara akal. Bagi orang-orang yang memilih kafir, mereka akan menanggung akibat pilihannya itu. Bukan orang lain yang akan bertanggung jawab terhadap pilihannya. Beriman atau kafir merupakan suatu hal yang harus dipilih. Allah telah memberi kebebasan kepada manusia untuk menjatuhkan pilihan. Di balik pilihan yang disediakan terdapat akibat yang telah menunggu. Orang-orang kafir telah menzalimi diri mereka sendiri. Mereka menolak kebenaran yang datang dari Allah Swt. Mereka menolak atau mengingkari kata hatinya tentang kebenaran yang datang dari-Nya. Bagi mereka yang memilih kafir atau menzalimi diri sendiri, neraka menjadi tempat kembalinya. Mereka terkepung di dalam neraka dan tidak dapat keluar. Pagar neraka terlalu kukuh untuk dilewati manusia yang ada di dalamnya.
Ayat 29 Surah al-Kahf [18] juga menjelaskan bahwa orangorang yang ada di dalam neraka jika mereka minum, mereka akan diberi minum. Akan tetapi, minuman yang mereka terima berupa air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. Jika penghuni neraka meminum air tersebut, haus yang mereka rasakan tidak hilang. Semakin diminum penghuni neraka akan merasakan kesengsaraan. Wajah mereka hangus oleh panasnya api neraka dan panasnya minuman yang mereka minum.
Minuman yang disediakan untuk penghuni neraka merupakan minuman yang paling buruk. Manusia belum pernah melihat, bahkan membayangkan minuman tersebut di dunia. Akan tetapi, sejelek-jelek minuman itulah yang akan diterima oleh penghuni neraka (mereka yang memilih kafir). Selain menjelaskan tentang seburuk-buruknya minuman, ayat ini juga menjelaskan bahwa neraka merupakan tempat istirahat yang paling jelek.
Beginilah akhir atau akibat yang akan diterima orang-orang yang memilih kafir. Mereka yang selama di dunia sombong dengan kedudukannya dan menolak kebenaran yang datang dari Allah Swt. Di akhirat kelak mereka akan tinggal di neraka dan diberi minuman yang paling buruk. Selain itu, orang-orang yang memilih kafir juga diberi tempat istirahat yang paling buruk.

B.     Memahami ayat Al-Qur’an tentang etos kerja
1.      Surah Al-Mujadilah [58] Ayat 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

a.      Kosakata
إِذَا قِيلَ لَكُمْ                 : apabila dikatakan kepadamu
تَفَسَّحُوا               : berilah kelapangan
فِي الْمَجَالِسِ         : dalam majelis
فَافْسَحُوا              : maka lapangkanlah
يَفْسَحِ اللَّهُ             : niscaya Allah akan memberi kelapangan
لَكُمْ                    : kepadamu
وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا          : dan apabila dikatakan berdirilah kamu
فَانْشُزُوا              : maka berdirilah
يَرْفَعِ اللَّهُ             : Allah akan mengangkat
الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ          : orang-orang yang beriman di antaramu
وَالَّذِينَ                : dan orang-orang
أُوتُوا الْعِلْمَ                 : yang diberi ilmu
دَرَجَاتٍ               : beberapa derajat
بِمَا                     : dengan apa yang
تَعْمَلُونَ               : kamu kerjakan
خَبِيرٌ                        : Mahateliti
b.      Hukum Bacaan Tajwid
Dalam Surah al-Muja - dilah [58] ayat 11 di atas, terdapat beberapa hukum bacaan Al-Qur’an yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Hukum-hukum bacaan tersebut sebagai berikut.
1)      Mad ja'iz munfasil, yaitu huruf mad thabi‘i dalam satu kata bertemu dengan hamzah berharakat pada kata lain. Bacaan ini kamu terapkan saat membaca kalimat آمَنُوا إِذَا  dengan panjang bacaan 2–5 ketukan.
2)      Izha-r syafawi, yaitu huruf mim sukun bertemu huruf selain mim dan ba. Kamu harus membacanya dengan terang dan jelas di bibir serta mulut tertutup. Contohnya terdapat dalam kalimat لَكُمْ تَفَسَّحُوا.
3)      Ikhfa - ', yaitu jika nun mati atau tanwin bertemu salah satu huruf yang berjumlah lima belas, dibaca samar-samar. Surah al-Muja - dilah [58]ayat 11 di atas, kata yang mengandung hukum bacaan ikhfa - ' terdapat pada kata مِنْكُمْ .
4)      Mad ‘arid lissukun, yaitu jika mad thabi‘i yang bertemu dengan huruf pada akhir ayat (yang dibaca waqaf). Panjang bacaan mad ‘arid lissukun ini satu sampai tiga alif. Contohnya adalah yang terdapat pada kalimat pada akhir ayat خَبِيرٌ.
c.       Kandungan Surah Al-Muja-dilah [58] Ayat 11
Asbabun nuzul ayat ini menurut para ahli tafsir adalah berkaitan dengan sikap melapangkan dalam bermajelis. Ibnu ‘Abbas memberi penjelasan tentang sebab turunnya ayat ini. Menurutnya, turunnya ayat ini bertepatan ketika Rasulullah saw. dan para sahabat sedang berada dalam majelis kemudian datang Sabit bin Qais. Oleh karena pendengaran Sabit sudah agak terganggu, ia memilih masuk dalam majelis dan mendekati Rasulullah saw. Di antara para sahabat ada yang secara sukarela memberikan kesempatan, tetapi ada juga yang menolak.
Berdasarkan keterangan para ahli di atas, seluruhnya menjelaskan tentang tata cara bermajelis, yaitu dengan memberikan tempat kepada orang lain. Akan tetapi, ayat ini secara luas juga mengandung pesan yang dapat dipetik tentang tata cara bekerja, sebagai sarana penting dalam menjalani hidup di dunia ini.
1)      Dalam Bekerja Hendaknya Membuat Perencanaan Tertentu
Ketika Rasulullah sedang menyampaikan pesan-pesan hikmah di depan para sahabat tampak bahwa majelis tersebut sangat padat. Oleh karena itu, Rasulullah segera membenahi cara duduk para sahabat sehingga jika ada orang yang mau lewat atau ingin mendekati beliau karena kondisi-kondisi tertentu tidak kesulitan. Demikian juga dalam bekerja membuat perencanaan tertentu dengan matang untuk diterapkan, sangat penting. Dalam bekerja, khususnya jika dilakukan bersama orang lain, membutuhkan manajemen tertentu untuk mencapai target pekerjaan dengan sukses. Oleh karena setiap pribadi memiliki karakter, keahlian, dan potensi diri yang berlainan, perlu dibuat aturan-aturan tertentu sehingga masing-masing dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Termasuk dalam perencanaan adalah melakukan antisipasi-antisipasi tertentu terhadap sesuatu atau kondisi yang tidak umum terjadi.
2)      Memberikan Kesempatan kepada Orang Lain
Rasulullah menyuruh para sahabat yang telah lama duduk untuk bergantian berdiri dengan memberikan kesempatan kepada sahabat lain, yaitu Sabit bin Qais si ahli Badar. Kasus ini memberi pesan bahwa jika disuruh berdiri karena memang telah lama duduk, sebaiknya memberikan kesempatan kepada orang lain agar mereka juga dapat merasakan yang sama.
Jika dikaitkan tentang etos kerja, memberi contoh dalam upaya memberikan kesempatan kepada orang lain. Telah menjadi tabiat manusia, kita cenderung mengurusi dirinya sendiri dan bersikap masa bodoh kepada orang lain. Sebagai contoh dalam bidang pekerjaan kita cenderung menutup kesempatan orang lain untuk mendapatkan kedudukan dan kesempatan kerja seperti yang kita raih. Kita merasa khawatir jika memberikan kesempatan kepada mereka, rezeki kita menjadi berkurang. Padahal, Rasulullah memerintahkan untuk bersikap lapang dan bersedia membantu kepada sesama.
Rasulullah saw. pernah bersabda, Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu masih bersedia menolong sesama muslim. (H.R. Abu - Da-ud dan Tirmiz.i-). Demikianlah janji Allah, jika kita bersedia menolong orang lain, berarti kita akan mendapat pertolongan dari Allah Swt. sehingga tidak perlu takut kalau rezekinya menjadi berkurang. Rezeki yang kita peroleh justru semakin barokah jika kita dapat membagikan kepada orang lain. Sebaliknya, betapa pun mendapatkan rezeki yang banyak, hati kita tetap merasa susah jika bersikap egois dengan mementingkan urusan dirinya sendiri.
Termasuk sikap memberikan kesempatan kepada orang lain adalah menyiapkan regenerasi secara baik. Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan yang baik adalah yang dapat melahirkan generasi yang berbakat. Generasi yang nantinya siap untuk meneruskan tampuk kepemimpinan.
3)      Mematuhi Aturan yang Berlaku
Dalam Surah al-Muja - dilah [58] ayat 11 juga ditegaskan, Dan apabila dikatakan, Berdirilah kamu, maka berdirilah, . . . . Kita dilarang melanggar peraturan yang telah disepakati dengan alasan-alasan tertentu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ketika para sahabat diperintah untuk menghormati para ahli Badar karena derajat keistimewaan tertentu kepada mereka, para sahabat pun patuh pada peraturan tersebut.
Dalam menjalin hubungan kerja dengan orang lain hendaknya kita mematuhi aturan yang berlaku. Melanggar aturan yang telah disepakati bersama akan merugikan orang lain dan diri sendiri. Misalnya target kerja tidak tercapai, hubungan komunikasi kurang harmonis, dan terjadi perselisihan yang tidak diinginkan.
4)      Bekerja dengan Berbekal Iman dan Ilmu
Pada penutup ayat dijelaskan, ”Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” Dari sini dapat dipahami bahwa seseorang yang memiliki iman dan ilmu akan diangkat beberapa derajat oleh Allah. Keimanan dan kepahaman merupakan modal utama untuk dapat meraih kesuksesan di dunia dan akhirat. Dalam dunia kerja misalnya, seseorang dituntut memiliki dedikasi, menguasai skill, dan profesional. Akan tetapi, itu semua masih belum sempurna tanpa dilengkapi dengan keimanan kepada Allah yang kukuh. Keimanan inilah yang akan melahirkan optimisme, kejujuran, kedisiplinan, loyalitas, dan sifat terpuji lainnya.
Oleh karena kita telah yakin bahwa Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu yang kita kerjakan, kita hendaknya bekerja dengan sungguh-sungguh. Motivasi dalam bekerja juga harus didasari untuk mencari rida dari Allah Swt. tidak sekadar mencari rezeki saja sehingga memiliki nilai ibadah. Berikut ini beberapa hikmah pentingnya bekerja keras sebagai berikut.
a)      Menjaga kehormatan diri karena dengan bekerja keras berarti kita terlepas dari ketergantungan pada orang lain.
b)      Bekerja merupakan sarana utama untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga.
c)      Bekerja merupakan sarana ibadah yang bernilai pahala jika dilakukan dengan ikhlas sebagai pengabdian kepada Allah.
d)     Bekerja berarti akan menciptakan karakter pribadi yang tangguh dan sabar dalam setiap keadaan.

2.      Surah Al-Jumu‘ah [62] Ayat 9–10
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (9) Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (10)

a.      Kosakata
نُودِيَ       : diseru                        خَيْرٌ       : lebih baik
يَوْمِ الْجُمُعَةِ      : hari Jumat                 قُضِيَتِ    : telah dilaksanakan
فَاسْعَوْا                      : segeralah                  فَانْتَشِرُوا : bertebaranlah
 ذِكْرِ اللَّهِ   : mengingat Allah        وَابْتَغُوا   : carilah
 وَذَرُوا           : dan tinggalkanlah      فَضْلِ اللَّهِ : karunia Allah
 الْبَيْعَ        : jual beli                      تُفْلِحُونَ   : kamu beruntung

b.      Penerapan Ilmu Tajwid
Pada kedua ayat dalam Surah al-Jumu‘ah [62] ayat 9–10, terdapat beberapa hukum bacaan Al-Qur’an yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Hukum-hukum bacaan tersebut sebagai berikut.
1)    Idgam bigunnah, yaitu jika ada nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf  ya’, nun, mim dan wau. cara membacanya dengan memasukkan huruf tersebut dan berdengung. Dalam Surah al-Jumu‘ah [62]: 9–10 di atas, kata yang mengandung hukum bacaan idgam bigunnah terdapat pada kata مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
2)    Idgam bilagunnah, yaitu jika ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf lam atau ra. Cara membacanya dengan memasukkan huruf tersebut, tetapi tidak berdengung. Dalam Surah al-Jumu‘ah [62]: 9–10 di depan, kata yang mengandung hukum bacaan idgam bilagunnah terdapat pada kata خَيْرٌ لَكُمْ dan كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ.
3)    Ikhfa - ', yaitu jika nun mati atau tanwin bertemu salah satu huruf yang berjumlah lima belas, dibaca samar-samar. Dalam Surah al-Jumu‘ah [62]: 9–10 di depan, kata yang mengandung hukum bacaan ikhfa-' terdapat pada kata إِنْ كُنْتُمْ, فَانْتَشِرُوا  dan مِنْ فَضْلِ.
4)    Mad thabi‘i, yaitu mad (bacaan panjang) yang dibaca 1 alif atau 2 harakat. Dalam Surah al-Jumu‘ah [62]: 9–10 di depan, banyak kata yang mengandung hukum bacaan mad t.abi‘i di antaranya terdapat pada kata لِلصَّلاةِ  dan إِذَا نُودِيَ.
5)    Mad ja-'iz munfas.il, yaitu mad (bacaan panjang) bertemu huruf hamzah berharakat pada suatu kata lain. Cara membacanya boleh dibaca 1 alif, 2 alif, atau 2½ alif (2, 4, atau 5 ketukan). Dalam Surah al-Jumu‘ah [62]: 9–10 di depan, kata yang mengandung hukum bacaan mad ja - 'iz munfas.il terdapat pada kata  يَا أَيُّهَا  dan آمَنُوا .
c.       Kandungan Surah Al-Jumu‘ah [62] Ayat 9–10
Para fukaha (ahli fikih) menjadikan ayat dalam Surah al-Jumuah ini sebagai dalil tentang hukum melaksanakan salat Jumat. Salat Jumat hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim sehingga ketika seseorang sedang berjual beli, dianjurkan untuk meninggalkan sejenak dan segera menunaikan salat Jumat. Jika Surah al-Jumu’ah [62] ayat 9–10 dikaitkan dengan tema etos kerja, penjelasannya sebagai berikut.
1)      Perlunya Keseimbangan antara Urusan Dunia dan Akhirat
Pada saat kita menyelesaikan pekerjaan jenis apa pun yang menyangkut urusan duniawi, tetap diharuskan meninggalkannya jika mendengar panggilan azan. Perintah ini menunjukkan pentingnya menyeimbangkan urusan duniawi dan ukhrawi.
Kita dibolehkan mengejar kehidupan duniawi, tetapi tidak boleh terlena sehingga lupa pada kehidupan akhirat. Hal ini karena kerja kita telah diniatkan untuk mencari rida Allah sehingga jika ada panggilan untuk ibadah kepada-Nya, tidak boleh enggan mengerjakan. Jika salat telah dikerjakan, kita pun diperbolehkan untuk kembali melanjutkan aktivitas. Ada juga pesan yang sangat populer dari Abdullah bin Umar r.a. berbunyi:
Artinya: ”Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok.” (H.R. Baihaqi)
Bekerja dengan sungguh-sungguh dan profesional dalam ajaran Islam sangat diutamakan. Demikian juga khusyuk dalam ibadah sangat penting agar dapat membekas pada amaliah sehari-hari, termasuk dalam bekerja.
2)      Bekerja Harus Selalu Ingat Allah
Dalam bekerja kita, harus mengingat Allah sehingga tidak akan terperosok untuk melakukan perbuatan yang tidak diridai oleh-Nya. Kita dibolehkan mencari karunia Allah sebanyak mungkin, asal dilakukan dengan cara yang benar. Dengan demikian, Allah pun akan meluaskan rezeki kepada kita dan memberikan keberuntungan yang berlipat ganda.
3)      Meningkatkan Produktivitas Kerja
Setelah mengerjakan salat Jumat, kita diperbolehkan untuk melanjutkan aktivitas kerja lainnya. Melakukan ibadah tidak berarti menghambat produktivitas kerja. Guna mendukung produktivitas kerja, ada hal-hal tertentu yang penting untuk diperhatikan.
a.       Bersikap rajin, ulet, dan tidak mudah putus asa.
b.      Meningkatkan inovasi dan kreativitas.
c.       Mau belajar dari pengalaman sehingga dapat berbuat lebih baik pada masa datang.
d.      Memaksimalkan kemampuan diri yang ada dan selalu optimis.
e.       Berdoa dan bertawakal kepada Allah.
4)      Tidak Boleh Menyerah dalam Bekerja
Dalam kondisi bagaimanapun kita tidak boleh menyerah dan berputus asa. Jika kita berusaha, Allah pasti akan mencukupkan kebutuhan hidup kita. Rasulullah saw. lebih bangga kepada umatnya yang bekerja keras daripada yang bermalasmalasan. Orang yang bekerja keras juga menunjukkan sikap syukur terhadap nikmat Allah Swt.

3.      Ayat Al-Qur’an tentang Iptek
1.      Surah Yu - nus [10] Ayat 101
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا تُغْنِي الآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لا يُؤْمِنُونَ
Artinya: Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".
a.      Kosakata
انْظُرُوا               : perhatikanlah
السَّمَاوَاتِ            : langit
الأرْضِ         : bumi
تُغْنِي                  : bermanfaat
الآيَاتُ          : tanda-tanda (kebesaran Allah)
النُّذُرُ                  : rasul-rasul yang memberi peringatan
لا يُؤْمِنُونَ            : tidak beriman
b.      Penerapan Ilmu Tajwid
Bacaan Al-Qur’an yang baik dan benar mengacu pada ilmu tajwid. Beberapa hukum bacaan yang digunakan untuk membaca Surah Yu-nus [10] ayat 101 antara lain sebagai berikut.
1)    Hukum Bacaan Nun Sukun atau Tanwin
Salah satu hukum bacaan nun mati atau tanwin yang terdapat dalam surah ini adalah bacaan ikhfa’ hakiki. Bacaan ini terdapat dalam kata قُلِ انْظُرُوا dan عَنْ قَوْمٍ . Cara membacanya bunyi huruf nun sukun kita baca samar-samar.
Hukum nun sukun dan tanwin yang lain dalam ayat ini adalah idgam bilagunnah. Dalam surah ini kita menggunakan hukum bacaan ini untuk membaca kata قَوْمٍ لا يُؤْمِنُونَ .
2)    Hukum Bacaan Mad
Hukum bacaan mad dalam ayat ini di antaranya hukum bacaan mad thabi’i dan mad ‘arid lis-sukun. Mad thabi’i kita gunakan untuk membaca kalimat seperti قُلِ انْظُرُوا  dan السَّمَاوَاتِ . Adapun bacaan mad’arid lis-sukun kita temukan pada akhir ayat, yaitu pada kalimat لا يُؤْمِنُونَ. Pada kata ini mad thabi’i bertemu dengan huruf nun yang terletak pada akhir kalimat.
3)    Hukum Bacaan Lam Ta’rif
Bacaan lam ta’rif terbagi menjadi dua kelompok, yaitu bacaan alif lam syamsiyah dan alif lam qamariyah. Kedua bacaan ini merujuk pada susunan huruf alif lam dan satu huruf pertama yang mengikutinya. Contoh bacaan alif lam qamariyah dapat ditemukan dalam kalimat وَالأرْضِ . Bacaan alif lam syamsiyah dapat ditemukan dalam kalimat وَالنُّذُرُ .
d.      Kandungan Surah Yunus [10] Ayat 101
Ayat ini memberikan pesan yang sangat kuat bahwa Islam adalah agama ilmu pengetahuan. Islam bukan hanya menghargai ilmu pengetahuan, melainkan secara aktif menyuruh, memerintahkan pemeluknya untuk memperhatikan alam sekitar dan mempelajarinya dengan mempergunakan akal yang dikaruniakan Allah Swt.
Ayat ini dimulai dengan satu perintah Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw., ”Qul, katakanlah (kepada umatmu, hai Muhammad)!” Perintahkan kepada umatmu wahai Muhammad. Apa isi perintah itu? Isinya adalah perhatikanlah olehmu sekalian (wahai umat Muhammad) apa yang ada di langit dan apa pula yang ada di bumi!
Langit dan bumi adalah makhluk Allah Swt. Penciptaannya disebut Allah Swt. sebagai lebih hebat dari penciptaan manusia. Sebutan ini tidak mengherankan jika kita melihat betapa luas langit dan rumit kehidupan yang terbentang di bumi ini. Seperti kita ketahui, langit adalah sebutan untuk ruang yang terletak di atas kita. Membentang dari beberapa meter di atas kepala kita hingga jarak yang sulit kita bayangkan.
Menurut pengetahuan terkini, lebar langit sama dengan lebar alam semesta, yaitu 30 miliar tahun cahaya. Artinya, cahaya yang per detiknya mampu melaju sejauh 300 ribu kilometer membutuhkan waktu 30 miliar tahun untuk melintasi tepi alam semesta ke tepi yang lain. Di dalamnya terdapat bermiliar bintang yang berjalan menurut rutenya sendiri-sendiri. Ada apakah di langit yang luas itu? Inilah yang diperintahkan Allah Swt. kepada kita untuk memperhatikannya. Sedikit lebih dekat, kita memiliki satu bintang berukuran sedang jika dibandingkan dengan bintang lainnya. Bintang itu adalah matahari. Bintang ini merupakan pusat tata surya kita. Bersama bumi terdapat tujuh planet mengelilingi matahari. Nama Pluto yang dahulu termasuk dalam daftar planet saat ini telah dihapus dari daftar oleh para astronom karena dianggap tidak memenuhi syarat untuk menjadi planet. Di antara sekian planet tersebut hanya bumi yang diketahui memiliki kehidupan. Bagaimanakah hal ini dapat terjadi? Apakah keistimewaan bumi sehingga dapat menjadi tempat manusia berdiam? Adakah keadaan ini berhubungan dengan matahari? Allah Swt. menyuruh kita memperhatikan hal ini. Dari pengamatan tentang langit muncullah berbagai cabang keilmuan seperti astronomi, astrofisika, dan ilmu quantum.
Setelah melihat ke atas menuju langit, marilah kita arahkan pandangan ke sekeliling. Kita perhatikan yang ada di bumi. Apa yang kita lihat di bumi? Manusia dan masyarakatnya yang beraneka ragam. Manusia menjadi pemeran terpenting drama kehidupan di muka bumi. Allah Swt. menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Allah pun menyebar manusia di seluruh penjuru muka bumi. Keadaan ini menyebabkan setiap manusia dan kelompok masyarakat memiliki keunikan tersendiri. Dalam Surah Yu-nus [10] ayat 101 ini secara tidak langsung Allah memerintahkan kita untuk memperhatikan makhluk bumi paling istimewa, yaitu manusia dengan segala gerak kehidupan dan kepentingan mereka. Dari pengamatan terhadap manusia, muncullah ilmu sosiologi, ekonomi, dan berbagai ilmu sosial lain.
Tidak hanya manusia, penghuni bumi ini juga terdiri atas segala macam hewan dan tumbuhan. Hewan dan tumbuhan mengisi setiap sudut muka bumi ini, mulai puncak gunung tertinggi hingga di palung terdalam lautan. Perhatikanlah mereka! Amatilah mereka dengan saksama. Pun demikian dengan bentang alam yang sangat menakjubkan. Gunung tinggi, lautan luas, ngarai, lembah, bukit, permukiman, hutan, bagaimanakah semua itu terbentuk? Bagaimanakah mereka semua saling mengisi dalam kehidupan yang harmonis selama jutaan tahun? Siapakah yang merusak keindahan itu dan bagaimana pula memperbaikinya?
Semua keadaan di langit dan bumi ini menjadi objek perintah Allah Swt., ”Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.” Perintah untuk memperhatikan apa yang ada di langit dan di bumi tentu bukan berarti sebatas memperhatikan semata. Perintah ini juga mengandung makna mempelajari, menggali potensi yang ada, dan menggunakan ilmu pengetahuan yang diperoleh untuk kebaikan manusia dengan akal yang telah dikaruniakan Allah Swt. Memperhatikan langit berarti juga mengamati iklim dan sikap yang dapat kita lakukan dengannya. Mengamati manusia berarti juga mencari cara berinteraksi dengan baik sehingga kepentingan masingmasing dapat terpenuhi dengan benar. Demikian juga mengamati bentang alam bukan berarti sekadar melihat keindahannya melainkan juga meneliti potensi yang ada, baik wisata, pertanian, kehutanan, perikanan, hingga pertambangan, untuk kepentingan manusia dan kelestarian alam.
Pelajaran penting dari ayat ini adalah Islam agama ilmu pengetahuan. Allah Swt. menyuruh kita untuk senantiasa belajar dan mempelajari alam ini beserta seluruh isinya. Pengetahuan yang kita peroleh dari pengamatan itu selanjutnya kita kembangkan dalam dua tujuan utama. Pertama, untuk menunjang kehidupan kita di dunia ini. Dengan tujuan ini, mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bentuk praktik teknologi yang tepat guna dan berhasil guna merupakan kewajiban setiap muslim. Kedua, sebagai sarana menemukan Allah Swt. dan meningkatkan keimanan kita kepada-Nya.

2.      QS Al-Baqarah [2] Ayat 164
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
a.      kosakata
اخْتِلافِ         : pergantian
الْفُلْكِ                  : kapal
تَجْرِي                : berlayar
الْبَحْرِ                 : laut
دَابَّةٍ             : binatang
تَصْرِيفِ الرِّيَاحِ     : perkisaran angin
السَّحَابِ        : awan
الْمُسَخَّرِ        : dikendalikan
b.      Penerapan Ilmu Tajwid
Beberapa bacaan ilmu tajwid yang terdapat dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164 sebagai berikut.
1)      Hukum Bacaan Nun Mati atau Tanwin
Dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164 terdapat beberapa hukum bacaan nun mati atau tanwin. Hukum bacaan pertama adalah bacaan idgam bilagunnah. Hukum bacaan ini kita gunakan saat membaca kata seperti لآيَاتٍ لِقَوْمٍ . Bacaan idgam bilagunnah dibaca dengan metode memasukkan bunyi nun sukun atau tanwin huruf berikutnya tanpa berdengung.
Bacaan selanjutnya adalah idgam bigunnah dengan cara memasukkan bunyi huruf nun sukun atau tanwin ke dalam huruf yang mengikutinya dengan mendengung. Contoh bacaan ini dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164 adalah kata دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ  .
2)      Hukum Bacaan Mad
Hukum bacaan mad yang terdapat dalam ayat ini adalah mad thabi’i dan mad layyin. Bacaan mad t.abi’i dapat dengan mudah kita temukan dalam ayat ini karena tersebar di banyak tempat. Dua di antaranya adalah لآيَاتٍ  dan اخْتِلافِ . Adapun hukum bacaan mad layyin merujuk pada keadaan saat harakat fathah diikuti oleh ya sukun atau wau sukun. Pada ayat ini kita dapat menerapkan bacaan mad layyin saat membaca kata اللَّيْلِ  .
3)      Bacaan Alif Lam Makrifat
Dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164 terdapat kedua macam bacaan alif lam makrifat, yaitu alif lam qamariyah dan alif lam syamsiyah. Contoh bacaan ini adalah الْفُلْكِ untuk alif lam qamariyah dan السَّحَابِ untuk alif lam syamsiyah.
c.       Kandungan Surah Al-Baqarah [2] Ayat 164
Surah ini memuat sebuah pernyataan tentang tanda kebesaran Allah Swt. Paling tidak terdapat empat tanda penting yang disebutkan Allah Swt. dalam ayat ini, yaitu penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, turunnya air yang menghidupkan bumi, dan perkisaran angin di antara langit dan bumi. Semua tanda ini merupakan pelajaran dan tantangan bagi orang yang mengerti. Orang yang mengerti dalam hal ini tentu bukan sekadar orang yang memiliki kecakapan ilmu pengetahuan. Orang itu juga dapat menemukan kebenaran Allah Swt. dan meningkatkan keimanannya dengan pengetahuan yang diperoleh.
Untuk mengetahui tanda kekuasaan Allah Swt. dalam ayat ini marilah kita telusuri bersama. Dalam bagian ini, Surah al-Baqarah [2] ayat 164 senada dengan Surah Yu-nus [10] ayat 101. Namun, keduanya berbeda sudut pandang dalam melihat langit dan bumi. Surah Yu-nus [10] ayat 101 lebih menyoroti benda yang ada di langit dan di bumi, sedangkan Surah al-Baqarah [2] ayat 164 lebih melihat pada proses penciptaan langit dan bumi ini.
Bagaimanakah langit dan bumi diciptakan? Penciptaan langit dan bumi dalam hal ini identik dengan penciptaan alam semesta. Dalam Surah al-Anbiya-’ [21] ayat 30, Allah bertanya, ”Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” Pernyataan ini disampaikan Allah Swt. empat belas abad yang lalu. Pada saat itu tidak ada satu pun pengetahuan manusia yang dapat memahami makna yang terkandung dalam ayat ini. Bahkan oleh seorang Muhammad saw. sekalipun.
Ilmu pengetahuan terkini menyebutkan adanya suatu teori yang diterima oleh hampir semua ilmuwan dunia, yaitu teori Big Bang atau Dentuman Besar. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini pada awalnya adalah suatu materi yang sangat kecil dan dikenal sebagai sop kosmos. Oleh karena kecilnya, lebih kecil dari ukuran atom maka dapat dianggap sebagai tidak ada. Dari materi kecil yang diciptakan Allah itulah, alam semesta ini terbentuk. Allah Swt. memisahkan materi itu hingga terbentuk ruang dan waktu. Peristiwa ini menurut ukuran ilmu astronomi terjadi sekitar dua belas miliar tahun yang lalu.
Materi itu terpisah dan membentuk bintang-bintang, galaksi, tata surya, dan planet-planet. Planet bumi kita diperkirakan mulai terbentuk dari bagian bintang matahari yang terlepas dari induknya. Pada mulanya, bumi berupa bola panas yang berputar. Semakin lama bola itu semakin mendingin hingga terbentuk daratan dan lautan. Setelah berproses sejak lima miliar tahun yang lalu, planet bumi ini mulai dapat dihuni oleh makhluk hidup.
Proses penciptaan langit dan bumi merupakan sesuatu yang sangat rumit dan agung. Satu pertanyaan yang senantiasa menggelitik para ilmuwan adalah apakah penciptaan alam semesta ini terjadi dengan sendirinya? Apakah keteraturan yang sedemikian hebat terbentuk tanpa ada perancangnya? Adakah kekuatan yang mahadahsyat dan mahapandai yang menyebabkan semua ini dapat terjadi? Inilah perenungan yang Allah Swt. ajak kita mencari jawabnya.
Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Seperempat dari bumi berupa daratan dan tiga perempatnya dalah lautan. Di daratan yang hanya seperempat bumi tersebut tersimpan kekayaan alam yang melimpah dan baru sedikit yang diketahui oleh manusia. Bumi terdiri atas beberapa lapisan dan setiap lapis memiliki karakter dan keunikan tersendiri. Manusia diperintahkan untuk mempergunakan akal guna menemukan pengetahuan-pengetahun baru yang berkaitan dengan bumi. Semua itu sungguh mengagumkan.
Di dalam lautan yang merupakan bagian terbesar bumi terdapat rahasia yang baru sedikit tersingkap. Manusia diperintahkan untuk menggunakan akalnya guna menyingkap rahasia yang ada di balik lautan. Setiap tersingkap satu rahasia baru, ternyata masih ada berlapis-lapis bagian yang belum terungkap.
Tanda kekuasaan Allah yang kedua adalah pergantian siang dan malam. Menurut ilmu astronomi, pergantian siang dan malam terjadi karena peredaran bumi pada porosnya dan juga peredaran bumi mengelilingi matahari. Saat Allah Swt. menyatakan hal ini dalam salah satu ayat-Nya tentulah menunjukkan bahwa hal ini memiliki keistimewaan. Salah satu keistimewaan itu bahwa pergantian siang dan malam merupakan satu tanda kekuasaan Allah untuk menjaga kehidupan tetap berjalan di muka bumi ini. Bagaimanakah hal ini terjadi? Inilah yang kita diajak oleh Allah Swt. untuk memperhatikannya.
Tanda ketiga adalah perjalanan laut yang memungkinkan terjadi dengan kapal. Sebagaimana disebutkan bahwa tiga perempat dari bumi adalah air atau laut. Manusia yang pada jamaknya berada di daratan dapat mengarungi lautan. Hal ini tentu berada di luar kebiasaan manusia dan hanya dapat terjadi jika Allah mengizinkannya. Sejak zaman Nabi Nuh a.s. kapal telah dipergunakan sebagai sarana pengangkutan.
Manusia dapat mempergunakan kapal yang berlayar untuk membawa barang-barang yang bermanfaat bagi orang lain. Selain itu, dengan kapal yang berlayar manusia dapat mengenal sesamanya yang berada di pulau lain. Dengan ilmu pelayaran yang dikaruniakan Allah Swt., manusia dapat memahami sebagian kecil dari rahasia alam. Semua ini terjadi dan sudah diatur oleh Allah Swt.
Tanda keempat dan kelima yang dapat kita temukan dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164 ini adalah turunnya hujan yang menghidupkan bumi dan kisaran angin di antara langit dan bumi. Tanda ini sudah sering kita temukan bagi kita yang berdiam di wilayah khatulistiwa yang memiliki curah hujan relatif tinggi. Dengan keadaan ini, asal kita mau memperhatikan, tanda kekuasaan Allah Swt. yang satu ini dengan mudah kita pahami. Iklim dua musim yang terjadi di negara kita menyebabkan kita dengan mudah membedakan keadaan saat kemarau dan hujan.
Pada musim kemarau, tanah berubah tandus, tanaman kering dan mati karena kekurangan air. Tanah itu mati. Tidak ada satu pun kehidupan di atasnya. Pada tanah yang mati ini, Allah Swt. Mengirimkan hujan. Pertama, Allah angkat air melalui proses penguapan dengan panas matahari. Setelah terkumpul di awan, Allah Swt. menggiring awan-awan berisi air tersebut ke arah mana pun yang Dia kehendaki. Saat Allah Swt. mengirimkan awan itu ke tanah yang tandus dan menurunkan hujan di tempat tersebut, keajaiban akan terjadi. Pada tahap ini perkisaran angin di antara langit dan bumi memegang peranan yang sangat penting.
Tanah yang semula tandus kering tanpa kehidupan berangsur basah. Sejenak setelah masuknya air ke dalam tanah, tunas-tunas baru muncul. Rerumputan, perdu, hingga pohon berkayu keras pun bersemi kembali. Tanah yang sebelumnya mati, perlahan tetapi pasti hidup kembali dengan tumbuhan dan pepohonan. Tak berapa lama kemudian, dapat dipastikan berbagai jenis hewan mulai yang terkecil mikroba akar, kumbang, ular, hingga binatang besar pun menghuni tanah yang kembali subur itu. Air hujan yang turun dapat meresap ke bawah dan kelak akan menjadi telaga. Air yang mengalir menjadi sungai-sungai juga bermanfaat bagi manusia. Sungai dapat dipergunakan sebagai sarana pengangkutan dan tempat mencari nafkah. Ikan dapat hidup dan berkembang biak di sungai sehingga dapat dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan protein. Selain itu, air sungai juga dapat dipergunakan untuk mengairi sawah dan ladang agar tanaman yang ditanam tumbuh subur dan menghasilkan hasil panen yang baik. Air sungai ada yang mengalir ke laut dan akan menguap ke udara kemudian turun lagi menjadi hujan.
Semua itu berjalan dengan teratur dan merupakan tanda kekuasaan Allah.
Dari manakah asal benih tetumbuhan itu? Dari mana pula asal hewan-hewan yang kemudian muncul di tanah yang kembali subur? Inilah tanda kekuasaan Allah Swt. Keadaan ini menyediakan kajian ilmu pengetahuan yang teramat luas. Peredaran angin juga menjadi tanda kekuasaan Allah Swt. Peredaran angin saat ini kita sebut dengan cuaca. Peredaran angin atau cuaca juga menjadi tanda kekuasaan Allah Swt. dan bagian ilmu pengetahuan. Dengan mempergunakan akal manusia dapat mengetahui arah angin dan pengaruhnya bagi kehidupan. Manusia dapat mengetahui dan memperkirakan bahwa udara akan panas, sejuk, atau dingin. Manusia juga dapat memperkirakan turun hujan atau cuaca cerah.
Perhatikan terjemah ayatnya, ”Dan perkisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi”. Angin dan awan dipisahkan perhatiannya
karena angin dikatakan dekat kepada manusia, sedangkan awan beredar pada cakrawala yang tinggi. Allah Swt. Memerintahkan angin dan awan untuk bergerak ke sana ke mari guna menurunkan hujan dan membagi cuaca. Hal ini tidak dapat terjadi jika Dia tidak menghendaki.
Tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. yang tersebut dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164 merupakan pelajaran bagi manusia. Akan tetapi, tidak semua manusia dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda itu. Hanya orang yang mengertilah yang dapat memahami, belajar, dan mengambil manfaat dari pengetahuan yang diperolehnya.
d.      Mengembangkan Iptek dengan Surah Yu - nus [10] Ayat 101 dan Surah Al-Baqarah [2] Ayat 164
Surah Yu - nus [10] ayat 101 dan al-Baqarah [2] ayat 164 secara eksplisit menyampaikan beberapa tanda kekuasaan Allah Swt. Penyebutan tandatanda kekuasaan Allah Swt. dalam kedua ayat ini tentu memiliki makna yang sangat mendalam. Kita, manusia dan muslim, diajak langsung untuk memperhatikan tanda-tanda tersebut. Perintah untuk memperhatikan ini tentu tidak sebatas memperhatikan tanpa guna. Memperhatikan tanda kekuasaan Allah Swt. tentu harus diiringi dengan gairah untuk mempelajari, mengupas, mencari solusi, dan menggunakan ilmu pengetahuan yang diperolehnya untuk kesejahteraan manusia di bumi ini.
Saat Allah Swt. memerintahkan kita untuk memperhatikan semua yang ada di langit dan di bumi dalam Surah Yu-nus [10] ayat 101, sebenarnya Allah Swt. sedang memberi petunjuk jalan menuju ilmu astronomi dan ilmu bumi. Demikian pula dengan tanda kekuasaan Allah Swt. yang terdapat dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164. Pada ayat ini Allah menggelar pernyataan tentang beberapa tanda lain kekuasaan Allah Swt.
 Pengamatan dan perhatian kita pada ciptaan Allah selanjutnya diharapkan dapat menjadi jalan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal untuk menjalani kehidupan kita di muka bumi ini. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi itu kita mencari cara terbaik untuk melaksanakan kewajiban kita selaku khalifah Allah Swt. Dalam memakmurkan bumi.
Islam dan ilmu pengetahuan sebenarnya bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya menyatu dan tidak akan terpisahkan. Sejak awal Rasulullah diutus, Allah telah memberikan satu firman yang sangat memikat. ”Iqra”, bacalah. Sejak awal itu pula ilmu pengetahuan telah didengungkan oleh Islam. Firman yang tertulis dalam Surah al-’Alaq [96] ayat satu hingga lima ini memberikan panduan umum mempelajari ilmu pengetahuan dan menggunakannya untuk kehidupan manusia. Di antara panduan yang dapat kita ambil sebagai pelajaran sebagai berikut.
1)      Ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan dengan nama Allah Swt. Artinya, ilmu pengetahuan dan teknologi kita kembangkan dengan nama Allah Swt. dan bukan dengan nama keagungan diri kita atau harta yang banyak. Dengan paradigma ini kita akan terbebas dari godaan nafsu duniawi dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini tentu bukan berarti kita tidak boleh mencari penghidupan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maksud prinsip ini bahwa dalam mempelajari ilmu pengetahuan kita tidak boleh sekadar berorientasi pada harta atau ketenaran semata. Orientasi pada harta dan ketenaran akan menyebabkan kita terjebak pada sikap tidak peduli terhadap pengembangan teknologi yang merusak dan berbahaya bagi alam dan kemanusiaan.
2)      Ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan dengan mengacu pada aturan Allah Swt. Artinya, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak boleh dilakukan dalam bidang yang diharamkan Allah Swt. seperti sihir dan tenung serta dengan cara yang dilarang oleh agama seperti merusak alam dengan limbah berbahaya.
3)      Ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan untuk menopang tugas manusia sebagai khalifah Allah Swt. di bumi. Artinya, ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah Swt. dan memakmurkan bumi. Sebagaimana kita ketahui bahwa Allah Swt. mengutus manusia di bumi ini sebagai khalifah-Nya. Manusia mendapat tugas untuk memakmurkan bumi ini dan tidak menyebabkan kerusakan di atasnya.
Dengan demikian, keberadaan kita di muka bumi ini tidak dapat disiasiakan untuk hal-hal yang tidak berguna. Oleh karena itu, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dimaksimalkan untuk melaksanakan tugas yang diamanahkan kepada kita sebagai manusia.




















BAB III
KESIMPULAN

Allah Swt. dan rasul-Nya menganjurkan umat Islam bertoleransi dalam bidang muamalah, yaitu hal-hal yang menyangkut kemanusiaan dan tolong-menolong. Misalnya bersama-sama membangun jembatan, menengok ketika ada yang jatuh sakit, bergotong royong membangun rumah, menolong pemeluk agama lain yang tertimpa musibah, dan kegiatan masyarakat lainnya. Hal ini dicontohkan Rasulullah yang menghormati jenazah Yahudi yang lewat dihadapannya. Namun, dalam bertoleransi kita tidak boleh mencampuradukkan masalah akidah. Akidah merupakan bagian esensial atau inti dari suatu agama. Agar tidak terjadi kebiasaan mencampuraduk akidah Allah menurunkan Surah al-Ka-firu-n [109] sebagai pedoman dalam bertoleransi tersebut.
Asbabun nuzul ayat ini menurut para ahli tafsir adalah berkaitan dengan sikap melapangkan dalam bermajelis. Ibnu ‘Abbas memberi penjelasan tentang sebab turunnya ayat ini. Menurutnya, turunnya ayat ini bertepatan ketika Rasulullah saw. dan para sahabat sedang berada dalam majelis kemudian datang Sabit bin Qais. Oleh karena pendengaran Sabit sudah agak terganggu, ia memilih masuk dalam majelis dan mendekati Rasulullah saw. Di antara para sahabat ada yang secara sukarela memberikan kesempatan, tetapi ada juga yang menolak.
Ilmu pengetahuan terkini menyebutkan adanya suatu teori yang diterima oleh hampir semua ilmuwan dunia, yaitu teori Big Bang atau Dentuman Besar. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini pada awalnya adalah suatu materi yang sangat kecil dan dikenal sebagai sop kosmos. Oleh karena kecilnya, lebih kecil dari ukuran atom maka dapat dianggap sebagai tidak ada. Dari materi kecil yang diciptakan Allah itulah, alam semesta ini terbentuk. Allah Swt. memisahkan materi itu hingga terbentuk ruang dan waktu. Peristiwa ini menurut ukuran ilmu astronomi terjadi sekitar dua belas miliar tahun yang lalu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar