BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dalam pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berangkat
dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan aktivitas
sadar yang dilakukan oleh manusia guna membangun pribadi individu, masyarakat,
bangsa dan negaranya menjadi lebih baik. Salah satu pendukung yang melatar
belakangi baik buruknya sebuah pendidikan terlihat pada kurikulum pendidikan
yang digunakan.
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan
untuk membelajarkan siswa. Kurikulum pendidikan dibangun atas dasar kebutuhan
bangsa juga masa yang memungkinkan adanya perbaikan apabila diperlukan. Dalam
pendidikan, kurikulum pada hakikatnya bertujuan memudahkan mencapai tujuan
pendidikan. Sebagaimana diketahui bahwa dalam kurikulum setidaknya memiliki 4
unsur utama, yaitu tujuan, isi, metode dan evaluasi.
Dalam
perubahan dan perbaikannya kurikulum Indonesia khususnya sudah mengalami
beberapa kali perbaikan, dari semenjak tahun 1947 sampai tahun 2013 sekarang
ini. Adapun kurikulum baru yang sempat diusungkan adalah bernama kurikulum 2013
atau umum juga disebut kurtilas.
Setiap
kurikulum memiliki cara penilaian yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
minimalnya oleh pendekatan yang dilakukan dalam kurikulum tersebut. Kurikulum
2013 misalnya, yang mengedepankan pendekatan scientific, yang tentu saja
memiliki kriteria penilaian yang berbeda dengan kurikulum-kurikulum yang sudah
ada sebelumnya.
Keluasan
penilaian yang terdapat dalam kurikulum 2013 menunjukkan adanya satu tujuan
besar yang hendak dicapai di dalamnya. Namun, harus benar-benar dipahami
tentunya oleh seluruh komponen pendidikan khususnya guru mengenai hal tersebut.
Maka, oleh karena pentingnya memahami penilaian kurikulum 2013, dalam makalah
penulis bermaksud menguraikan tentang Standar Penilaian dalam Kurikulum 2013.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari
penilaian kurikulum 2013?
2.
Apa prinsip dari penilaian
kurikulum 2013?
3.
Apa saja jenis penilaian
kurikulum 2013?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian dari kurikulum 2013.
2.
Untuk mengetahui prinsip penilaian
dari kurikulum 2013.
3.
Untuk mengetahui jenis
penilaian kurikulum 2013.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian penilaian kurikulum 2013
Secara
umum dipahami bahwa penilaian adalah memberikan suatu nilai terhadap suatu
objek yang dilihat, dirasa, diamati dan sebagainya. Nana Sudjana (2012: 3),
menjelaskan bahwa untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek
diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Misalnya, untuk dapat mengatakan baik,
sedang, kurang, diperlukan ketentuan atau ukuran yang jelas bagaimana yang
baik, yang sedang dan yang kurang. Ukuran itulah yang dinamakan kriteria.
Sehingga,
dari sini dapat dipahami bahwa penilaian adalah proses memberikan atau
menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Lebih lanjut lagi Sudjana menjelaskan bahwa proses pemberian nilai tersebut
berlangsung dalam bentuk interpretasi dan yang diakhiri dengan judgment.
Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian yang
mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam
konteks situasi tertentu.
Maka,
dapat dipahami bahwa penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai
terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal
ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa. Hasil
belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku siswa, yang
mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor atau dalam kurikulum 2013
cakupannya adalah perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Oleh sebab itu,
dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan intruksional yang berisi rumusan
kemampuan dan tingkah laku yang ingin dikuasai siswa menjadi unsur penting
sebagai dasar dan acuan penilaian.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya, Mohammad Nuh sebagai pemangku kebijakan
tertinggi mengatakan bahwa “standar penilaian pada kurikulum baru tentu berbeda
dengan kurikulum sebelumnya. Karena tujuan dan kurikulum 2013 adalah
mendorong siswa aktif dalam tiap materi pembelajaran, maka salah satu komponen
nilai siswa adalah jika si anak banyak bertanya.”
Tentunya banyak
lagi komponen penilaian dalam kurikulum ini, seperti proses dan hasil observasi
siswa terhadap suatu masalah yang diajukan guru, kemudian, kemampuan siswa
menalar suatu masalah juga menjadi komponen penilaian sehingga anak terus
diajak untuk berpikir logis, dan yang terakhir adalah kemampuan anak
berkomunikasi melalui presentasi mengenai tema yang dibahas di kelas.
Adapun
definisi standar penilaian pendidikan dijelaskan dalam Lampiran Permen Nomor 66
Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, adalah kriteria mengenai
mekanisme, prosedur dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik.
Definisi tersebut juga senada dengan definisi standar penilaian pendidikan yang
dijelaskan oleh E. Mulyasa (2009: 43).
B. Prinsip penilaian kurikulum 2013
Dalam
Lampiran Permen yang di atas, lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam penilaian
hasil belajar peserta didik, harus meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.
2.
Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu
dengan kegiatan pembelajaran dan berkesinambungan.
3.
Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporannya.
4.
Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5.
Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal
sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
6.
Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Pendekatan penilaian yang digunakan adalah
penilaian acuan kriteria (PAK). PAK (Penilaian Acuan Kriteria) atau disebut
juga PAP (Penilaian Acuan Patokan) merupakan penilaian pencapaian kompetensi
yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria
ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan
mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung,
dan karakteristik peserta didik.
C. Jenis Penilaian kurikulum 2013
1.
Penilaian aspek kognitif
Ranah
kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk
didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam
aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan
jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:[1]
a) Pengetahuan/hafalan/ingatan
(knowledge)
Adalah
kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau
mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya,
tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan
adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Tidaklah
terlalu sukar untuk menyusun item tipe ini.Malahan para penyusun tes hasil
belajar, secara tidak sengaja tergelincir atau terperosok masuk ke dalam
kawasan ini.
Dilihat
dari segi bentuknya, tes yang paling banyak dipakai untuk mengungkapkan aspek
pengetahuan adalah tipe melengkapi, tipe isian dan tipe benar salah.Karena
lebih mudah menyusunnya.Orang banyak memilih tipe benar salah.
Salah
satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya:
Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan
tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar
dan jelas.
b) Pemahaman
(comprehension)
Adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan
dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan
memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian
yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan atau hafalan.
Salah
satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya:
Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan
tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar
dan jelas.
c) Penerapan
(application)
Adalah
kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah
merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah
satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik
mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam
dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat.
d) Analisis
(analysis)
Adalah
kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.Jenjang
analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh:
Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata
dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan
sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
e) Sintesis
(syntesis)
Adalah
kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis.
Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur
secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau
bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi
daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang
sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya
kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
f) Penilaian/penghargaan/evaluasi
(evaluation)
Adalah
merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi
Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Salah
satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu
menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang
berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang
akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada
akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan
perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
2.
Penilaian aspek afektif
Ranah afektif adalah ranah
yang berkaitan dengan sikap dan nilai.Ranah afektif mencakup watak perilaku
seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.Beberapa pakar mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah
memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri
hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah
laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam,
kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya
yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di
terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam
dan sebagainya.
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif
sebagai hasil belajar.Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau
sederhana sampai tingkat yang kompleks.[2]
(1) receiving(2) responding (3) valuing (4) organization
(5) characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah
kepekaanseseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang
kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk
dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima
stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang
dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai
kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek.Pada jenjang ini
peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang
di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau
meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif
jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan,
sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (=
menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan
menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut
sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang
receiving.Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam
lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing
(menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau
memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada
receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta
didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang
telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini
berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai
di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah
stabil dalam peserta didik.Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah
tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin,
baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization
(=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai
sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.
Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu
sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang
telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta
didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak
presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi
nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu
telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi
emosinya.Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin
peserta didik telah benar-benar bijaksana.Ia telah memiliki phyloshopphy of
life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem
nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama,
sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten
dan dapat diramalkan.Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa
telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah
SWT yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah,
dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Secara skematik kelima jenjang afektif
sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas, menurut A.J Nitko
(1983) dapat di gambarkan sebagai berikut:
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya
ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
Menerima (memperhatikan), Merespon,
Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah
afektif seseorang terhadap kegiatan
suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni
mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral.Sikap pada hakikatnya adalah
kecenderungan berperilaku pada seseorang.Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi,
afeksi, dan konasi.Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek
yang dihadapinya.Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek
tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap
objek tersebut.Oleh sebab itu, sikap
selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan
untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya,
melalui rentangan nilai tertentu.Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan
dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan
adalah skala Likert.Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan,
baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat
setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
3.
Penilaian aspek
psikomotorik
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu.Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan
dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan
sebagainya.Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang
menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu.Hasil belajar psikomotor ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu)
dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk
kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Hasi belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan
menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan
perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam
ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan menurut agama Islam
sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan terdahulu, maka wujud nyata dari
hasil psikomotor yang merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif
afektif itu adalah;
a)
peserta didik bertanya kepada guru pendidikan
agama Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh
Rosulullah SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain;
b)
peseta didik mencari dan membaca buku-buku,
majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas
tentang kedisiplinan;
c)
peserta didik dapat memberikan penejelasan
kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah
atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan diterapkan, baik
di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat;
d)
peserta didik menganjurkan kepada teman-teman
sekolah atau adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah
maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat;
e)
peserta didik dapat memberikan contoh-contoh
kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran di mulai,
tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag dalam mengikuti
pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh
sekolah, dan lain-lain;
f)
peserta didik dapat memberikan contoh
kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam
mennjalannkan ibadah shalat, ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan
rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain;
g)
peserta didik dapat memberikan contoh
kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu
lalu lintas, tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri waktu membeli
karcis, dan lain-lain, dan
h)
peserta didik mengamalkan dengan konsekuen
kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam
menaati peraturan lalu lintas, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penilaian
hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang
dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang
dinilai adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku siswa, yang mencakup bidang kognitif, afektif dan
psikomotor atau dalam kurikulum 2013 cakupannya adalah perubahan sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar,
peranan tujuan intruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang
ingin dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya, Mohammad Nuh sebagai pemangku kebijakan
tertinggi mengatakan bahwa “standar penilaian pada kurikulum baru tentu berbeda
dengan kurikulum sebelumnya. Karena tujuan dan kurikulum 2013 adalah
mendorong siswa aktif dalam tiap materi pembelajaran, maka salah satu komponen
nilai siswa adalah jika si anak banyak bertanya.”
Dalam
Lampiran Permen yang di atas, lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam penilaian
hasil belajar peserta didik, harus meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.
2.
Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu
dengan kegiatan pembelajaran dan berkesinambungan.
3.
Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporannya.
4.
Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5.
Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal
sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
6.
Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Jenis-jenis penilaian pada
kurikulum 2013 ada 3 yaitu
1.
penilaian aspek kognitif
2.
penilaian aspek afektif
3.
penilaian aspek
psikomotorik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar