Selasa, 23 Desember 2014

MAKALAH HAJI

PELAKSANAAN IBADAH HAJI

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Materi Pendidikan Agama Islam Madrasah Tsanawiyah

Description: C:\Users\nina\Pictures\Untitled.png

Dosen Pembimbing :
Dr. H. Moch. Tolchah, M.Ag

Disusun oleh :
SHINTA AKHLAKUL K.                            (D71213135)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Haji termasuk ibadah yang telah di kenal pada syariat agama-agama terdahulu, sebelum islam. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail membangun ka’bah sebagai rumah ibadah untuk menyembah Allah semata-mata dan beliau menyeru manusia untuk berhaji ke bait Allah tersebut. Orang-orang mematuhi seruannya dan dan datang dari berbagai dari penjuru dan mempelajari dasar-dasar agama tauhid.
Agama Nabi Ibrahim pun berkembang di jazirah Arabia dari setiap qabilah datang berhaji mengagungkan kehormatan bait Allah menurut ketentuan yang di gariskan. Akan tetapi, setelah berlangsung cukup lama, ternyata keadaan itu pun mengalami perubahan. Ketentuan-ketentuan agama berangsur-angsur dilupakan, bercampur atau berganti dengan bentuk-bentuk lain. Karena terpengruh oleh agama bangsa-bangsa lain, mereka pun ikut menyembah berhala. Di dalam dan disekitarnya terdapat patung sembahan yang berasal dari luar Arabia.
Ketika islam datang, sebagian agama yang ada di dunia ini telah dikenal di jazirah Arabia. Namun, masih tersisa sedikit kenangan tentang agama Ibrahim, terutama mengenai ibadah haji yang memang menonjol pada agama lama itu. Ibadah ini masih dilaksanakan tetapi telah banyak bercampur dengan bid’ah dan khurafat.[1]
Setelah islam cukup kuat, Nabi SAW melakukan haji wada’ pada tahun 10 H bersama dengan puluhan ribu umatnya. Dalam ibadah itu Rasulullah melakukan perombakan terhadap tata acara yang waktu itu dikenal dengan mengembalikan segala syiar, ketentuan dan adab-adabnya kepada bentuk semula seperti pada zaman Ibrahim dan Ismail as. Umat yang turut berhaji bersamanya ketika itu benar-benar memperhatikan dan mengikuti contoh dan petunjuk yang beliau berikan dalam pelakasnaan ibadah haji itu. Kemudian, praktik Nabi saw yang dipedomani pada setiap pelaksaan ibadah selanjutnya.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian ibadah haji?
2.      Apa syarat ibadah haji?
3.      Bagaimana cara pelaksanaan haji?
4.      Apa saja macam-macam ibadah haji?
5.      Apa hikmah dari ibadah haji?
6.      Apa dam dan denda dalam ibadah haji?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian ibadah haji.
2.      Untuk mengetahui syarat ibadah haji dan umrah.
3.      Untuk mengetahui cara pelaksaan haji.
4.      Untuk mengetahui macam-macam ibadah haji.
5.      Untuk mengetahui hikmah dari ibadah haji.
6.      Untuk mengetahui dam dan denda dalam ibadah haji.













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian ibadah haji dan umrah
Haji, (al-hajju) dalam bahasa arab berarti al-qashdu yaitu menyengaja atau menuju. Dalam istilah syara’ al-hajj berarti sengaja mengujungi ka’bah untuk melakukan ibadah tertentu.
Pergi haji adalah berkunjung ke tanah suci, untuk melaksanakan serangkaian amal ibadah sesuai dengan syarat rukunnya. Ibadah haji merupakan rukun islam yang ke lima. Jadi wajib bagi bagi orang islam yang berakal, telah baligh, merdeka dan mampu melaksnakannya. Pergi haji di tetapkan sebagai kewajiban, sejak tahun kelima hijriyah.[2]
Ibadah haji termasuk rukun islam, yang diwajibkan sekali seumur hidup berdasarkan dalil Al-Qur’an surat Ali imran ayat 97 :
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Ali Imran [3]:215-216).[3]



B.     Syarat ibadah haji
Syarat ibadah haji adalah sekumpulan ketentuan yang terdapat pada diri seseorang sehingga ia terkena kewajiban ibadah haji. Syarat-syarat haji adalah:[4]
1.      Islam, seperti ibadah lainnya, haji tidak wajib dan tidak sah dilaksanakan oleh orang kafir.
2.      Baligh (dewasa)
3.      Aqil/berakal (anak-anak dan orang dewasa tidak dikenakan taklif)
4.      Merdeka, sebab tuan seorang budak berhak atas manfaat dirinya dan membebankan kewajiban haji atas budak dapat merugikan kepentingan tuannya.
5.      Istitho’ah atau mampu, Allah menyatakan bahwa haji adalah bagi mereka yang mampu. Para ulama menafsirkan kemampuan (istitha’ah) dengan:
a)      Tersedianya bekal untuk perjalanan pergi dan kembali serta selama berada di tanah suci.
b)      Tersedianya kendaraan, baik dengan memiliki atau dengan menyewa dengan harga atau sewa yang pantas. Akan tetapi, kendaraan ini hanya disyaratkan bagi mereka yang tempat tinggalnya berjarak sejauh dua marhalah atau lebih dari makkah, sedangkan bagi orang yang jaraknya kurang dari itu,  kendaraan hanya disyaratan bila ia tidak mampu berjalan kaki. Kemampuan atas bekal dan kendaran ini harus di perhitungkan dari kelebihan hartanya dari pembayar hutangnya, keperluan belanja, pakaian, tempat tinggal, serta pelayanan bagi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya selama ia bepergian.
c)      Aman diperjalanan, artinya tidak ada ancamaan yang berarti terhadap jiwa , kehormatan dan hartanya. Khusus untuk keamanan diri dan kehormatan perempuan diperlukan pula adanya orang yang mendampingi misalnya suami, mahram, atau beberapa orang perempuan lainnya. Namun apabila jalan benar-benar aman. Maka perempuan dbenarkan melakukan perjalanan haji tanpa teman.
d)     Memungkinan melakukan perjalanan, orang yang lumpuh atau telah terlalu tau, sehingga tidak sanggup mengerjakan haji wajib mengupah orang lain melakukan ibadah haji atas namanya, bila ia mempunyai harta.

C.    Cara pelaksaan haji
Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dalam melaksanakan ibadah haji, ada tiga macam yaitu fardhu, wajib, sunnah. Disini ada perbedaan antara fardhu dan wajib haji. Apabila salah satu pekerjaan yang fadhu itu tidak dikerjakan jika wajib haji itu ada yang tertinggal maka dapat diganti dengan dam.[5]
Rukun haji ada 6 yaitu:[6]
1.      Ihram, yaitu berniat untuk memulai ibadah haji
2.      Wuquf di arafah
3.      Thawaf di bait Allah
4.      Sa’I antara shafa dan marwah
5.      Bercukur atau memotong rambut sebagai tahallul
6.      Tertib.

Wajib haji yaitu:
1.      Melakukan ihram dari miqat
2.      Melempar jumrah
3.      Bermalam di mina
4.      Thawaf al-wada’
5.      Menghindari segala yang di haramkan dalam ihram.
Sunnah haji yaitu:[7]
1.      Melakukan haji dengan ifrad
2.      Talbiyah
3.      Thawaf al-qudum
4.      Bermalam di muzdalifah
5.      Sholat thowaf dua roka’at.
Pelaksanaan haji adalah sebagai berrikut:
1.      Ihram
Yang dimaksud dengan ihram adalah berniat untuk memulai ibadah haji. Melakukan ihram dari miqat merupakan salah satu wajib haji. Miqat ada dua macam yaitu miqat zamani dan miqat makani.[8]
Miqat zamani adalah batas yang telah ditentukan berdasarkan waktu. Yakni mulai bulan syawal sampai terbit fajar tanggal 10 dzulhijjah. Maksudnya hanya pada masa itulah ibadah haji bisa dilaksanakan.[9]
Miqat makani adalah tempat-tempat yang ditentukan untuk memulai ihram, menurut daerah asal atau arah datangnya dalam perjalanan ke mekkah. Orang yang datang dari madinah, ihram di zu al-hulaifah, yang datang dari syam ihram di jahfah, yang datang dari najd di qarn dan yang datang dari yaman ihram di yalamlam.[10]
Untuk orang yang datang dai Iraq dan khurasan, miqatnya adalah zatu irq. Sebagian ulama mengatakan bahwa miqat ini ditetapkan berdasarkan ijtihad umar.
Orang yang dalam perjalanannya tidak melewati salah satu miqat ini, maka miqatnya ialah tempat yang setentang dengan miqat terdekat dengan jalan yang dilaluinya. Dalam ijtihad untuk menentukan miqat orang Iraq, umar ra menetapkan zatu irrq dengan pertimbangan bahwa tempat itu setentang dengan qarn, miqat terdekat dari jalan orang Iraq.
Bagi orang yang bertempat tingal atau bermukim di makkah miqatnya adalah kota makkah itu sendiri sedangkan orang tinggal diluar makkah tetapi tidak melampaui salah satu dari miqat tersebut di atas, maka miqatnya aalah desanya sendiri, dan mereka ihram dari tempat tinggalnya.
Seperti yang telah di temukan di atas, ketentuan berihram dari miqat ini termasuk wajib haji. Oleh karena itu, barenag siapa yang meniggalkan tanpa uzur, dan berihram setelah melampaui miqatnya baik sengaja ataupun karen alupa maka ia wajib kembali ke miqat sebelum melakukan nusuk (ibadah yang dlakukan dalam rangka haji).
Saat ihram harus memakai pakaian putih. Mengenai pakaian ihtam ditentukan sebagai berikut:[11]
a)      Pakaian ihram bagi pria hanya terdiri dari dua halai kain yang tida berjahit. Disunnahkan yang berwarna putih. Satu helai kain dipakai sebagai sarung dan satu helai lainnya diselendangkan di bahu. Dengan demikian tidak boleh memakai baju, celana, sepatu yang menutupi tumit dan tutup kepala yang melekat seperti topi atau kopiah. Kecuali ada luka yang harus di perban sebagian atau seluruh kepala.
b)      Pakaian ihram bagi wanita adalah pakaian yang dapat menutupi seluruh tubuhnya, kecuali muka dan kedua telapak tangan (yakni mulai pergelangan tangan sampai ujung jari). Dengan demikian saat ihram wanita tidak boleh memakai sarung tangan dan cadar.
Dalam melakukan ihram ada berberapa hal yang sunnah dikerjakan yaitu:[12]
1)      Mandi, sekalipun dia perempuan yang sedang haid atau nifas.
2)      Menanggalkan pakaian berjahit yang sedang di pakaian nya.
3)      Memakai izar (sarung), rida’ (selendang) dan sandal.
4)      Memakai wangi-wangian pada tubuhnya.
5)      Melakukan sholat dua roka’at.
Setelah melakukan hal-hal ini barulah ihram dilakukan dengan berniat melakukan haji, sambil mengucapkan talbiyah. Selanjutnya, selama berihram disunnahkan mengucapan talbiyah sebanyak banyaknya terutama pada waktu bertemu dengan teman, ketika mendaki dan menurun, setelah selaesai melakukan shalat, pada awal malam dan awal siang, di masjid al-Khayf dan di masjid al-Haram.
Tuntuna talbiyah ini baru berakhir setelah melempar jumrah al-Aqabah. Bagi laki-laki sunnah bertalbiyah dengan suara nyaring, tetapi bagi perempuan mengucapkan dengan pelan sekedar terdengar olehnya sendiri. Setelah selesai bertalbiyah disunnahkan pula membaca sholawat bagi Nabi, memohonkan keridhaan Allah dan surge-Nya, serta meminta perlindungan dari neraka dan setelah itu berdoa menurut kehendaknya sendiri.
Sebaliknya, ada pula beberapa perbuatan yang haram dilakukan selama ihram, dan orang yang melanggarnya wajib membayar fidyah. Larangan tersebut ialah:[13]
1)      Mencukur rambut
2)      Menyisir dan meminyaki rambut, karena perbuatan menghias diri tidak sesuai dengan keadaan ibadah. Bila rambutnya ada yang gugur ketika ia menyisirnya, maka ia dikenakan kewajiban fidyah
3)      Memeotong kuku, hal ini di qiyaskan kepada mencukur rambut, berdasarkan persamaan bahwa keduanya merupakan perbuatan menghaisa diri. Jadi, pelanggaran atas ketentuan ini pun dikenakan kewajiban fidyah.
4)      Menutupi kepala bagi laki-laki dan menutupi muka bagi perempuan.
5)      Memakai pakaian berjahit.
6)      Melakukan aqad nikah. Orang yang sedang ihram tidak dibenarkan melaksanakan aqad nikah baik sebagai suami, sebagai wali atau sebagai wakil dari mereka. Para sahabat ijma’ mengatakan bahwa aqad nikah yang dilakukan ketika ihram itu selain haram juga tidak sah.
7)      Bersetubuh serta mubasyarah dengan syahwat.
8)      Membunuh binatang buruan. Para ulama ijma’ mengatakan haram membunuh atau menangkap binatang (termasuk burung) liar. Bila orang yang ihram itu dengan sengaja membunuh binatang buruan, maka di kenakan kewajiban al-jaza’
Setiap pelanggaran atas larangan-larangan ini dikenakan kewajiban fidyah, kecuali melakukan aqad nikah, sebab aqad itu sendiri tidak sah adanya. Namun, pelanggaran itu tidak sampai membatalkan ihramnya kecuali bila ia bersetubuh sebelum tahallul pertama. Menurut abu Hanifah ihramnya batal bila ia bersetubuh sebelum wuquf, tetapi para ulama lainnya mengatakan ihram itu batal dengan bersetubuh sebelum tahallul pertama, baik sebelum wuquf maupun sesudah wuquf. Perempuan yang disetubuhi itu juga batal hajinya bila ia rela dan tahu bahwa perbuatan jima’ itu haram, tetapi bila ia dipaksa misalnya, maka hajinya tidak batal. Dalam hal ini, sekalipun ihramnya telah batal ia tetap wajib meneruskan pelaksanaan hajinya sampai selesai, dan wajib mengqada’ pada masa berikutnya.
2.      Thawaf
Thawaf yang menjadi rukun haji ialah thawaf ifadah. Selain thawaf ifadah yang menjadi rukun haji ini, masih ada dua thawaf yang berkaitan denan pelaksanaan haji, yaitu thawaf qudum, sunnah dilakukan ketika tiba di Makkah dan thawaf wada’ yang di wajibkan ketika hendak meninggalkan kota suci itu. Thawaf artinya mengelilingi bait Allah sebanyak tujuh kalo dengan memenuhi beberapa syarat, yaitu:[14]
1)      Menutup aurat
2)      Thaharah dari hadats dan najis pada badan, pakaian dan tempat.
3)      Menempatkan bait Allah pada sebelah kirinya
4)      Dimulai dari hajar aswad, artinya pada awal thawaf itu badannya berada setentang hajar al-aswad.
5)      Thawaf itu dilakukan di dalam masjid tetapi di luar bait Allah.
3.      Sa’i
Sa’i adalah lari-lari kecil atau jalan cepat antara bukit shofa dan marwah. Sa’I merupakan rukun haji. Dalam mengerjakan sa’I harus di perhatikan ketentuan sebagai berikut:
a.       Sa’I harus dikerjakan setelah melakukan tahwaf. Bila sa’I tidak dikerjakan setelah thawaf qudum maka ia dikerjakan setelah thawaf ifadhah.
b.      Tertib, dimulai dari bukit Shafa
c.       Sa’I mesti dilakukan tujuh kali, dengna ketentuan bhwa perjalanan dari shafa ke marwah dihitung satu kali, dan berikutnya dari shaf ke marwah pun demikian.

4.      Wuquf
Wuquf di arafah adalah berhenti di pada Arafah sejak tergenlincirnya matahari pada tanggal 9 dzulhijjah sampai terbit terbit fajar pada tanggal 10 dzulhijjah. Untuk melakukan wuquf ini sunnah melakukan:[15]
a.       Mandi, menurut riwayat nafi’ dari ibn umar bahwa Nabi madni ketika pergi ke Arafa.
b.      Berwuquf di dekat al-sakhrat, jabal ar-Rahmah, yakni tempat nabi melakukan wuqufnya.
c.       Menghadap  ke qiblat.
d.      Memperbanyak berdoa
e.       Mengangkat tangan ketika berdoa.
5.      Bermalam di Muzdalifah
Waktu bemalam di muzdalifah ialah pada malam hari nahar, setelah selesai melakukan wuquf di Arafah. Dalam beberapa riwayat tersebut bahwa nabi bertolak dari arafah setelah terbenam matahari berjalan dengan tenang tetapi tempat-tempat lapang beliau mempercepat jalan kendaraanya dan melakukan sholat maghrib dan isya’ dengan jama’ di muzdalifah dan tetap di muzdalifah sampai terbit fajar, kemudian sholat subuh.
Pada waktu di muzdalifah, disunnahkan mengambil batu-batu untuk melempar jumrah pada hari sesudahnya. Dengan demikian disunnahkan agar berangkat dari muzdalifah sebelum matahari terbit, untuk melempar jumrah aqabah di Mina. Setelah matahari terbit.
6.      Melempar Jumrah
Melempar jumrah itu termasuk wajib haji. Pada hari nahr 10 dzulhijjah di mina di lakukan melempar jumrah al-aqabah saja dengan tujuh batu. Sebaliknya pekerjaan ini dilakukan setelah matahari terbit.
Kemudian pada hari-hari tasyrik, setiap hari dilakukan melempar tiga jumrah. Mulai dari yang pertama yang berada di dekat masjid al-khayf, jumrah kedua dan jumran aqabah masng-masing dengan tujuh batu. Pada setiap kali melempar jumrah disunnahkan membaca takbir.
Bila seseorang tidak sanggup melakukan sendiri pekerjaan melempar jumrah karena sakit misalnya maka ia boleh meminta orang lain menggantikannya.[16]
7.      Tahallul
Tahallul adalah mencukur atau memotong rambut sebagai tanda seleainya melaksanakan serangkaian kegiatan dalam ibadah haji. Sedikitnya memotong tiga helai.
Larangan yang tidak boleh dikerjakan selama berihram baru menjadi halal kembali setelah melakukan tahallul. Tahallul tersebut ada dua tahap, yaitu yang pertama dengan melakukan dua dari tiga pekerjaan : melempar jumrah pada hari pada hari nahar, bercukur atau memotong rambut dan thawaf yang diiringi dengan sa’I, bila ia belum sa’I sebelumnya.[17]


8.      Tertib
Yaitu menjalankan rukun haji secara berurutan. Sebagian ulama mengatakan tertib adalah syarat dalam pekasanaan haji, tetapi sebagian memasukkanya sebagai rukun. Dalam hal ini tertib berarati melakukan rukun haji sesuai dengan urutannya. Ihram harus dilakukan sebelum melakukan yang lainya, wuquf harus lebih dahulu sebelum thawaf ifadhah dan thawaf mesti lebih dahulu dari sa’I kecuali bila sa’I telah dilakukan setelah thawaf qudum.
D.    Macam-macam ibadah Haji
Untuk memahami ketiga cara berhaji ini lebih lanjut, diuraikan penjelasan masing-masing secara singkat.[18]

1.      Haji Ifrad
Haji Ifrad artinya haji yang disendirikan (atau umrah yang disendirikan). Keduanya dilaksanakan secara terpisah, tetai haji dilaksanakan lebih dahulu. Pada saat ihram, jamaah haji yang berhaji secara ifrad hendaknya berniat dengan “labbaikallah bihajjin” (ya Allah, saya berniat haji). Dan selama ihram pula hendaknya seluruh ketentuan haji dilakukan, kecuali setelah selesai melaksanakan haji ifrad ini, jamaah diperkenankan melaksanakan umrah.
2.      Haji Tamattu’
Haji tamattu’ ialah cara melaksanakan ibadah haji secara terpisah dengan umrah. Sesuai dengan arti kata tamattu’ yaitu bersenang-senang atau bersantai, maka pelaksanaan ibadah haji dengan cara ini pun bersantai, yakni bersenggang waktu cukup lama antara umrah dan haji. Dalam haji tamattu’ ini umrah lebih didahulukan. Niat yang dilafadkan adalah “labbaika bi umratin” (Ya Allah, saya berniat umrah).
Setelah itu jamaah haji tamattu’ menuju ke mekah untuk melakukan thawaf, sa’i dan memotong rambut. Hingga di sini mereka berarti telah bertahallul. Mereka melepas pakaian ihram dan otomatis semua larangan ketika berihram sudah bebas dikerjakan seperti biasa. Hal ini berlaku sampai tiba waktu ibadah haji. Adapun bila saat haji tiba, maka mereka harus berihram kembali dari makkah.
3.      Haji Qiran
Arti qiran adalah menggabung, membersamakan, dalam hal ini membersamakan berihram untuk melaksanakan haji dan umrah secara seklaigus. Ketika bertalbiyah pelaku haji qiran mengucapkan “labbaikan bihajin wa umratin” (ya Allah, saya berniat haji dan umrah). Hal ini diucapkannya ketika berada di miqat.
Sepanjang berihram hendaknya seluruh ketetapan umrah dan haji diselesaikan hingga bertahalul dengan memotong rambut setelah jumrah aqabah.

E.     Hikmah ibadah haji
Hikmah ibadah haji adalah sebagai berikut:[19]
1.      Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap diri kepada Allah  Yang Maha Agung.
2.      Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu’an
3.      Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi
4.      Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang mulia.
5.      Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi umat yang satu karena mempunyai persamaan atau satu akidah.
6.      Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka’bahlah yang menjadi symbol kesatuan dan persatuan.
7.      Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala godaan dan rintangan.
8.      Menumbuhkan semangat berkorban, karena ibadah haji maupun umrah, banyak meminta pengorbanan baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.
9.      Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membina persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia.
F.     Dam dalam ibadah haji
Dam adalah denda yang harus di bayar karena meninggalkan wajib Haji atau mengerjakan Haji ‘tamuttu’ dan qiran atau melakukan larangan ihram.[20]
a.       Larang pada ihram, dam-nya adalah menyembelih seekor kambing atau bersedekah kepada 6 orang miskin(2mud atau1/2 kg) atau berpuasa 3 hari.
b.      Suami istri bersetubuh dalam keadaan ihram, dam-nya adalah : Menyembelih seekor unta/sapi atau menyembelih 7 ekor kambing atau memberi makan fakir/miskin senilai harga seekor unta. Bila di lakukan sebelum tahallul awal maka wajib membayar dam dan juga hajinya batal, dan bila di lakukan setelah tahallul awal maka wajib membayar dam hajinya sah.
c.       Jama’ah haji yang melaksanakan haji tamuttu atau qiran, dam nya adalah menyembelih seekor kambing yang sah untuk qurban atau sepertujuh unta atau sapi bila tak sanggup haru berpuasa 10 hari; 3 hari sewaktu ihram, paling lambat hingga hari raya Haji dan 7 hari di laksanakan di tanah air.
d.      Akad Nikah di ihram sangksinya tidak membayar tetapi nikah nya tidak syah.
e.       Berburu, membunuh hewan atau mencabut/memotong tanaman di tanah haram, dam-nya:
1)         Menyenbelih qurban dengan sebanding dengan binatang/tumbuhan yang di buru/cabut.
2)          Memberi makan fakir/miskin senilai dengan binatang yang di buru/di cabut.





















BAB III
PENUTUP

Haji, (al-hajju) dalam bahasa arab berarti al-qashdu yaitu menyengaja atau menuju. Dalam istilah syara’ al-hajj berarti sengaja mengujungi ka’bah untuk melakukan ibadah tertentu.
Pergi haji adalah berkunjung ke tanah suci, untuk melaksanakan serangkaian amal ibadah sesuai dengan syarat rukunnya. Ibadah haji merupakan rukun islam yang ke lima. Jadi wajib bagi bagi orang islam yang berakal, telah baligh, merdeka dan mampu melaksnakannya. Pergi haji di tetapkan sebagai kewajiban, sejak tahun kelima hijriyah.
Syarat ibadah haji adalah sekumpulan ketentuan yang terdapat pada diri seseorang sehingga ia terkena kewajiban ibadah haji.
Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dalam melaksanakan ibadah haji, ada tiga macam yaitu fardhu, wajib, sunnah. Disini ada perbedaan antara fardhu dan wajib haji. Apabila salah satu pekerjaan yang fadhu itu tidak dikerjakan jika wajib haji itu ada yang tertinggal maka dapat diganti dengan dam.
Hikmah ibadah haji adalah sebagai berikut: 1. Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap diri kepada Allah  Yang Maha Agung, 2. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu’an, 3. Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi, 4. Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang mulia.


[1] Muhibb al-Din al-Thabrani, al-Qira li Qasidi Ummi al-Qura (Mesir:Bab al-Halabi), iii-iv.
[2] Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam (Bogor:Cahaya Salam,2012), 553
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an danTerjemahnya (Semarang: Asy-Syifa, 1991),115
[4] Syamsul, Buku Pintar, 554.
[5] Khatib al-Syarbaini, al-Iqna’ fi Halli Alfazi Abi Syuja’,(Beirut: Dar al-Fikr, 1994), 220.
[6] Ibid.
[7] Ibid.,221.
[8] Hamka, Pelajaran Agama Islam (Jakarta:Bulan Bintang, 1992), 178.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid., 181.
[12] Syamsul, Buku Pintar, 560.
[13] Ibid.
[14] Muhib al-Din al-Thabrani, al-Qira. 91.
[15] Abu Ishaq Al-Syirazi, Al-Muhazzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’I (Semarang: Toha Putera, 2001), 198.
[16] Ibid.
[17] Ibid., 199.
[18] Syamsul, Buku Pintar, 562.
[19] Ibid., 557.
[20] Khatib al-Syarbaini, al-Iqna’ fi Halli, 232.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar