BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Suatu hari, kaum kafir Quraisy sudah mulai putus asa dengan
perkembangan Islam di Mekah. Pengaruh Muhammad yang membawa agama baru semakin
terasa di kalangan masyarakat. Setelah berembuk, mereka mengutus beberapa orang
untuk menemui Muhammad. ”Hai Muhammad, hentikanlah dakwahmu mengajak warga
mengikuti agamamu. Bagaimana kalau kita saling berbagi. Satu hari kami
menyembah Tuhanmu dan satu hari engkau menyembah Tuhan kami?” Muhammad
Rasulullah yang mendengar tawaran seperti itu menola dengan halus. Selanjutnya,
turunlah ayat 1–5 Surah al-Ka - firu - n [109]. Bagaimanakah sebenarnya cara
kita bersikap kepada orang-orang non-Islam? Inilah yang akan kita bahas pada
bab ayat-ayat toleransi ini.
Waktu yang terus berjalan menuntut kita untuk bergerak cepat.
Itulah alasan pentingnya kita mampu menyiasati waktu dengan melakukan sesuatu
yang bermanfaat untuk kehidupan pribadi dan sosial. Salah satu caranya dengan
bekerja. Bekerja hendaknya diniatkan untuk beribadah kepada Allah Swt., tidak
sekadar memenuhi kebutuhan ekonomi. Oleh karena itu, bekerja harus dilakukan
dengan cara yang benar sehingga Allah akan membukakan pintu rezeki dari arah
yang tidak disangka-sangka. Pembahasan tentang etos kerja lebih lanjut akan
diuraikan pada bab ini.
Ilmu pengetahuan menempati posisi yang sangat terhormat dalam
Islam. Sejak awal kelahirannya, Islam menekankan umatnya untuk belajar dan
menguasai ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat jelas dengan turunnya Surah
al-’Alaq [96] ayat 1–5 sebagai wahyu pertama. ”Iqra.” Bacalah, pelajarilah
dengan nama Tuhanmu yang telah mengajarkan dengan pena. Wahyu ini menjadi tanda
dilantiknya Muhammad menjadi utusan Allah. Bagaimanakah kita sebagai umat Islam
menyikapi pentingnya ilmu pengetahuan? Inilah yang akan kita bahas dalam bab
ini.
B.
Rumusan
masalah
1.
Bagaimanakah
ayat tentang toleransi antar umat beragama?
2.
Bagaimanakah
ayat tentang etos kerja?
3.
Bagaimanakah
ayat tentang perkembangan iptek?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui ayat tentang toleransi antar umat beragama.
2.
Untuk
mengetahui ayat tentang etos kerja.
3.
Untuk
mengetahui ayat tentang perkembangan iptek.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Memahami
ayat-ayat Al-Qur’an tentang anjuran bertoleransi
1.
QS.
Al-Kafirun
Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir,
|
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
|
1
|
aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
|
لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
|
2
|
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
|
وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
|
3
|
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah.
|
وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
|
4
|
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang aku sembah.
|
وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
|
5
|
Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".
|
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
|
6
|
a.
Kosakata
قُلْ : katakanlah (Muhammad)
يَا أَيُّهَا : wahai
الْكَافِرُونَ : orang-orang kafir
لا أَعْبُدُ : aku tidak menyembah
مَا تَعْبُدُونَ : apa yang kamu
sembah
وَلا أَنْتُمْ : dan kamu bukan
عَابِدُونَ : penyembah
مَا أَعْبُدُ : apa yang aku sembah
وَلا أَنَا : dan aku tidak
pernah
مَا عَبَدْتُمْ : apa yang kamu sembah
لَكُمْ دِينُكُمْ : bagimu agamamu
وَلِيَ دِينِ : bagiku agamaku
b.
Penerapan
Ilmu Tajwid
Dalam Surah al-Kafirun [109] di depan terdapat beberapa hukum
bacaan tajwid. Hukum bacaan tersebut sebagai berikut:
1)
Mad
Thabi‘i
Bacaan mad
thabi‘i terjadi jika ada wau sukun didahului huruf berharakat dhammah, ya sukun
didahului huruf berharakat kasrah, dan alif didahului huruf berharakat fat.hah.
Jika dalam membaca Al-Qur’an Anda menemukan ciri-ciri tersebut, bacalah dengan panjang
satu alif atau dua harakat. Contoh: مَا تَعْبُدُونَ
2)
Mad
Ja-’iz Munfasil
Bacaan mad ja -
’iz munfasil terjadi jika ada mad thabi‘i bertemu dengan hamzah dalam kalimat
yang berbeda. Jika dalam membaca Al-Qur’an Anda bertemu dengan kalimat yang
memiliki ciri-ciri seperti disebutkan, bacalah dengan panjang satu alif, dua
alif, atau 2,5 alif. Contoh: لا أَعْبُدُ, وَلا أَنْتُمْ, مَا أَعْبُد.
3)
Idgham
Bigunnah
Bacaan idgham
bigunnah terjadi jika ada nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf
idga-m bigunnah, yaitu ya, nun, mim, dan wau. Idga - m berarti masuk atau lebur
dan bigunnah berarti dengan mendengung. Cara membaca bacaan idgam bigunnah
adalah huruf nun mati atau tanwin lebur ke dalam huruf idgam bigunnah yang
ditemui. Contoh: عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
4)
Ikhfa
Haqiqi
Bacaan ikhfa haqiqi
terjadi jika ada nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf ikhfa
h.aqiqi yang berjumlah lima belas. Huruf ikhfa haqiqi, yaituت ث ج د د ز س ش ص ض ط ظ ف ق ك Contoh bacaan ini dapat ditemukan dalam kalimat أَنْتُمْ (As‘ad Humam. 1995. Halaman 10, 13,
40, dan 42)
c.
Isi
Kandungan Surah Al-Kafirun [109] Ayat 1–6
Allah
Swt. dan rasul-Nya menganjurkan umat Islam bertoleransi dalam bidang muamalah, yaitu
hal-hal yang menyangkut kemanusiaan dan tolong-menolong. Misalnya bersama-sama
membangun jembatan, menengok ketika ada yang jatuh sakit, bergotong royong
membangun rumah, menolong pemeluk agama lain yang tertimpa musibah, dan
kegiatan masyarakat lainnya. Hal ini dicontohkan Rasulullah yang menghormati
jenazah Yahudi yang lewat dihadapannya. Namun, dalam bertoleransi kita tidak
boleh mencampuradukkan masalah akidah. Akidah merupakan bagian esensial atau
inti dari suatu agama. Agar tidak terjadi kebiasaan mencampuraduk akidah Allah
menurunkan Surah al-Ka-firu-n [109] sebagai pedoman dalam bertoleransi
tersebut.
Orang-orang
kafir mengutus beberapa utusan untuk berdialog dan berkompromi dengan Nabi
Muhammad saw. Dialog ini dimaksudkan untuk menjatuhkan Nabi Muhammad dan agar
kaum muslimin kembali pada ajaran nenek moyang atau menyembah berhala. Dalam
dialog ini kaum kafir mengusulkan kepada Rasulullah saw. untuk berkompromi dengan
cara berganti-ganti praktik ibadah. Selama satu tahun kaum kafir akan mengikuti
Rasulullah menyembah Allah Swt. Pada tahun berikutnya Rasulullah dan umat Islam
yang mengikuti kaum kafir menyembah berhala. Allah Swt. menurunkan Surah
al-Ka-firu-n [109] ayat 1–6 untuk menjawab kompromi yang diajukan oleh
orang-orang kafir.
Surah
al-Ka-firu-n [109] merupakan penegasan larangan mencampuradukkan akidah dan
keimanan Islam dengan ajaran agama lain. Kemurnian akidah Islam harus dijaga.
Inilah kandungan pertama Surah al-Ka - firu - n [109], yaitu ikrar kemurnian
tauhid. Tidak ada yang dapat menyamai kebenaran akidah Islam. Oleh karena itu,
Allah Swt. Melarang hamba-Nya mencampuradukkan akidah dan keimanan yang ia anut
dengan keyakinan umat lain. Kandungan kedua Surah al-Ka-firu-n [109] adalah
ikrar penolakan terhadap semua bentuk praktik peribadatan kepada selain Allah
Swt. yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Islam
menganjurkan umatnya bertoleransi. Akan tetapi, jika
sudah menyangkut masalah akidah, keimanan, dan ibadah Islam tidak lagi mengenal
toleransi. (Hamka. 2004. Halaman 288–289)
Keragaman
dan perbedaan keyakinan merupakan realita yang tidak dapat ditolak. Keragaman
dan perbedaan secara realita akan tetap ada hingga akhir dunia. Perhatikan
firman Allah Swt. Berikut:
وَلَوْ
شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
Artinya:
Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi
mereka senantiasa berselisih pendapat. (Q.S. Hud[11]: 118)
Ayat keenam
Surah al-Ka - firu - n [109] menegaskan bahwa bagimu agamamu dan bagiku
agamaku. Ayat ini menyatakan ikrar dan ketegasan sikap setiap muslim terhadap
orang kafir. Islam tidak mengenal toleransi atau kompromi dalam bidang akidah
dan ibadah. Islam melarang pencampuradukan akidah Islam dengan agama lain.
Tauhid tidak dapat dicampuradukkan dengan syirik.
Secara umum
Surah al-Ka - firu - n [109] mengandung makna toleransi terhadap agama lain dan
kepercayaannya. Toleransi ini berarti pengakuan tentang adanya realita
perbedaan agama dan keyakinan, bukan pengakuan pembenaran terhadap agama dan
keyakinan selain Islam. Islam adalah agama yang benar dan tidak ada yang dapat
menyamai syariat Islam.
Surah al-Ka -
firu - n [109] merupakan pedoman bagi umat Islam dalam bersikap menghadapi
perbedaan yang ada. Selain itu, Surah al-Ka-firu – n [109] ayat 1–6 juga
merupakan pedoman dalam meletakkan hubungan sosial. Perbedaan agama dan
keyakinan tidak menutup jalan untuk tolong-menolong. Perbedaan agama dan
keyakinan tidak menjadi alasan untuk bermusuhan.
Dendam dan
permusuhan antargolongan tidak bermanfaat. Dendam dan permusuhan hanya
mendatangkan kesengsaraan dan kerugian. Ketenangan dan kedamaian sirna oleh
dendam dan permusuhan. Perbedaan dan keragaman harus disikapi dengan bijaksana.
Kita tidak mengganggu penganut agama lain dan tidak mau diganggu oleh penganut agama
lain. Meskipun dianjurkan bertoleransi, kita harus tetap memiliki
keyakinan penuh pada keimanan dan agama yang kita anut. Hanya Islam
agama yang diridai Allah Swt. Jangan sampai sikap toleransi yang kita tunjukkan
melunturkan keyakinan terhadap agama sendiri. Kesimpulan yang dapat diambil
dari Surah al-Ka-firun [109] sebagai berikut:
a.
Islam
mengakui terhadap realita keberadaan agama dan keyakinan lain.
b.
Islam
mengizinkan umatnya berinteraksi dengan umat nonmuslim dalam bidang muamalah.
c.
Islam
melarang toleransi dalam bidang akidah dan ibadah.
d.
Islam
secara tegas menolak segala bentuk kemusyrikan, ritual ibadah, atau hukum yang
terdapat dalam agama lain.
2.
QS. Yunus 40-41
وَمِنْهُمْ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ
لا يُؤْمِنُ بِهِ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِينَ
وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ
بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya: Di antara mereka ada orang-orang yang beriman
kepada Al Qur'an, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman
kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat
kerusakan.(40) Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku
pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku
kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".
a.
Kosakata
وَمِنْهُمْ
:dan di
antara mereka
يُؤْمِنُ بِهِ
:beriman
kepadanya (Al-Qur’an)
وَرَبُّكَ
:sedangkan
Tuhanmu
أَعْلَمُ
:lebih
mengetahui
بِالْمُفْسِدِينَ
:tentang
orang-orang yang berbuat kerusakan
كَذَّبُوكَ
:mereka
mendustakanmu
عَمَلِي
:pekerjaanku
عَمَلُكُمْ
:pekerjaanmu
بَرِيئُون :berlepas
diri/tidak bertanggung jawab
b.
Penerapan
Ilmu Tajwid
Beberapa hukum
bacaan tajwid dapat ditemui dalam Surah Yu-nus [10] ayat 40–41 sebagai berikut.
1)
Izhar
Halqi
Bacaan izhar
halqi terjadi jika ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf ء ه ح
خ ع غ Cara
membaca bacaan
izhar halqi adalah nun sukun atau tanwin dibaca jelas. Bacaan izhar halqi dapat ditemukan dalam kalimat وَمِنْهُمْ
2)
Idgam
Mi-mi
Idgam
mutamasilain atau idgam mimi merupakan salah satu bacaan dalam ilmu tajwid.
Bacaan idgam mutamasilain terjadi jika mim mati bertemu dengan huruf mim. Cara
membaca jika Anda bertemu dengan bacaan idgam mutamasilain adalah mendengung. Dalam
Surah Yu - nus [10] ayat 40–41 di depan terdapat bacaan idgam mutamasilain,
yaitu dalam kalimat وَمِنْهُمْ مَنْ
3)
Idgam
Bilagunnah
Bacaan idgam
bilagunnah terjadi manakala ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf lam
dan ra. Idgam berarti lebur atau masuk, sedangkan bilagunnah berarti tidak
mendengung. Cara membaca bacaan idgam bilagunnah adalah lebur dengan tidak mendengung.
Nun sukun atau tanwin lebur ke dalam huruf idgam bilagunnah yang ditemui dengan
tidak mendengung. Contoh bacaan
idga m bila-gunnah adalah مَنْ لا يُؤْمِنُ
4)
Mad
‘AridLissukun
Bacaan mad ‘aridlissukun terjadi jika ada mad tabi‘i yang bertemu
dengan huruf pada akhir ayat (yang dibaca waqaf). Bacaan mad tabi‘i ini berubah
menjadi mad ‘arid lissukun. Cara membaca bacaan mad ‘arid lissukun ini adalah
panjang satu hingga tiga alif. Contoh: تَعْمَلُونَ
c.
Isi
Kandungan Surah Yu-nus [10] Ayat 40–41
Allah Swt. dalam
Surah Yu - nus [10] ayat 40–41 menjelaskan bahwa umat manusia terbagi menjadi
dua dalam menerima Al-Qur’an. Pertama, golongan yang benar-benar memercayai
dengan iktikad baik terhadap Al-Qur’an. Dalam golongan orang yang beriman
kepada Al-Qur’an terdapat pula orang-orang yang hanya beriman secara lahir,
sedangkan hati atau batinnya belum beriman. Kedua, golongan yang tidak beriman pada
Al-Qur’an.
Keadaan umat
Nabi Muhammad saw. ini juga terjadi ketika wahyu turun di Mekah. Ada golongan
yang beriman dan ada yang tidak beriman atau bertahan dengan agama nenek
moyang. Setelah Islam tersebar luas, kedua golongan penerima Al-Qur’an ini
tetap bertahan. Di antara mereka ada yang dengan sepenuh hati menerima
Al-Qur’an. Sebagian lagi ada yang menerima Al-Qur’an hanya karena keturunan.
Dalam lanjutan
ayatnya Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia lebih mengetahui orang-orang yang
berbuat kerusakan. Orang-orang yang menerima Al-Qur’an hanya di bibir atau
karena keturunan, suatu saat akan mengetahui akibat perbuatannya. Allah Swt.
mengetahui orangorang yang benar-benar beriman pada Al-Qur’an. Allah Swt. Juga mengetahui
orang-orang yang hanya beriman di bibir. Bagi mereka yang berbuat aniaya,
menzalimi diri sendiri, membuat kerusakan, dan berbagai tindakan yang
bertentangan dengan syariat lainnya akan mengetahui akibat perbuatannya. Mereka
akan menerima balasan yang sesuai dari Zat Yang Maha Mengetahui. Ayat 40 Surah
Yu - nus [10] menjelaskan bahwa orang-orang yang memilih beriman atau tidak beriman
pada Al-Qur’an akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Jika manusia
memilih tidak beriman pada Al-Qur’an, mereka akan bertanggung jawab terhadap
perbuatannya. Orangorang yang tidak beriman pada kebenaran yang dibawa oleh
Nabi Muhammad sebagai utusan Allah akan bertanggung jawab terhadap
perbuatannya. Tiap-tiap manusia bertanggung jawab terhadap amal perbuatan atau
pilihannya. Tidak ada satu orang pun yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan
atau pilihan orang lain.
Pilihan beriman
atau tidak beriman memiliki akibat yang berbeda. Pilihan tidak beriman akan
mendapat balasan yang sesuai. Begitu juga pilihan beriman dan berpegang teguh
terhadap Al-Qur’an tentu akan memperoleh balasan yang sesuai. Tidak mungkin
kebaikan akan mendapat balasan yang buruk dari-Nya. Kebaikan akan mendapat
balasan yang baik, sedangkan pilihan tidak beriman dan tetap dalam kekafiran tentu
akan mendapat balasan yang buruk.
Seseorang yang
beriman tidak akan bertanggung jawab terhadap perbuatan orang lain yang tidak
beriman. Orang yang tidak beriman juga tidak bertanggung jawab terhadap pilihan
orang-orang yang beriman. Tiap-tiap manusia akan bertanggung jawab terhadap
perbuatannya masing-masing. Tidak ada dosa limpahan dari orang lain. Pahala
orangorang yang mengerjakan kebaikan dan beriman tidak ada sangkut pautnya dengan
orang-orang yang tidak beriman. Dosa yang diperoleh oleh orang-orang yang tidak
beriman juga tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang yang beriman.
Orang-orang yang tidak beriman akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Orang-orang yang beriman juga akan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
Sikap yang
ditunjukkan terhadap setiap pilihan adalah menghormati dan menghargai pilihan
tersebut. Orang-orang beriman menghormati dan menghargai pilihan orang-orang
yang tidak beriman. Dengan keyakinan bahwa pilihan tersebut salah dan akan
mendapat balasan yang sesuai di akhirat kelak. Orang-orang yang tidak beriman
juga menghormati dan menghargai pilihan saudaranya untuk beriman. Mereka tidak
boleh mengganggu amal atau ibadah yang dilaksanakan orang-orang yang beriman.
3.
Surah Al-Kahf
[18] Ayat 29 tentang Kebebasan untuk Beriman atau Kafir
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ
رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا
أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ
يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ
الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
Artinya: Dan katakanlah (Muhammad), ”Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang
siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki
(kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi
orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan
(minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan
wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling
jelek. (Q.S. al-Kahf
[18]: 29)
a.
Kosakata
وَقُلِ الْحَقُّ : dan katakanlah (Muhammad)
kebenaran itu
مِنْ رَبِّكُمْ : dari Tuhanmu
فَمَنْ شَاءَ : barang siapa menghendaki (beriman)
فَلْيُؤْمِنْ : hendaklah ia beriman
فَلْيَكْفُر : biarlah dia kafir
إِنَّا أَعْتَدْنَا : sesungguhnya Kami telah menyediakan
لِلظَّالِمِينَ : bagi orang zalim
نَارًا : neraka
أَحَاطَ بِهِمْ : mengepung mereka
سُرَادِقُهَا : gejolaknya
وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا : jika mereka meminta pertolongan (minum)
يُغَاثُوا بِمَاءٍ : mereka akan diberi air
كَالْمُهْلِ : seperti besi yang mendidih
يَشْوِي الْوُجُوهَ : menghanguskan wajah
بِئْسَ الشَّرَابُ : minuman yang paling buruk
وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا : tempat
istirahat yang paling jelek
b.
Penerapan
ilmu tajwid
Hukum bacaan tajwid yang terdapat dalam Surah al-Kahf [18] ayat 29
sebagai berikut:
1)
Alif
Lam Qamariyah
Bacaan alif lam
qamariyah terjadi jika ada alif lam bertemu dengan salah satu huruf qamariyah. Qamariyah
berarti bulan. Jika dalam membaca Al-Qur’an Anda bertemu dengan bacaan alif lam
qamariyah, alif lam harus dibaca jelas. Contoh: الْحَقُّ
2)
Izha-r
Syafawi
Bacaan izha-r
syafawi terjadi jika ada mim mati bertemu dengan salah satu huruf hijaiah
selain ba dan mim. Cara membaca bacaan izhar syafawi adalah mim mati dibaca
jelas. Contoh bacaan izhar syafawi dapat ditemukan dalam kalimat بِهِمْ سُرَادِقُهَا
3)
Mad
‘Iwad
Bacaan mad
‘iwad terjadi jika ada huruf hijaiah berharakat fathatain dan diikuti dengan huruf
alif dan diwaqafkan. Cara membaca bacaan mad ‘iwad adalah fathatain dibaca
dengan bacaan fathah panjang satu alif. Bacaan panjang tersebut dimaksudkan sebagai
ganti bunyi tanwin. Contoh: مُرْتَفَقًا
c.
Kandungan
Surah Al-Kahf [18] Ayat 29
Ayat 29 Surah al-Kahf
[18] menjelaskan bahwa kebenaran berasal dari Tuhan. Dalam menghadapi atau
menerima kebenaran tidak terdapat perbedaan antara si kaya atau si miskin. Si
kaya yang ingin beriman, berimanlah. Si miskin yang ingin beriman, berimanlah.
Seseorang yang ingin kafir dipersilakan juga oleh Allah Swt. Dalam ayat ini
Allah Swt. membebaskan manusia untuk menentukan pilihan. Sebelum menentukan pilihan,
manusia sudah diberi tahu bahwa kebenaran berasal dari Allah.
Allah Swt.
mengaruniakan manusia berupa akal. Manusia mempergunakan akal tersebut untuk
berpikir dan memilih beriman atau kafir. Jika seseorang memilih beriman,
berarti ia telah menuruti kata hati atau suara akal. Bagi orang-orang yang
memilih kafir, mereka akan menanggung akibat pilihannya itu. Bukan orang lain
yang akan bertanggung jawab terhadap pilihannya. Beriman atau kafir merupakan
suatu hal yang harus dipilih. Allah telah memberi kebebasan kepada manusia
untuk menjatuhkan pilihan. Di balik pilihan yang disediakan terdapat akibat
yang telah menunggu. Orang-orang kafir telah menzalimi diri mereka sendiri.
Mereka menolak kebenaran yang datang dari Allah Swt. Mereka menolak atau mengingkari
kata hatinya tentang kebenaran yang datang dari-Nya. Bagi mereka yang memilih
kafir atau menzalimi diri sendiri, neraka menjadi tempat kembalinya. Mereka
terkepung di dalam neraka dan tidak dapat keluar. Pagar neraka terlalu kukuh
untuk dilewati manusia yang ada di dalamnya.
Ayat 29 Surah
al-Kahf [18] juga menjelaskan bahwa orangorang yang ada di dalam neraka jika
mereka minum, mereka akan diberi minum. Akan tetapi, minuman yang mereka terima
berupa air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. Jika penghuni
neraka meminum air tersebut, haus yang mereka rasakan tidak hilang. Semakin
diminum penghuni neraka akan merasakan kesengsaraan. Wajah mereka hangus oleh
panasnya api neraka dan panasnya minuman yang mereka minum.
Minuman yang disediakan untuk penghuni neraka merupakan minuman
yang paling buruk. Manusia belum pernah melihat, bahkan membayangkan minuman
tersebut di dunia. Akan tetapi, sejelek-jelek minuman itulah yang akan diterima
oleh penghuni neraka (mereka yang memilih kafir). Selain menjelaskan tentang
seburuk-buruknya minuman, ayat ini juga menjelaskan bahwa neraka merupakan
tempat istirahat yang paling jelek.
Beginilah akhir atau akibat yang akan diterima orang-orang yang memilih
kafir. Mereka yang selama di dunia sombong dengan kedudukannya dan menolak kebenaran
yang datang dari Allah Swt. Di akhirat kelak mereka akan tinggal di neraka dan
diberi minuman yang paling buruk. Selain itu, orang-orang yang memilih kafir
juga diberi tempat istirahat yang paling buruk.
B.
Memahami
ayat Al-Qur’an tentang etos kerja
1.
Surah
Al-Mujadilah [58] Ayat 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي
الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا
فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu,
maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
a.
Kosakata
إِذَا قِيلَ لَكُمْ : apabila dikatakan kepadamu
تَفَسَّحُوا : berilah kelapangan
فِي الْمَجَالِسِ : dalam majelis
فَافْسَحُوا : maka lapangkanlah
يَفْسَحِ اللَّهُ : niscaya Allah akan
memberi kelapangan
لَكُمْ :
kepadamu
وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا : dan apabila dikatakan berdirilah kamu
فَانْشُزُوا : maka berdirilah
يَرْفَعِ اللَّهُ : Allah akan mengangkat
الَّذِينَ آمَنُوا
مِنْكُمْ : orang-orang yang beriman di antaramu
وَالَّذِينَ : dan orang-orang
أُوتُوا الْعِلْمَ : yang diberi ilmu
دَرَجَاتٍ : beberapa derajat
بِمَا : dengan apa yang
تَعْمَلُونَ : kamu kerjakan
خَبِيرٌ : Mahateliti
b.
Hukum
Bacaan Tajwid
Dalam
Surah al-Muja - dilah [58] ayat 11 di atas, terdapat beberapa hukum bacaan
Al-Qur’an yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Hukum-hukum bacaan tersebut
sebagai berikut.
1)
Mad ja'iz munfasil, yaitu huruf mad thabi‘i dalam satu kata
bertemu dengan hamzah berharakat pada kata lain. Bacaan ini kamu terapkan saat
membaca kalimat آمَنُوا إِذَا dengan panjang bacaan 2–5 ketukan.
2)
Izha-r syafawi, yaitu huruf mim sukun bertemu huruf selain mim dan
ba. Kamu harus membacanya dengan terang dan jelas di bibir serta mulut
tertutup. Contohnya terdapat dalam kalimat لَكُمْ تَفَسَّحُوا.
3)
Ikhfa - ', yaitu jika nun mati atau tanwin bertemu salah satu
huruf yang berjumlah lima belas, dibaca samar-samar. Surah al-Muja - dilah
[58]ayat 11 di atas, kata yang mengandung hukum bacaan ikhfa - ' terdapat pada
kata مِنْكُمْ .
4)
Mad ‘arid lissukun, yaitu jika mad thabi‘i yang bertemu dengan
huruf pada akhir ayat (yang dibaca waqaf). Panjang bacaan mad ‘arid lissukun
ini satu sampai tiga alif. Contohnya adalah yang terdapat pada kalimat pada
akhir ayat خَبِيرٌ.
c.
Kandungan
Surah Al-Muja-dilah [58] Ayat 11
Asbabun
nuzul ayat ini menurut para ahli tafsir adalah berkaitan dengan sikap
melapangkan dalam bermajelis. Ibnu ‘Abbas memberi penjelasan tentang sebab
turunnya ayat ini. Menurutnya, turunnya ayat ini bertepatan ketika Rasulullah
saw. dan para sahabat sedang berada dalam majelis kemudian datang Sabit bin
Qais. Oleh karena pendengaran Sabit sudah agak terganggu, ia memilih masuk
dalam majelis dan mendekati Rasulullah saw. Di antara para sahabat ada yang
secara sukarela memberikan kesempatan, tetapi ada juga yang menolak.
Berdasarkan
keterangan para ahli di atas, seluruhnya menjelaskan tentang tata cara
bermajelis, yaitu dengan memberikan tempat kepada orang lain. Akan tetapi, ayat
ini secara luas juga mengandung pesan yang dapat dipetik tentang tata cara
bekerja, sebagai sarana penting dalam menjalani hidup di dunia ini.
1)
Dalam
Bekerja Hendaknya Membuat Perencanaan Tertentu
Ketika
Rasulullah sedang menyampaikan pesan-pesan hikmah di depan para sahabat tampak
bahwa majelis tersebut sangat padat. Oleh
karena itu, Rasulullah segera membenahi cara duduk para sahabat sehingga jika
ada orang yang mau lewat atau ingin mendekati beliau karena kondisi-kondisi
tertentu tidak kesulitan. Demikian juga dalam bekerja membuat perencanaan
tertentu dengan matang untuk diterapkan, sangat penting. Dalam bekerja,
khususnya jika dilakukan bersama orang lain, membutuhkan manajemen tertentu
untuk mencapai target pekerjaan dengan sukses. Oleh karena setiap pribadi
memiliki karakter, keahlian, dan potensi diri yang berlainan, perlu dibuat
aturan-aturan tertentu sehingga masing-masing dapat menyelesaikan tugasnya
dengan baik. Termasuk dalam perencanaan adalah melakukan antisipasi-antisipasi tertentu terhadap sesuatu atau kondisi yang tidak umum terjadi.
2)
Memberikan
Kesempatan kepada Orang Lain
Rasulullah
menyuruh para sahabat yang telah lama duduk untuk bergantian berdiri dengan
memberikan kesempatan kepada sahabat lain, yaitu Sabit bin Qais si ahli Badar.
Kasus ini memberi pesan bahwa jika disuruh berdiri karena memang telah lama
duduk, sebaiknya memberikan kesempatan kepada orang lain agar mereka juga dapat
merasakan yang sama.
Jika
dikaitkan tentang etos kerja, memberi contoh dalam upaya memberikan kesempatan
kepada orang lain. Telah menjadi tabiat manusia, kita cenderung mengurusi
dirinya sendiri dan bersikap masa bodoh kepada orang lain. Sebagai contoh dalam
bidang pekerjaan kita cenderung menutup kesempatan orang lain untuk mendapatkan
kedudukan dan kesempatan kerja seperti yang kita raih. Kita merasa khawatir
jika memberikan kesempatan kepada mereka, rezeki kita menjadi berkurang.
Padahal, Rasulullah memerintahkan untuk bersikap lapang dan bersedia membantu
kepada sesama.
Rasulullah
saw. pernah bersabda, Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu
masih bersedia menolong sesama muslim. (H.R. Abu - Da-ud dan Tirmiz.i-).
Demikianlah janji Allah, jika kita bersedia menolong orang lain, berarti kita
akan mendapat pertolongan dari Allah Swt. sehingga tidak perlu takut kalau
rezekinya menjadi berkurang. Rezeki yang kita peroleh justru semakin barokah
jika kita dapat membagikan kepada orang lain. Sebaliknya, betapa pun mendapatkan
rezeki yang banyak, hati kita tetap merasa susah jika bersikap egois dengan
mementingkan urusan dirinya sendiri.
Termasuk sikap
memberikan kesempatan kepada orang lain adalah menyiapkan regenerasi secara
baik. Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan yang baik adalah yang dapat
melahirkan generasi yang berbakat. Generasi yang nantinya siap untuk meneruskan
tampuk kepemimpinan.
3)
Mematuhi
Aturan yang Berlaku
Dalam Surah
al-Muja - dilah [58] ayat 11 juga ditegaskan, Dan apabila dikatakan,
Berdirilah kamu, maka berdirilah, . . . . Kita dilarang melanggar peraturan
yang telah disepakati dengan alasan-alasan tertentu yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Ketika para sahabat diperintah untuk menghormati para
ahli Badar karena derajat keistimewaan tertentu kepada mereka, para sahabat pun
patuh pada peraturan tersebut.
Dalam menjalin
hubungan kerja dengan orang lain hendaknya kita mematuhi aturan yang berlaku.
Melanggar aturan yang telah disepakati bersama akan merugikan orang lain dan
diri sendiri. Misalnya target kerja tidak tercapai, hubungan komunikasi kurang harmonis,
dan terjadi perselisihan yang tidak diinginkan.
4)
Bekerja
dengan Berbekal Iman dan Ilmu
Pada penutup
ayat dijelaskan, ”Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan
Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” Dari sini dapat dipahami bahwa
seseorang yang memiliki iman dan ilmu akan diangkat beberapa derajat oleh
Allah. Keimanan dan kepahaman merupakan modal utama untuk dapat meraih kesuksesan
di dunia dan akhirat. Dalam dunia kerja misalnya, seseorang dituntut memiliki
dedikasi, menguasai skill, dan profesional. Akan tetapi, itu semua masih
belum sempurna tanpa dilengkapi dengan keimanan kepada Allah yang kukuh.
Keimanan inilah yang akan melahirkan optimisme, kejujuran, kedisiplinan,
loyalitas, dan sifat terpuji lainnya.
Oleh karena
kita telah yakin bahwa Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu yang kita
kerjakan, kita hendaknya bekerja dengan sungguh-sungguh. Motivasi dalam bekerja
juga harus didasari untuk mencari rida dari Allah Swt. tidak sekadar mencari
rezeki saja sehingga memiliki nilai ibadah. Berikut ini beberapa hikmah
pentingnya bekerja keras sebagai berikut.
a)
Menjaga
kehormatan diri karena dengan bekerja keras berarti kita terlepas dari
ketergantungan pada orang lain.
b)
Bekerja
merupakan sarana utama untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga.
c)
Bekerja
merupakan sarana ibadah yang bernilai pahala jika dilakukan dengan ikhlas
sebagai pengabdian kepada Allah.
d)
Bekerja
berarti akan menciptakan karakter pribadi yang tangguh dan sabar dalam setiap
keadaan.
2.
Surah
Al-Jumu‘ah [62] Ayat 9–10
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ
لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا
الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا
مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui. (9) Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah
kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung. (10)
a.
Kosakata
نُودِيَ :
diseru خَيْرٌ :
lebih baik
يَوْمِ الْجُمُعَةِ :
hari Jumat قُضِيَتِ :
telah dilaksanakan
فَاسْعَوْا : segeralah فَانْتَشِرُوا :
bertebaranlah
ذِكْرِ اللَّهِ : mengingat Allah وَابْتَغُوا : carilah
وَذَرُوا : dan tinggalkanlah فَضْلِ اللَّهِ : karunia Allah
الْبَيْعَ :
jual beli تُفْلِحُونَ :
kamu beruntung
b.
Penerapan
Ilmu Tajwid
Pada kedua ayat dalam Surah al-Jumu‘ah [62] ayat 9–10, terdapat
beberapa hukum bacaan Al-Qur’an yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
Hukum-hukum bacaan tersebut sebagai berikut.
1)
Idgam bigunnah, yaitu jika ada nun mati atau tanwin bertemu dengan
salah satu huruf ya’, nun, mim dan wau. cara
membacanya dengan memasukkan huruf tersebut dan berdengung. Dalam Surah
al-Jumu‘ah [62]: 9–10 di atas, kata yang mengandung hukum bacaan idgam bigunnah
terdapat pada kata مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
2)
Idgam bilagunnah, yaitu jika ada nun mati atau tanwin bertemu
dengan huruf lam atau ra. Cara membacanya dengan memasukkan huruf tersebut,
tetapi tidak berdengung. Dalam Surah al-Jumu‘ah [62]: 9–10 di depan, kata yang
mengandung hukum bacaan idgam bilagunnah terdapat pada kata خَيْرٌ لَكُمْ dan كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ.
3)
Ikhfa - ', yaitu jika nun mati atau tanwin bertemu salah satu
huruf yang berjumlah lima belas, dibaca samar-samar. Dalam Surah al-Jumu‘ah
[62]: 9–10 di depan, kata yang mengandung hukum bacaan ikhfa-' terdapat pada
kata إِنْ كُنْتُمْ, فَانْتَشِرُوا dan مِنْ فَضْلِ.
4)
Mad thabi‘i, yaitu mad (bacaan panjang) yang dibaca 1 alif atau 2 harakat.
Dalam Surah al-Jumu‘ah [62]: 9–10 di depan, banyak kata yang mengandung hukum
bacaan mad t.abi‘i di antaranya terdapat pada kata لِلصَّلاةِ dan إِذَا نُودِيَ.
5)
Mad ja-'iz munfas.il, yaitu mad (bacaan panjang) bertemu huruf hamzah
berharakat pada suatu kata lain. Cara membacanya boleh dibaca 1 alif, 2 alif,
atau 2½ alif (2, 4, atau 5 ketukan). Dalam Surah al-Jumu‘ah [62]: 9–10 di
depan, kata yang mengandung hukum bacaan mad ja - 'iz munfas.il terdapat pada
kata يَا أَيُّهَا dan آمَنُوا .
c.
Kandungan
Surah Al-Jumu‘ah [62] Ayat 9–10
Para
fukaha (ahli fikih) menjadikan ayat dalam Surah al-Jumuah ini sebagai dalil
tentang hukum melaksanakan salat Jumat. Salat Jumat hukumnya adalah wajib bagi
setiap muslim sehingga ketika seseorang sedang berjual beli, dianjurkan untuk
meninggalkan sejenak dan segera menunaikan salat Jumat. Jika Surah al-Jumu’ah
[62] ayat 9–10 dikaitkan dengan tema etos kerja, penjelasannya sebagai berikut.
1)
Perlunya
Keseimbangan antara Urusan Dunia dan Akhirat
Pada saat kita menyelesaikan pekerjaan jenis apa pun
yang menyangkut urusan duniawi, tetap diharuskan meninggalkannya jika mendengar
panggilan azan. Perintah ini menunjukkan pentingnya menyeimbangkan urusan
duniawi dan ukhrawi.
Kita dibolehkan mengejar kehidupan duniawi, tetapi
tidak boleh terlena sehingga lupa pada kehidupan akhirat. Hal ini karena kerja
kita telah diniatkan untuk mencari rida Allah sehingga jika ada panggilan untuk
ibadah kepada-Nya, tidak boleh enggan mengerjakan. Jika salat telah dikerjakan,
kita pun diperbolehkan untuk kembali melanjutkan aktivitas. Ada juga pesan yang
sangat populer dari Abdullah bin Umar r.a. berbunyi:
Artinya: ”Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu
akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah
kamu akan mati besok.” (H.R. Baihaqi)
Bekerja dengan sungguh-sungguh dan profesional dalam
ajaran Islam sangat diutamakan. Demikian juga khusyuk dalam
ibadah sangat penting agar dapat membekas pada amaliah
sehari-hari, termasuk dalam bekerja.
2)
Bekerja
Harus Selalu Ingat Allah
Dalam bekerja kita, harus mengingat Allah sehingga
tidak akan terperosok untuk melakukan perbuatan yang tidak diridai oleh-Nya. Kita
dibolehkan mencari karunia Allah sebanyak mungkin, asal dilakukan dengan cara yang
benar. Dengan demikian, Allah pun akan meluaskan rezeki kepada kita dan
memberikan keberuntungan yang berlipat ganda.
3)
Meningkatkan
Produktivitas Kerja
Setelah mengerjakan salat Jumat, kita diperbolehkan
untuk melanjutkan aktivitas kerja lainnya. Melakukan ibadah tidak berarti menghambat
produktivitas kerja. Guna mendukung produktivitas kerja, ada hal-hal tertentu
yang penting untuk diperhatikan.
a.
Bersikap rajin, ulet, dan tidak mudah putus asa.
b.
Meningkatkan inovasi dan kreativitas.
c.
Mau belajar dari pengalaman sehingga dapat berbuat lebih baik pada
masa datang.
d.
Memaksimalkan
kemampuan diri yang ada dan selalu optimis.
e.
Berdoa
dan bertawakal kepada Allah.
4)
Tidak
Boleh Menyerah dalam Bekerja
Dalam
kondisi bagaimanapun kita tidak boleh menyerah dan berputus asa. Jika kita
berusaha, Allah pasti akan mencukupkan kebutuhan hidup kita. Rasulullah saw.
lebih bangga kepada umatnya yang bekerja keras daripada yang bermalasmalasan. Orang
yang bekerja keras juga menunjukkan sikap syukur terhadap nikmat Allah Swt.
3.
Ayat Al-Qur’an tentang Iptek
1.
Surah
Yu - nus [10] Ayat 101
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا تُغْنِي
الآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لا يُؤْمِنُونَ
Artinya: Katakanlah:
"Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat
tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang
yang tidak beriman".
a.
Kosakata
انْظُرُوا : perhatikanlah
السَّمَاوَاتِ : langit
الأرْضِ : bumi
تُغْنِي : bermanfaat
الآيَاتُ : tanda-tanda (kebesaran Allah)
النُّذُرُ : rasul-rasul yang memberi peringatan
لا يُؤْمِنُونَ : tidak beriman
b.
Penerapan
Ilmu Tajwid
Bacaan Al-Qur’an yang baik
dan benar mengacu pada ilmu tajwid. Beberapa hukum bacaan yang digunakan untuk
membaca Surah Yu-nus [10] ayat 101 antara lain sebagai berikut.
1)
Hukum
Bacaan Nun Sukun atau Tanwin
Salah satu hukum bacaan
nun mati atau tanwin yang terdapat dalam surah ini adalah bacaan ikhfa’ hakiki. Bacaan ini terdapat dalam
kata قُلِ انْظُرُوا dan عَنْ قَوْمٍ . Cara membacanya bunyi huruf nun sukun kita
baca samar-samar.
Hukum nun sukun dan tanwin
yang lain dalam ayat ini adalah idgam bilagunnah. Dalam surah ini kita
menggunakan hukum bacaan ini untuk membaca kata قَوْمٍ لا يُؤْمِنُونَ .
2)
Hukum
Bacaan Mad
Hukum bacaan mad dalam
ayat ini di antaranya hukum bacaan mad thabi’i dan mad ‘arid lis-sukun. Mad thabi’i
kita gunakan untuk membaca kalimat seperti قُلِ انْظُرُوا dan السَّمَاوَاتِ . Adapun bacaan mad’arid lis-sukun kita
temukan pada akhir ayat, yaitu pada kalimat لا يُؤْمِنُونَ. Pada kata ini mad thabi’i bertemu dengan
huruf nun yang terletak pada akhir kalimat.
3)
Hukum
Bacaan Lam Ta’rif
Bacaan lam ta’rif terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu bacaan alif lam syamsiyah dan alif lam qamariyah.
Kedua bacaan ini merujuk pada susunan huruf alif lam dan satu huruf pertama
yang mengikutinya. Contoh bacaan alif lam qamariyah dapat ditemukan dalam
kalimat وَالأرْضِ .
Bacaan alif lam syamsiyah dapat ditemukan dalam kalimat وَالنُّذُرُ .
d.
Kandungan
Surah Yunus [10] Ayat 101
Ayat ini memberikan pesan yang sangat kuat bahwa Islam adalah agama
ilmu pengetahuan. Islam bukan hanya menghargai ilmu pengetahuan, melainkan secara
aktif menyuruh, memerintahkan pemeluknya untuk memperhatikan alam sekitar dan
mempelajarinya dengan mempergunakan akal yang dikaruniakan Allah Swt.
Ayat ini dimulai dengan satu perintah Allah Swt. kepada Nabi Muhammad
saw., ”Qul, katakanlah (kepada umatmu, hai Muhammad)!” Perintahkan kepada
umatmu wahai Muhammad. Apa isi perintah itu? Isinya adalah perhatikanlah olehmu
sekalian (wahai umat Muhammad) apa yang ada di langit dan apa pula yang ada di
bumi!
Langit dan bumi adalah makhluk Allah Swt. Penciptaannya disebut Allah
Swt. sebagai lebih hebat dari penciptaan manusia. Sebutan ini tidak
mengherankan jika kita melihat betapa luas langit dan rumit kehidupan yang
terbentang di bumi ini. Seperti kita ketahui, langit adalah sebutan untuk ruang
yang terletak di atas kita. Membentang dari beberapa meter di atas kepala kita
hingga jarak yang sulit kita bayangkan.
Menurut pengetahuan terkini, lebar langit sama dengan lebar alam semesta,
yaitu 30 miliar tahun cahaya. Artinya, cahaya yang per detiknya mampu melaju
sejauh 300 ribu kilometer membutuhkan waktu 30 miliar tahun untuk melintasi
tepi alam semesta ke tepi yang lain. Di dalamnya terdapat bermiliar bintang
yang berjalan menurut rutenya sendiri-sendiri. Ada apakah di langit yang luas
itu? Inilah yang diperintahkan Allah Swt. kepada kita untuk memperhatikannya. Sedikit
lebih dekat, kita memiliki satu bintang berukuran sedang jika dibandingkan
dengan bintang lainnya. Bintang itu adalah matahari. Bintang ini merupakan
pusat tata surya kita. Bersama bumi terdapat tujuh planet mengelilingi
matahari. Nama Pluto yang dahulu termasuk dalam daftar planet saat ini telah
dihapus dari daftar oleh para astronom karena dianggap tidak memenuhi syarat
untuk menjadi planet. Di antara sekian planet tersebut hanya bumi yang
diketahui memiliki kehidupan. Bagaimanakah hal ini dapat terjadi? Apakah
keistimewaan bumi sehingga dapat menjadi tempat manusia berdiam? Adakah keadaan
ini berhubungan dengan matahari? Allah Swt. menyuruh kita memperhatikan hal
ini. Dari pengamatan tentang langit muncullah berbagai cabang keilmuan seperti
astronomi, astrofisika, dan ilmu quantum.
Setelah melihat ke atas menuju langit, marilah kita arahkan pandangan
ke sekeliling. Kita perhatikan yang ada di bumi. Apa yang kita lihat di bumi?
Manusia dan masyarakatnya yang beraneka ragam. Manusia menjadi pemeran
terpenting drama kehidupan di muka bumi. Allah Swt. menciptakan manusia
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Allah pun menyebar manusia di seluruh
penjuru muka bumi. Keadaan ini menyebabkan setiap manusia dan kelompok
masyarakat memiliki keunikan tersendiri. Dalam Surah Yu-nus [10] ayat 101 ini
secara tidak langsung Allah memerintahkan kita untuk memperhatikan makhluk bumi
paling istimewa, yaitu manusia dengan segala gerak kehidupan dan kepentingan mereka.
Dari pengamatan terhadap manusia, muncullah ilmu sosiologi, ekonomi, dan
berbagai ilmu sosial lain.
Tidak hanya manusia, penghuni bumi ini juga terdiri atas segala macam
hewan dan tumbuhan. Hewan dan tumbuhan mengisi setiap sudut muka bumi ini,
mulai puncak gunung tertinggi hingga di palung terdalam lautan. Perhatikanlah
mereka! Amatilah mereka dengan saksama. Pun demikian dengan bentang alam yang
sangat menakjubkan. Gunung tinggi, lautan luas, ngarai, lembah, bukit,
permukiman, hutan, bagaimanakah semua itu terbentuk? Bagaimanakah mereka semua
saling mengisi dalam kehidupan yang harmonis selama jutaan tahun? Siapakah yang
merusak keindahan itu dan bagaimana pula memperbaikinya?
Semua keadaan di langit dan bumi ini menjadi objek perintah Allah Swt.,
”Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.” Perintah untuk memperhatikan
apa yang ada di langit dan di bumi tentu bukan berarti sebatas memperhatikan
semata. Perintah ini juga mengandung makna mempelajari, menggali potensi yang
ada, dan menggunakan ilmu pengetahuan yang diperoleh untuk kebaikan manusia
dengan akal yang telah dikaruniakan Allah Swt. Memperhatikan langit berarti juga
mengamati iklim dan sikap yang dapat kita lakukan dengannya. Mengamati manusia
berarti juga mencari cara berinteraksi dengan baik sehingga kepentingan
masingmasing dapat terpenuhi dengan benar. Demikian juga mengamati bentang alam
bukan berarti sekadar melihat keindahannya melainkan juga meneliti potensi yang
ada, baik wisata, pertanian, kehutanan, perikanan, hingga pertambangan, untuk
kepentingan manusia dan kelestarian alam.
Pelajaran penting dari ayat ini adalah Islam agama ilmu
pengetahuan. Allah Swt. menyuruh kita untuk senantiasa belajar dan mempelajari
alam ini beserta seluruh isinya. Pengetahuan yang kita peroleh dari pengamatan itu
selanjutnya kita kembangkan dalam dua tujuan utama. Pertama, untuk menunjang
kehidupan kita di dunia ini. Dengan tujuan ini, mengembangkan ilmu pengetahuan
dalam bentuk praktik teknologi yang tepat guna dan berhasil guna merupakan
kewajiban setiap muslim. Kedua, sebagai sarana menemukan Allah Swt. dan
meningkatkan keimanan kita kepada-Nya.
2.
QS
Al-Baqarah [2] Ayat 164
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ
وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ
مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ
وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَعْقِلُونَ
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan.
a.
kosakata
اخْتِلافِ : pergantian
الْفُلْكِ : kapal
تَجْرِي : berlayar
الْبَحْرِ : laut
دَابَّةٍ : binatang
تَصْرِيفِ الرِّيَاحِ : perkisaran angin
السَّحَابِ : awan
الْمُسَخَّرِ : dikendalikan
b.
Penerapan
Ilmu Tajwid
Beberapa bacaan ilmu tajwid yang terdapat dalam Surah
al-Baqarah [2] ayat 164 sebagai berikut.
1)
Hukum
Bacaan Nun Mati atau Tanwin
Dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164 terdapat beberapa hukum bacaan
nun mati atau tanwin. Hukum bacaan pertama adalah bacaan idgam bilagunnah. Hukum
bacaan ini kita gunakan saat membaca kata seperti لآيَاتٍ لِقَوْمٍ . Bacaan idgam bilagunnah dibaca dengan metode memasukkan bunyi
nun sukun atau tanwin huruf berikutnya tanpa berdengung.
Bacaan selanjutnya adalah idgam bigunnah dengan cara memasukkan bunyi
huruf nun sukun atau tanwin ke dalam huruf yang mengikutinya dengan mendengung.
Contoh bacaan ini dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164 adalah kata دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ .
2)
Hukum
Bacaan Mad
Hukum bacaan mad yang terdapat dalam ayat ini adalah mad thabi’i
dan mad layyin. Bacaan mad t.abi’i dapat dengan mudah kita temukan dalam ayat
ini karena tersebar di banyak tempat. Dua di antaranya adalah لآيَاتٍ dan اخْتِلافِ . Adapun hukum bacaan mad layyin
merujuk pada keadaan saat harakat fathah diikuti oleh ya sukun atau wau sukun.
Pada ayat ini kita dapat menerapkan bacaan mad layyin saat membaca kata اللَّيْلِ .
3)
Bacaan
Alif Lam Makrifat
Dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164 terdapat kedua macam bacaan
alif lam makrifat, yaitu alif lam qamariyah dan alif lam syamsiyah. Contoh
bacaan ini adalah الْفُلْكِ untuk alif lam qamariyah dan السَّحَابِ untuk alif lam syamsiyah.
c.
Kandungan
Surah Al-Baqarah [2] Ayat 164
Surah
ini memuat sebuah pernyataan tentang tanda kebesaran Allah Swt. Paling tidak
terdapat empat tanda penting yang disebutkan Allah Swt. dalam ayat ini, yaitu
penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, turunnya air yang
menghidupkan bumi, dan perkisaran angin di antara langit dan bumi. Semua tanda
ini merupakan pelajaran dan tantangan bagi orang yang mengerti. Orang yang
mengerti dalam hal ini tentu bukan sekadar orang yang memiliki kecakapan ilmu
pengetahuan. Orang itu juga dapat menemukan kebenaran Allah Swt. dan
meningkatkan keimanannya dengan pengetahuan yang diperoleh.
Untuk
mengetahui tanda kekuasaan Allah Swt. dalam ayat ini marilah kita telusuri
bersama. Dalam bagian ini, Surah al-Baqarah [2] ayat 164 senada dengan Surah
Yu-nus [10] ayat 101. Namun, keduanya berbeda sudut pandang dalam melihat
langit dan bumi. Surah Yu-nus [10] ayat 101 lebih menyoroti benda yang ada di
langit dan di bumi, sedangkan Surah al-Baqarah [2] ayat 164 lebih melihat pada
proses penciptaan langit dan bumi ini.
Bagaimanakah
langit dan bumi diciptakan? Penciptaan langit dan bumi dalam hal ini identik
dengan penciptaan alam semesta. Dalam Surah al-Anbiya-’ [21] ayat 30, Allah
bertanya, ”Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Pernyataan ini disampaikan Allah Swt. empat belas abad yang lalu. Pada saat itu
tidak ada satu pun pengetahuan manusia yang dapat memahami makna yang
terkandung dalam ayat ini. Bahkan oleh seorang Muhammad saw. sekalipun.
Ilmu
pengetahuan terkini menyebutkan adanya suatu teori yang diterima oleh hampir
semua ilmuwan dunia, yaitu teori Big Bang atau Dentuman Besar. Teori ini
menyatakan bahwa alam semesta ini pada awalnya adalah suatu materi yang sangat
kecil dan dikenal sebagai sop kosmos. Oleh karena kecilnya, lebih kecil dari
ukuran atom maka dapat dianggap sebagai tidak ada. Dari materi kecil yang
diciptakan Allah itulah, alam semesta ini terbentuk. Allah Swt. memisahkan
materi itu hingga terbentuk ruang dan waktu. Peristiwa ini menurut ukuran ilmu
astronomi terjadi sekitar dua belas miliar tahun yang lalu.
Materi
itu terpisah dan membentuk bintang-bintang, galaksi, tata surya, dan
planet-planet. Planet bumi kita diperkirakan mulai terbentuk dari bagian
bintang matahari yang terlepas dari induknya. Pada mulanya, bumi berupa bola
panas yang berputar. Semakin lama bola itu semakin mendingin hingga terbentuk daratan
dan lautan. Setelah berproses sejak lima miliar tahun yang lalu, planet bumi
ini mulai dapat dihuni oleh makhluk hidup.
Proses
penciptaan langit dan bumi merupakan sesuatu yang sangat rumit dan agung. Satu
pertanyaan yang senantiasa menggelitik para ilmuwan adalah apakah penciptaan
alam semesta ini terjadi dengan sendirinya? Apakah keteraturan yang sedemikian
hebat terbentuk tanpa ada perancangnya? Adakah kekuatan yang mahadahsyat dan
mahapandai yang menyebabkan semua ini dapat terjadi? Inilah perenungan yang
Allah Swt. ajak kita mencari jawabnya.
Perhatikanlah
apa yang ada di bumi. Seperempat dari bumi berupa daratan dan tiga perempatnya
dalah lautan. Di daratan yang hanya seperempat bumi tersebut tersimpan kekayaan
alam yang melimpah dan baru sedikit yang diketahui oleh manusia. Bumi terdiri
atas beberapa lapisan dan setiap lapis memiliki karakter dan keunikan
tersendiri. Manusia diperintahkan untuk mempergunakan akal guna menemukan pengetahuan-pengetahun
baru yang berkaitan dengan bumi. Semua itu sungguh mengagumkan.
Di
dalam lautan yang merupakan bagian terbesar bumi terdapat rahasia yang baru
sedikit tersingkap. Manusia diperintahkan untuk menggunakan akalnya guna
menyingkap rahasia yang ada di balik lautan. Setiap tersingkap satu rahasia
baru, ternyata masih ada berlapis-lapis bagian yang belum terungkap.
Tanda
kekuasaan Allah yang kedua adalah pergantian siang dan malam. Menurut ilmu
astronomi, pergantian siang dan malam terjadi karena peredaran bumi pada
porosnya dan juga peredaran bumi mengelilingi matahari. Saat Allah Swt.
menyatakan hal ini dalam salah satu ayat-Nya tentulah menunjukkan bahwa hal ini
memiliki keistimewaan. Salah satu keistimewaan itu bahwa pergantian siang dan malam
merupakan satu tanda kekuasaan Allah untuk menjaga kehidupan tetap berjalan di
muka bumi ini. Bagaimanakah hal ini terjadi? Inilah yang kita diajak oleh Allah
Swt. untuk memperhatikannya.
Tanda
ketiga adalah perjalanan laut yang memungkinkan terjadi dengan kapal.
Sebagaimana disebutkan bahwa tiga perempat dari bumi adalah air atau laut.
Manusia yang pada jamaknya berada di daratan dapat mengarungi lautan. Hal ini
tentu berada di luar kebiasaan manusia dan hanya dapat terjadi jika Allah
mengizinkannya. Sejak zaman Nabi Nuh a.s. kapal telah dipergunakan sebagai
sarana pengangkutan.
Manusia
dapat mempergunakan kapal yang berlayar untuk membawa barang-barang yang
bermanfaat bagi orang lain. Selain itu, dengan kapal yang berlayar manusia
dapat mengenal sesamanya yang berada di pulau lain. Dengan ilmu pelayaran yang
dikaruniakan Allah Swt., manusia dapat memahami sebagian kecil dari rahasia
alam. Semua ini terjadi dan sudah diatur oleh Allah Swt.
Tanda
keempat dan kelima yang dapat kita temukan dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164
ini adalah turunnya hujan yang menghidupkan bumi dan kisaran angin di antara
langit dan bumi. Tanda ini sudah sering kita temukan bagi kita yang berdiam di
wilayah khatulistiwa yang memiliki curah hujan relatif tinggi. Dengan keadaan
ini, asal kita mau memperhatikan, tanda kekuasaan Allah Swt. yang satu ini
dengan mudah kita pahami. Iklim dua musim yang terjadi di negara kita
menyebabkan kita dengan mudah membedakan keadaan saat kemarau dan hujan.
Pada
musim kemarau, tanah berubah tandus, tanaman kering dan mati karena kekurangan air.
Tanah itu mati. Tidak ada satu pun kehidupan di atasnya. Pada tanah yang mati
ini, Allah Swt. Mengirimkan hujan. Pertama, Allah angkat air melalui proses
penguapan dengan panas matahari. Setelah terkumpul di awan, Allah Swt.
menggiring awan-awan berisi air tersebut ke arah mana pun yang Dia kehendaki.
Saat Allah Swt. mengirimkan awan itu ke tanah yang tandus dan menurunkan hujan
di tempat tersebut, keajaiban akan terjadi. Pada tahap ini perkisaran angin di
antara langit dan bumi memegang peranan yang sangat penting.
Tanah
yang semula tandus kering tanpa kehidupan berangsur basah. Sejenak setelah
masuknya air ke dalam tanah, tunas-tunas baru muncul. Rerumputan, perdu, hingga
pohon berkayu keras pun bersemi kembali. Tanah yang sebelumnya mati, perlahan
tetapi pasti hidup kembali dengan tumbuhan dan pepohonan. Tak berapa lama
kemudian, dapat dipastikan berbagai jenis hewan mulai yang terkecil mikroba
akar, kumbang, ular, hingga binatang besar pun menghuni tanah yang kembali
subur itu. Air hujan yang turun dapat meresap ke bawah dan kelak akan menjadi
telaga. Air yang mengalir menjadi sungai-sungai juga bermanfaat bagi manusia.
Sungai dapat dipergunakan sebagai sarana pengangkutan dan tempat mencari
nafkah. Ikan dapat hidup dan berkembang biak di sungai sehingga dapat
dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan protein. Selain itu, air sungai
juga dapat dipergunakan untuk mengairi sawah dan ladang agar tanaman yang
ditanam tumbuh subur dan menghasilkan hasil panen yang baik. Air sungai ada
yang mengalir ke laut dan akan menguap ke udara kemudian turun lagi menjadi
hujan.
Semua itu berjalan dengan teratur dan merupakan tanda
kekuasaan Allah.
Dari
manakah asal benih tetumbuhan itu? Dari mana pula asal hewan-hewan yang
kemudian muncul di tanah yang kembali subur? Inilah tanda kekuasaan Allah Swt.
Keadaan ini menyediakan kajian ilmu pengetahuan yang teramat luas. Peredaran
angin juga menjadi tanda kekuasaan Allah Swt. Peredaran angin saat ini kita
sebut dengan cuaca. Peredaran angin atau cuaca juga menjadi tanda kekuasaan
Allah Swt. dan bagian ilmu pengetahuan. Dengan mempergunakan akal manusia dapat
mengetahui arah angin dan pengaruhnya bagi kehidupan. Manusia dapat mengetahui
dan memperkirakan bahwa udara akan panas, sejuk, atau dingin. Manusia juga dapat
memperkirakan turun hujan atau cuaca cerah.
Perhatikan
terjemah ayatnya, ”Dan perkisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi”. Angin dan awan dipisahkan perhatiannya
karena angin dikatakan dekat kepada manusia, sedangkan awan
beredar pada cakrawala yang tinggi. Allah Swt. Memerintahkan angin dan awan
untuk bergerak ke sana ke mari guna menurunkan hujan dan membagi cuaca. Hal ini
tidak dapat terjadi jika Dia tidak menghendaki.
Tanda-tanda
kekuasaan Allah Swt. yang tersebut dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164
merupakan pelajaran bagi manusia. Akan tetapi, tidak semua manusia dapat
mengambil pelajaran dari tanda-tanda itu. Hanya orang yang mengertilah yang
dapat memahami, belajar, dan mengambil manfaat dari pengetahuan yang
diperolehnya.
d.
Mengembangkan
Iptek dengan Surah Yu - nus [10] Ayat 101 dan Surah Al-Baqarah [2] Ayat 164
Surah Yu - nus
[10] ayat 101 dan al-Baqarah [2] ayat 164 secara eksplisit menyampaikan
beberapa tanda kekuasaan Allah Swt. Penyebutan tandatanda kekuasaan Allah Swt.
dalam kedua ayat ini tentu memiliki makna yang sangat mendalam. Kita, manusia
dan muslim, diajak langsung untuk memperhatikan tanda-tanda tersebut. Perintah
untuk memperhatikan ini tentu tidak sebatas memperhatikan tanpa guna.
Memperhatikan tanda kekuasaan Allah Swt. tentu harus diiringi dengan gairah
untuk mempelajari, mengupas, mencari solusi, dan menggunakan ilmu pengetahuan
yang diperolehnya untuk kesejahteraan manusia di bumi ini.
Saat Allah Swt.
memerintahkan kita untuk memperhatikan semua yang ada di langit dan di bumi
dalam Surah Yu-nus [10] ayat 101, sebenarnya Allah Swt. sedang memberi petunjuk
jalan menuju ilmu astronomi dan ilmu bumi. Demikian pula dengan tanda kekuasaan
Allah Swt. yang terdapat dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 164. Pada ayat ini
Allah menggelar pernyataan tentang beberapa tanda lain kekuasaan Allah Swt.
Pengamatan dan perhatian kita pada ciptaan
Allah selanjutnya diharapkan dapat menjadi jalan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai bekal untuk menjalani kehidupan kita di muka
bumi ini. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi itu kita mencari cara terbaik untuk
melaksanakan kewajiban kita selaku khalifah Allah Swt. Dalam memakmurkan bumi.
Islam dan ilmu
pengetahuan sebenarnya bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya menyatu dan tidak
akan terpisahkan. Sejak awal Rasulullah diutus, Allah telah memberikan satu
firman yang sangat memikat. ”Iqra”, bacalah. Sejak awal itu pula ilmu
pengetahuan telah didengungkan oleh Islam. Firman yang tertulis dalam Surah
al-’Alaq [96] ayat satu hingga lima ini memberikan panduan umum mempelajari ilmu
pengetahuan dan menggunakannya untuk kehidupan manusia. Di antara panduan yang
dapat kita ambil sebagai pelajaran sebagai berikut.
1)
Ilmu
pengetahuan dan teknologi dikembangkan dengan nama Allah Swt. Artinya, ilmu
pengetahuan dan teknologi kita kembangkan dengan nama Allah Swt. dan bukan
dengan nama keagungan diri kita atau harta yang banyak. Dengan paradigma ini
kita akan terbebas dari godaan nafsu duniawi dalam mempelajari ilmu pengetahuan
dan teknologi. Hal ini tentu bukan berarti kita tidak boleh mencari penghidupan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maksud prinsip ini bahwa dalam
mempelajari ilmu pengetahuan kita tidak boleh sekadar berorientasi pada harta
atau ketenaran semata. Orientasi pada harta dan ketenaran akan menyebabkan kita
terjebak pada sikap tidak peduli terhadap pengembangan teknologi yang merusak
dan berbahaya bagi alam dan kemanusiaan.
2)
Ilmu
pengetahuan dan teknologi dikembangkan dengan mengacu pada aturan Allah Swt.
Artinya, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak boleh dilakukan
dalam bidang yang diharamkan Allah Swt. seperti sihir dan tenung serta dengan
cara yang dilarang oleh agama seperti merusak alam dengan limbah berbahaya.
3)
Ilmu
pengetahuan dan teknologi dikembangkan untuk menopang tugas manusia sebagai
khalifah Allah Swt. di bumi. Artinya, ilmu pengetahuan dan teknologi
dikembangkan sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah Swt. dan memakmurkan bumi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Allah Swt. mengutus manusia di bumi ini sebagai
khalifah-Nya. Manusia mendapat tugas untuk memakmurkan bumi ini dan tidak menyebabkan
kerusakan di atasnya.
Dengan
demikian, keberadaan kita di muka bumi ini tidak dapat disiasiakan untuk
hal-hal yang tidak berguna. Oleh karena itu, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi harus dimaksimalkan untuk melaksanakan tugas yang diamanahkan kepada
kita sebagai manusia.
BAB III
KESIMPULAN
Allah
Swt. dan rasul-Nya menganjurkan umat Islam bertoleransi dalam bidang muamalah,
yaitu hal-hal yang menyangkut kemanusiaan dan tolong-menolong. Misalnya
bersama-sama membangun jembatan, menengok ketika ada yang jatuh sakit,
bergotong royong membangun rumah, menolong pemeluk agama lain yang tertimpa
musibah, dan kegiatan masyarakat lainnya. Hal ini dicontohkan Rasulullah yang
menghormati jenazah Yahudi yang lewat dihadapannya. Namun, dalam bertoleransi
kita tidak boleh mencampuradukkan masalah akidah. Akidah merupakan bagian
esensial atau inti dari suatu agama. Agar tidak terjadi kebiasaan mencampuraduk
akidah Allah menurunkan Surah al-Ka-firu-n [109] sebagai pedoman dalam
bertoleransi tersebut.
Asbabun
nuzul ayat ini menurut para ahli tafsir adalah berkaitan dengan sikap
melapangkan dalam bermajelis. Ibnu ‘Abbas memberi penjelasan tentang sebab
turunnya ayat ini. Menurutnya, turunnya ayat ini bertepatan ketika Rasulullah
saw. dan para sahabat sedang berada dalam majelis kemudian datang Sabit bin
Qais. Oleh karena pendengaran Sabit sudah agak terganggu, ia memilih masuk dalam
majelis dan mendekati Rasulullah saw. Di antara para sahabat ada yang secara
sukarela memberikan kesempatan, tetapi ada juga yang menolak.
Ilmu
pengetahuan terkini menyebutkan adanya suatu teori yang diterima oleh hampir
semua ilmuwan dunia, yaitu teori Big Bang atau Dentuman Besar. Teori ini
menyatakan bahwa alam semesta ini pada awalnya adalah suatu materi yang sangat
kecil dan dikenal sebagai sop kosmos. Oleh karena kecilnya, lebih kecil dari
ukuran atom maka dapat dianggap sebagai tidak ada. Dari materi kecil yang
diciptakan Allah itulah, alam semesta ini terbentuk. Allah Swt. memisahkan
materi itu hingga terbentuk ruang dan waktu. Peristiwa ini menurut ukuran ilmu
astronomi terjadi sekitar dua belas miliar tahun yang lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar