Kamis, 05 November 2015

makalah evaluasi pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berangkat dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan aktivitas sadar yang dilakukan oleh manusia guna membangun pribadi individu, masyarakat, bangsa dan negaranya menjadi lebih baik. Salah satu pendukung yang melatar belakangi baik buruknya sebuah pendidikan terlihat pada kurikulum pendidikan yang digunakan.
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Kurikulum pendidikan dibangun atas dasar kebutuhan bangsa juga masa yang memungkinkan adanya perbaikan apabila diperlukan. Dalam pendidikan, kurikulum pada hakikatnya bertujuan memudahkan mencapai tujuan pendidikan. Sebagaimana diketahui bahwa dalam kurikulum setidaknya memiliki 4 unsur utama, yaitu tujuan, isi, metode dan evaluasi.
Dalam perubahan dan perbaikannya kurikulum Indonesia khususnya sudah mengalami beberapa kali perbaikan, dari semenjak tahun 1947 sampai tahun 2013 sekarang ini. Adapun kurikulum baru yang sempat diusungkan adalah bernama kurikulum 2013 atau umum juga disebut kurtilas.
Setiap kurikulum memiliki cara penilaian yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan minimalnya oleh pendekatan yang dilakukan dalam kurikulum tersebut. Kurikulum 2013 misalnya, yang mengedepankan pendekatan scientific, yang tentu saja memiliki kriteria penilaian yang berbeda dengan kurikulum-kurikulum yang sudah ada sebelumnya.
Keluasan penilaian yang terdapat dalam kurikulum 2013 menunjukkan adanya satu tujuan besar yang hendak dicapai di dalamnya. Namun, harus benar-benar dipahami tentunya oleh seluruh komponen pendidikan khususnya guru mengenai hal tersebut. Maka, oleh karena pentingnya memahami penilaian kurikulum 2013, dalam makalah penulis bermaksud menguraikan tentang Standar Penilaian dalam Kurikulum 2013.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari penilaian kurikulum 2013?
2.      Apa prinsip dari penilaian kurikulum 2013?
3.      Apa saja jenis penilaian kurikulum 2013?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari kurikulum 2013.
2.      Untuk mengetahui prinsip penilaian dari kurikulum 2013.
3.      Untuk mengetahui jenis penilaian kurikulum 2013.







BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian penilaian kurikulum 2013
     Secara umum dipahami bahwa penilaian adalah memberikan suatu nilai terhadap suatu objek yang dilihat, dirasa, diamati dan sebagainya. Nana Sudjana (2012: 3), menjelaskan bahwa untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Misalnya, untuk dapat mengatakan baik, sedang, kurang, diperlukan ketentuan atau ukuran yang jelas bagaimana yang baik, yang sedang dan yang kurang. Ukuran itulah yang dinamakan kriteria.
     Sehingga, dari sini dapat dipahami bahwa penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Lebih lanjut lagi Sudjana menjelaskan bahwa proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi dan yang diakhiri dengan judgment. Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu.
     Maka, dapat dipahami bahwa penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku siswa, yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor atau dalam kurikulum 2013 cakupannya adalah perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan intruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang ingin dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.
     Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya, Mohammad Nuh sebagai pemangku kebijakan tertinggi mengatakan bahwa “standar penilaian pada kurikulum baru tentu berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Karena tujuan dan kurikulum 2013 adalah mendorong siswa aktif dalam tiap materi pembelajaran, maka salah satu komponen nilai siswa adalah jika si anak banyak bertanya.”
     Tentunya banyak lagi komponen penilaian dalam kurikulum ini, seperti proses dan hasil observasi siswa terhadap suatu masalah yang diajukan guru, kemudian, kemampuan siswa menalar suatu masalah juga menjadi komponen penilaian sehingga anak terus diajak untuk berpikir logis, dan yang terakhir adalah kemampuan anak berkomunikasi melalui presentasi mengenai tema yang dibahas di kelas.
     Adapun definisi standar penilaian pendidikan dijelaskan dalam Lampiran Permen Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik. Definisi tersebut juga senada dengan definisi standar penilaian pendidikan yang dijelaskan oleh E. Mulyasa (2009: 43).
B.  Prinsip penilaian kurikulum 2013
     Dalam Lampiran Permen yang di atas, lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam penilaian hasil belajar peserta didik, harus meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.
2.    Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran dan berkesinambungan.
3.    Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.
4.    Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5.    Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
6.    Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan kriteria (PAK). PAK (Penilaian Acuan Kriteria) atau disebut juga PAP (Penilaian Acuan Patokan) merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik.
C.    Jenis Penilaian kurikulum 2013
1.      Penilaian aspek kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:[1]
a)    Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Tidaklah terlalu sukar untuk menyusun item tipe ini.Malahan para penyusun tes hasil belajar, secara tidak sengaja tergelincir atau terperosok masuk ke dalam kawasan ini.
Dilihat dari segi bentuknya, tes yang paling banyak dipakai untuk mengungkapkan aspek pengetahuan adalah tipe melengkapi, tipe isian dan tipe benar salah.Karena lebih mudah menyusunnya.Orang banyak memilih tipe benar salah.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
b)   Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.  Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
c)    Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
d)   Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
e)    Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
f)    Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
2.      Penilaian aspek afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar.Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks.[2] (1) receiving(2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaanseseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek.Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving.Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena,  yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik.Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai  lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan  suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana.Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Secara skematik kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas, menurut A.J Nitko (1983) dapat di gambarkan sebagai berikut: 
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon,  Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif  seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral.Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang.Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi.Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya.Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.Oleh sebab itu, sikap   selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu.Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert.Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.

3.      Penilaian aspek psikomotorik
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Hasi belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan menurut agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil psikomotor yang  merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif afektif itu adalah;
a)         peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain;
b)        peseta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan;
c)         peserta didik dapat memberikan penejelasan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat;
d)        peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat;
e)         peserta didik dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran di mulai, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag dalam mengikuti pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah, dan lain-lain;
f)         peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam mennjalannkan ibadah shalat, ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain;
g)        peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri waktu membeli karcis, dan lain-lain, dan
h)        peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati peraturan lalu lintas, dan sebagainya.






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
     Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku siswa, yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor atau dalam kurikulum 2013 cakupannya adalah perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan intruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang ingin dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.
     Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya, Mohammad Nuh sebagai pemangku kebijakan tertinggi mengatakan bahwa “standar penilaian pada kurikulum baru tentu berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Karena tujuan dan kurikulum 2013 adalah mendorong siswa aktif dalam tiap materi pembelajaran, maka salah satu komponen nilai siswa adalah jika si anak banyak bertanya.”
     Dalam Lampiran Permen yang di atas, lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam penilaian hasil belajar peserta didik, harus meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.
2.    Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran dan berkesinambungan.
3.    Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.
4.    Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5.    Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
6.    Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.

Jenis-jenis penilaian pada kurikulum 2013 ada 3 yaitu
1.      penilaian aspek kognitif
2.      penilaian aspek afektif
3.      penilaian aspek psikomotorik















[1]Soekartawi, Monitoring dan Evaluasi Proyek Pendidikan, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), 57.
[2] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011), 30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar