PELAKSANAAN IBADAH HAJI
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Materi Pendidikan Agama Islam Madrasah Tsanawiyah

Dosen Pembimbing :
Dr. H. Moch. Tolchah, M.Ag
Disusun oleh :
SHINTA AKHLAKUL K. (D71213135)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN
PENDIDIKAN ISLAM
PRODI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Haji termasuk ibadah yang telah di kenal pada
syariat agama-agama terdahulu, sebelum islam. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
membangun ka’bah sebagai rumah ibadah untuk menyembah Allah semata-mata dan
beliau menyeru manusia untuk berhaji ke bait Allah tersebut. Orang-orang
mematuhi seruannya dan dan datang dari berbagai dari penjuru dan mempelajari
dasar-dasar agama tauhid.
Agama Nabi Ibrahim pun berkembang di jazirah Arabia
dari setiap qabilah datang berhaji mengagungkan kehormatan bait Allah menurut
ketentuan yang di gariskan. Akan tetapi, setelah berlangsung cukup lama,
ternyata keadaan itu pun mengalami perubahan. Ketentuan-ketentuan agama
berangsur-angsur dilupakan, bercampur atau berganti dengan bentuk-bentuk lain.
Karena terpengruh oleh agama bangsa-bangsa lain, mereka pun ikut menyembah
berhala. Di dalam dan disekitarnya terdapat patung sembahan yang berasal dari
luar Arabia.
Ketika islam datang, sebagian agama yang ada di
dunia ini telah dikenal di jazirah Arabia. Namun, masih tersisa sedikit
kenangan tentang agama Ibrahim, terutama mengenai ibadah haji yang memang
menonjol pada agama lama itu. Ibadah ini masih dilaksanakan tetapi telah banyak
bercampur dengan bid’ah dan khurafat.[1]
Setelah islam cukup kuat, Nabi SAW melakukan haji
wada’ pada tahun 10 H bersama dengan puluhan ribu umatnya. Dalam ibadah itu
Rasulullah melakukan perombakan terhadap tata acara yang waktu itu dikenal
dengan mengembalikan segala syiar, ketentuan dan adab-adabnya kepada bentuk
semula seperti pada zaman Ibrahim dan Ismail as. Umat yang turut berhaji
bersamanya ketika itu benar-benar memperhatikan dan mengikuti contoh dan
petunjuk yang beliau berikan dalam pelakasnaan ibadah haji itu. Kemudian,
praktik Nabi saw yang dipedomani pada setiap pelaksaan ibadah selanjutnya.
B. Rumusan masalah
1. Apa
pengertian ibadah haji?
2. Apa
syarat ibadah haji?
3. Bagaimana
cara pelaksanaan haji?
4. Apa
saja macam-macam ibadah haji?
5. Apa
hikmah dari ibadah haji?
6. Apa
dam dan denda dalam ibadah haji?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian ibadah haji.
2. Untuk
mengetahui syarat ibadah haji dan umrah.
3. Untuk
mengetahui cara pelaksaan haji.
4. Untuk
mengetahui macam-macam ibadah haji.
5. Untuk
mengetahui hikmah dari ibadah haji.
6. Untuk
mengetahui dam dan denda dalam ibadah haji.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ibadah haji dan umrah
Haji,
(al-hajju) dalam bahasa arab berarti
al-qashdu yaitu menyengaja atau menuju. Dalam istilah syara’ al-hajj berarti
sengaja mengujungi ka’bah untuk melakukan ibadah tertentu.
Pergi
haji adalah berkunjung ke tanah suci, untuk melaksanakan serangkaian amal
ibadah sesuai dengan syarat rukunnya. Ibadah haji merupakan rukun islam yang ke
lima. Jadi wajib bagi bagi orang islam yang berakal, telah baligh, merdeka dan
mampu melaksnakannya. Pergi haji di tetapkan sebagai kewajiban, sejak tahun
kelima hijriyah.[2]
Ibadah
haji termasuk rukun islam, yang diwajibkan sekali seumur hidup berdasarkan
dalil Al-Qur’an surat Ali imran ayat 97 :
Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di
antaranya) maqam Ibrahim[215]; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Ali Imran [3]:215-216).[3]
B. Syarat ibadah haji
Syarat ibadah haji adalah sekumpulan ketentuan yang
terdapat pada diri seseorang sehingga ia terkena kewajiban ibadah haji.
Syarat-syarat haji adalah:[4]
1. Islam,
seperti ibadah lainnya, haji tidak wajib dan tidak sah dilaksanakan oleh orang kafir.
2. Baligh
(dewasa)
3. Aqil/berakal
(anak-anak dan orang dewasa tidak dikenakan taklif)
4. Merdeka,
sebab tuan seorang budak berhak atas manfaat dirinya dan membebankan kewajiban
haji atas budak dapat merugikan kepentingan tuannya.
5. Istitho’ah
atau mampu, Allah menyatakan bahwa haji adalah bagi mereka yang mampu. Para
ulama menafsirkan kemampuan (istitha’ah) dengan:
a) Tersedianya
bekal untuk perjalanan pergi dan kembali serta selama berada di tanah suci.
b) Tersedianya
kendaraan, baik dengan memiliki atau dengan menyewa dengan harga atau sewa yang
pantas. Akan tetapi, kendaraan ini hanya disyaratkan bagi mereka yang tempat
tinggalnya berjarak sejauh dua marhalah atau lebih dari makkah, sedangkan bagi
orang yang jaraknya kurang dari itu,
kendaraan hanya disyaratan bila ia tidak mampu berjalan kaki. Kemampuan
atas bekal dan kendaran ini harus di perhitungkan dari kelebihan hartanya dari
pembayar hutangnya, keperluan belanja, pakaian, tempat tinggal, serta pelayanan
bagi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya selama ia bepergian.
c) Aman
diperjalanan, artinya tidak ada ancamaan yang berarti terhadap jiwa ,
kehormatan dan hartanya. Khusus untuk keamanan diri dan kehormatan perempuan
diperlukan pula adanya orang yang mendampingi misalnya suami, mahram, atau beberapa
orang perempuan lainnya. Namun apabila jalan benar-benar aman. Maka perempuan
dbenarkan melakukan perjalanan haji tanpa teman.
d) Memungkinan
melakukan perjalanan, orang yang lumpuh atau telah terlalu tau, sehingga tidak
sanggup mengerjakan haji wajib mengupah orang lain melakukan ibadah haji atas
namanya, bila ia mempunyai harta.
C. Cara pelaksaan haji
Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dalam
melaksanakan ibadah haji, ada tiga macam yaitu fardhu, wajib, sunnah. Disini
ada perbedaan antara fardhu dan wajib haji. Apabila salah satu pekerjaan yang
fadhu itu tidak dikerjakan jika wajib haji itu ada yang tertinggal maka dapat
diganti dengan dam.[5]
Rukun haji ada 6 yaitu:[6]
1. Ihram,
yaitu berniat untuk memulai ibadah haji
2. Wuquf
di arafah
3. Thawaf
di bait Allah
4. Sa’I
antara shafa dan marwah
5. Bercukur
atau memotong rambut sebagai tahallul
6. Tertib.
Wajib haji yaitu:
1. Melakukan
ihram dari miqat
2. Melempar
jumrah
3. Bermalam
di mina
4. Thawaf
al-wada’
5. Menghindari
segala yang di haramkan dalam ihram.
Sunnah
haji yaitu:[7]
1. Melakukan
haji dengan ifrad
2. Talbiyah
3. Thawaf
al-qudum
4. Bermalam
di muzdalifah
5. Sholat
thowaf dua roka’at.
Pelaksanaan
haji adalah sebagai berrikut:
1. Ihram
Yang
dimaksud dengan ihram adalah berniat untuk memulai ibadah haji. Melakukan ihram
dari miqat merupakan salah satu wajib haji. Miqat ada dua macam yaitu miqat
zamani dan miqat makani.[8]
Miqat
zamani adalah batas yang telah ditentukan berdasarkan waktu. Yakni mulai bulan
syawal sampai terbit fajar tanggal 10 dzulhijjah. Maksudnya hanya pada masa
itulah ibadah haji bisa dilaksanakan.[9]
Miqat
makani adalah tempat-tempat yang ditentukan untuk memulai ihram, menurut daerah
asal atau arah datangnya dalam perjalanan ke mekkah. Orang yang datang dari
madinah, ihram di zu al-hulaifah, yang datang dari syam ihram di jahfah, yang
datang dari najd di qarn dan yang datang dari yaman ihram di yalamlam.[10]
Untuk
orang yang datang dai Iraq dan khurasan, miqatnya adalah zatu irq. Sebagian ulama
mengatakan bahwa miqat ini ditetapkan berdasarkan ijtihad umar.
Orang
yang dalam perjalanannya tidak melewati salah satu miqat ini, maka miqatnya
ialah tempat yang setentang dengan miqat terdekat dengan jalan yang dilaluinya.
Dalam ijtihad untuk menentukan miqat orang Iraq, umar ra menetapkan zatu irrq
dengan pertimbangan bahwa tempat itu setentang dengan qarn, miqat terdekat dari
jalan orang Iraq.
Bagi
orang yang bertempat tingal atau bermukim di makkah miqatnya adalah kota makkah
itu sendiri sedangkan orang tinggal diluar makkah tetapi tidak melampaui salah
satu dari miqat tersebut di atas, maka miqatnya aalah desanya sendiri, dan
mereka ihram dari tempat tinggalnya.
Seperti
yang telah di temukan di atas, ketentuan berihram dari miqat ini termasuk wajib
haji. Oleh karena itu, barenag siapa yang meniggalkan tanpa uzur, dan berihram
setelah melampaui miqatnya baik sengaja ataupun karen alupa maka ia wajib
kembali ke miqat sebelum melakukan nusuk (ibadah yang dlakukan dalam rangka
haji).
Saat
ihram harus memakai pakaian putih. Mengenai pakaian ihtam ditentukan sebagai
berikut:[11]
a) Pakaian
ihram bagi pria hanya terdiri dari dua halai kain yang tida berjahit.
Disunnahkan yang berwarna putih. Satu helai kain dipakai sebagai sarung dan
satu helai lainnya diselendangkan di bahu. Dengan demikian tidak boleh memakai
baju, celana, sepatu yang menutupi tumit dan tutup kepala yang melekat seperti
topi atau kopiah. Kecuali ada luka yang harus di perban sebagian atau seluruh
kepala.
b) Pakaian
ihram bagi wanita adalah pakaian yang dapat menutupi seluruh tubuhnya, kecuali
muka dan kedua telapak tangan (yakni mulai pergelangan tangan sampai ujung
jari). Dengan demikian saat ihram wanita tidak boleh memakai sarung tangan dan
cadar.
Dalam
melakukan ihram ada berberapa hal yang sunnah dikerjakan yaitu:[12]
1) Mandi,
sekalipun dia perempuan yang sedang haid atau nifas.
2) Menanggalkan
pakaian berjahit yang sedang di pakaian nya.
3) Memakai
izar (sarung), rida’ (selendang) dan sandal.
4) Memakai
wangi-wangian pada tubuhnya.
5) Melakukan
sholat dua roka’at.
Setelah
melakukan hal-hal ini barulah ihram dilakukan dengan berniat melakukan haji,
sambil mengucapkan talbiyah. Selanjutnya, selama berihram disunnahkan
mengucapan talbiyah sebanyak banyaknya terutama pada waktu bertemu dengan
teman, ketika mendaki dan menurun, setelah selaesai melakukan shalat, pada awal
malam dan awal siang, di masjid al-Khayf dan di masjid al-Haram.
Tuntuna talbiyah
ini baru berakhir setelah melempar jumrah al-Aqabah. Bagi laki-laki sunnah
bertalbiyah dengan suara nyaring, tetapi bagi perempuan mengucapkan dengan
pelan sekedar terdengar olehnya sendiri. Setelah selesai bertalbiyah
disunnahkan pula membaca sholawat bagi Nabi, memohonkan keridhaan Allah dan
surge-Nya, serta meminta perlindungan dari neraka dan setelah itu berdoa
menurut kehendaknya sendiri.
Sebaliknya, ada pula beberapa perbuatan
yang haram dilakukan selama ihram, dan orang yang melanggarnya wajib membayar
fidyah. Larangan tersebut ialah:[13]
1) Mencukur
rambut
2) Menyisir
dan meminyaki rambut, karena perbuatan menghias diri tidak sesuai dengan
keadaan ibadah. Bila rambutnya ada yang gugur ketika ia menyisirnya, maka ia
dikenakan kewajiban fidyah
3) Memeotong
kuku, hal ini di qiyaskan kepada mencukur rambut, berdasarkan persamaan bahwa
keduanya merupakan perbuatan menghaisa diri. Jadi, pelanggaran atas ketentuan
ini pun dikenakan kewajiban fidyah.
4) Menutupi
kepala bagi laki-laki dan menutupi muka bagi perempuan.
5) Memakai
pakaian berjahit.
6) Melakukan
aqad nikah. Orang yang sedang ihram tidak dibenarkan melaksanakan aqad nikah
baik sebagai suami, sebagai wali atau sebagai wakil dari mereka. Para sahabat
ijma’ mengatakan bahwa aqad nikah yang dilakukan ketika ihram itu selain haram
juga tidak sah.
7) Bersetubuh
serta mubasyarah dengan syahwat.
8) Membunuh
binatang buruan. Para ulama ijma’ mengatakan haram membunuh atau menangkap
binatang (termasuk burung) liar. Bila orang yang ihram itu dengan sengaja
membunuh binatang buruan, maka di kenakan kewajiban al-jaza’
Setiap pelanggaran atas
larangan-larangan ini dikenakan kewajiban fidyah, kecuali melakukan aqad nikah,
sebab aqad itu sendiri tidak sah adanya. Namun, pelanggaran itu tidak sampai
membatalkan ihramnya kecuali bila ia bersetubuh sebelum tahallul pertama.
Menurut abu Hanifah ihramnya batal bila ia bersetubuh sebelum wuquf, tetapi
para ulama lainnya mengatakan ihram itu batal dengan bersetubuh sebelum
tahallul pertama, baik sebelum wuquf maupun sesudah wuquf. Perempuan yang
disetubuhi itu juga batal hajinya bila ia rela dan tahu bahwa perbuatan jima’
itu haram, tetapi bila ia dipaksa misalnya, maka hajinya tidak batal. Dalam hal
ini, sekalipun ihramnya telah batal ia tetap wajib meneruskan pelaksanaan
hajinya sampai selesai, dan wajib mengqada’ pada masa berikutnya.
2. Thawaf
Thawaf yang menjadi rukun haji ialah thawaf ifadah.
Selain thawaf ifadah yang menjadi rukun haji ini, masih ada dua thawaf yang
berkaitan denan pelaksanaan haji, yaitu thawaf qudum, sunnah dilakukan ketika
tiba di Makkah dan thawaf wada’ yang di wajibkan ketika hendak meninggalkan
kota suci itu. Thawaf artinya mengelilingi bait Allah sebanyak tujuh kalo
dengan memenuhi beberapa syarat, yaitu:[14]
1) Menutup
aurat
2) Thaharah
dari hadats dan najis pada badan, pakaian dan tempat.
3) Menempatkan
bait Allah pada sebelah kirinya
4) Dimulai
dari hajar aswad, artinya pada awal thawaf itu badannya berada setentang hajar
al-aswad.
5) Thawaf
itu dilakukan di dalam masjid tetapi di luar bait Allah.
3. Sa’i
Sa’i
adalah lari-lari kecil atau jalan cepat antara bukit shofa dan marwah. Sa’I
merupakan rukun haji. Dalam mengerjakan sa’I harus di perhatikan ketentuan
sebagai berikut:
a. Sa’I
harus dikerjakan setelah melakukan tahwaf. Bila sa’I tidak dikerjakan setelah
thawaf qudum maka ia dikerjakan setelah thawaf ifadhah.
b. Tertib,
dimulai dari bukit Shafa
c. Sa’I
mesti dilakukan tujuh kali, dengna ketentuan bhwa perjalanan dari shafa ke
marwah dihitung satu kali, dan berikutnya dari shaf ke marwah pun demikian.
4. Wuquf
Wuquf
di arafah adalah berhenti di pada Arafah sejak tergenlincirnya matahari pada
tanggal 9 dzulhijjah sampai terbit terbit fajar pada tanggal 10 dzulhijjah.
Untuk melakukan wuquf ini sunnah melakukan:[15]
a. Mandi,
menurut riwayat nafi’ dari ibn umar bahwa Nabi madni ketika pergi ke Arafa.
b. Berwuquf
di dekat al-sakhrat, jabal ar-Rahmah, yakni tempat nabi melakukan wuqufnya.
c. Menghadap ke qiblat.
d. Memperbanyak
berdoa
e. Mengangkat
tangan ketika berdoa.
5. Bermalam
di Muzdalifah
Waktu
bemalam di muzdalifah ialah pada malam hari nahar, setelah selesai melakukan
wuquf di Arafah. Dalam beberapa riwayat tersebut bahwa nabi bertolak dari
arafah setelah terbenam matahari berjalan dengan tenang tetapi tempat-tempat
lapang beliau mempercepat jalan kendaraanya dan melakukan sholat maghrib dan
isya’ dengan jama’ di muzdalifah dan tetap di muzdalifah sampai terbit fajar,
kemudian sholat subuh.
Pada
waktu di muzdalifah, disunnahkan mengambil batu-batu untuk melempar jumrah pada
hari sesudahnya. Dengan demikian disunnahkan agar berangkat dari muzdalifah
sebelum matahari terbit, untuk melempar jumrah aqabah di Mina. Setelah matahari
terbit.
6. Melempar
Jumrah
Melempar
jumrah itu termasuk wajib haji. Pada hari nahr 10 dzulhijjah di mina di lakukan
melempar jumrah al-aqabah saja dengan tujuh batu. Sebaliknya pekerjaan ini
dilakukan setelah matahari terbit.
Kemudian
pada hari-hari tasyrik, setiap hari dilakukan melempar tiga jumrah. Mulai dari
yang pertama yang berada di dekat masjid al-khayf, jumrah kedua dan jumran
aqabah masng-masing dengan tujuh batu. Pada setiap kali melempar jumrah
disunnahkan membaca takbir.
Bila
seseorang tidak sanggup melakukan sendiri pekerjaan melempar jumrah karena
sakit misalnya maka ia boleh meminta orang lain menggantikannya.[16]
7. Tahallul
Tahallul adalah mencukur atau memotong rambut
sebagai tanda seleainya melaksanakan serangkaian kegiatan dalam ibadah haji.
Sedikitnya memotong tiga helai.
Larangan yang tidak boleh dikerjakan selama berihram
baru menjadi halal kembali setelah melakukan tahallul. Tahallul tersebut ada
dua tahap, yaitu yang pertama dengan melakukan dua dari tiga pekerjaan :
melempar jumrah pada hari pada hari nahar, bercukur atau memotong rambut dan
thawaf yang diiringi dengan sa’I, bila ia belum sa’I sebelumnya.[17]
8. Tertib
Yaitu menjalankan rukun haji secara berurutan.
Sebagian ulama mengatakan tertib adalah syarat dalam pekasanaan haji, tetapi
sebagian memasukkanya sebagai rukun. Dalam hal ini tertib berarati melakukan
rukun haji sesuai dengan urutannya. Ihram harus dilakukan sebelum melakukan
yang lainya, wuquf harus lebih dahulu sebelum thawaf ifadhah dan thawaf mesti
lebih dahulu dari sa’I kecuali bila sa’I telah dilakukan setelah thawaf qudum.
D. Macam-macam ibadah Haji
Untuk memahami ketiga cara berhaji ini
lebih lanjut, diuraikan penjelasan masing-masing secara singkat.[18]
1.
Haji Ifrad
Haji Ifrad
artinya haji yang disendirikan (atau umrah yang disendirikan). Keduanya dilaksanakan
secara terpisah, tetai haji dilaksanakan lebih dahulu. Pada saat ihram, jamaah
haji yang berhaji secara ifrad hendaknya berniat dengan “labbaikallah
bihajjin” (ya Allah, saya berniat haji). Dan selama ihram pula hendaknya
seluruh ketentuan haji dilakukan, kecuali setelah selesai melaksanakan haji
ifrad ini, jamaah diperkenankan melaksanakan umrah.
2. Haji
Tamattu’
Haji
tamattu’ ialah cara melaksanakan ibadah haji secara terpisah dengan umrah.
Sesuai dengan arti kata tamattu’ yaitu bersenang-senang atau bersantai, maka
pelaksanaan ibadah haji dengan cara ini pun bersantai, yakni bersenggang waktu
cukup lama antara umrah dan haji. Dalam haji tamattu’ ini umrah lebih
didahulukan. Niat yang dilafadkan adalah “labbaika bi umratin” (Ya
Allah, saya berniat umrah).
Setelah itu
jamaah haji tamattu’ menuju ke mekah untuk melakukan thawaf, sa’i dan memotong
rambut. Hingga di sini mereka berarti telah bertahallul. Mereka melepas pakaian
ihram dan otomatis semua larangan ketika berihram sudah bebas dikerjakan
seperti biasa. Hal ini berlaku sampai tiba waktu ibadah haji. Adapun bila saat
haji tiba, maka mereka harus berihram kembali dari makkah.
3.
Haji Qiran
Arti qiran
adalah menggabung, membersamakan, dalam hal ini membersamakan berihram untuk
melaksanakan haji dan umrah secara seklaigus. Ketika bertalbiyah pelaku haji
qiran mengucapkan “labbaikan bihajin wa umratin” (ya Allah, saya
berniat haji dan umrah). Hal ini diucapkannya ketika berada di miqat.
Sepanjang
berihram hendaknya seluruh ketetapan umrah dan haji diselesaikan hingga
bertahalul dengan memotong rambut setelah jumrah aqabah.
E. Hikmah ibadah haji
Hikmah ibadah haji adalah sebagai
berikut:[19]
1.
Setiap perbuatan dalam ibadah haji
sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya
adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap
diri kepada Allah Yang Maha Agung.
2.
Memperteguh iman dan takwa kepada
allah SWT karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu’an
3.
Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid
yang tinggi
4.
Ibadah haji adalah sebagai tindak
lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang mulia.
5.
Ibadah haji adalah merupakan
pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi umat yang satu karena mempunyai
persamaan atau satu akidah.
6.
Ibadah haji merupakan muktamar
akbar umat islam sedunia, yang peserta-pesertanya berdatangan dari seluruh
penjuru dunia dan Ka’bahlah yang menjadi symbol kesatuan dan persatuan.
7.
Memperkuat fisik dan mental, kerena
ibadah haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik
yang kuat, biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam
menghadapi segala godaan dan rintangan.
8.
Menumbuhkan semangat berkorban,
karena ibadah haji maupun umrah, banyak meminta pengorbanan baik harta, benda, jiwa
besar dan pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.
9.
Dengan melaksanakan ibadah haji
bisa dimanfaatkan untuk membina persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia.
F.
Dam
dalam ibadah haji
Dam adalah denda yang harus di
bayar karena meninggalkan wajib Haji atau mengerjakan Haji ‘tamuttu’ dan qiran
atau melakukan larangan ihram.[20]
a.
Larang pada ihram, dam-nya adalah
menyembelih seekor kambing atau bersedekah kepada 6 orang miskin(2mud atau1/2
kg) atau berpuasa 3 hari.
b.
Suami istri bersetubuh dalam
keadaan ihram, dam-nya adalah : Menyembelih seekor unta/sapi atau menyembelih 7
ekor kambing atau memberi makan fakir/miskin senilai harga seekor unta. Bila di
lakukan sebelum tahallul awal maka wajib membayar dam dan juga hajinya batal,
dan bila di lakukan setelah tahallul awal maka wajib membayar dam hajinya sah.
c.
Jama’ah haji yang melaksanakan haji
tamuttu atau qiran, dam nya adalah menyembelih seekor kambing yang sah untuk
qurban atau sepertujuh unta atau sapi bila tak sanggup haru berpuasa 10 hari; 3
hari sewaktu ihram, paling lambat hingga hari raya Haji dan 7 hari di
laksanakan di tanah air.
d.
Akad Nikah di ihram sangksinya
tidak membayar tetapi nikah nya tidak syah.
e.
Berburu, membunuh hewan atau
mencabut/memotong tanaman di tanah haram, dam-nya:
1)
Menyenbelih qurban dengan sebanding
dengan binatang/tumbuhan yang di buru/cabut.
2)
Memberi makan fakir/miskin
senilai dengan binatang yang di buru/di cabut.
BAB III
PENUTUP
Haji,
(al-hajju) dalam bahasa arab berarti
al-qashdu yaitu menyengaja atau menuju. Dalam istilah syara’ al-hajj berarti
sengaja mengujungi ka’bah untuk melakukan ibadah tertentu.
Pergi
haji adalah berkunjung ke tanah suci, untuk melaksanakan serangkaian amal
ibadah sesuai dengan syarat rukunnya. Ibadah haji merupakan rukun islam yang ke
lima. Jadi wajib bagi bagi orang islam yang berakal, telah baligh, merdeka dan
mampu melaksnakannya. Pergi haji di tetapkan sebagai kewajiban, sejak tahun
kelima hijriyah.
Syarat
ibadah haji adalah sekumpulan ketentuan yang terdapat pada diri seseorang
sehingga ia terkena kewajiban ibadah haji.
Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dalam
melaksanakan ibadah haji, ada tiga macam yaitu fardhu, wajib, sunnah. Disini
ada perbedaan antara fardhu dan wajib haji. Apabila salah satu pekerjaan yang
fadhu itu tidak dikerjakan jika wajib haji itu ada yang tertinggal maka dapat
diganti dengan dam.
Hikmah ibadah haji adalah sebagai
berikut: 1. Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia,
contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya adalah bahwa manusia
harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap diri kepada
Allah Yang Maha Agung, 2. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT
karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu’an, 3. Ibadah haji
menambahkan jiwa tauhid yang tinggi, 4. Ibadah haji adalah sebagai tindak
lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang mulia.
[1] Muhibb al-Din
al-Thabrani, al-Qira li Qasidi Ummi al-Qura (Mesir:Bab al-Halabi),
iii-iv.
[2] Syamsul Rijal
Hamid, Buku Pintar Agama Islam (Bogor:Cahaya Salam,2012), 553
[3] Departemen
Agama RI, Al-Qur’an danTerjemahnya (Semarang:
Asy-Syifa, 1991),115
[4] Syamsul, Buku
Pintar, 554.
[5] Khatib
al-Syarbaini, al-Iqna’ fi Halli Alfazi Abi Syuja’,(Beirut: Dar al-Fikr,
1994), 220.
[6] Ibid.
[7] Ibid.,221.
[8] Hamka, Pelajaran
Agama Islam (Jakarta:Bulan Bintang, 1992), 178.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid., 181.
[12] Syamsul, Buku
Pintar, 560.
[13] Ibid.
[14] Muhib al-Din
al-Thabrani, al-Qira. 91.
[15] Abu Ishaq
Al-Syirazi, Al-Muhazzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’I (Semarang: Toha
Putera, 2001), 198.
[16] Ibid.
[17] Ibid., 199.
[18] Syamsul, Buku
Pintar, 562.
[19] Ibid., 557.
[20] Khatib
al-Syarbaini, al-Iqna’ fi Halli, 232.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar