KONSEP UMUM PSIKOLOGI AGAMA
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Psikologi Agama
Dosen Pembimbing:
Drs. H . Syaifuddin, M. Pd. I
Disusun oleh:
Ainul Yaqin (D01213005)
M. Yahdi Abror (D91213160)
Shinta Akhlaqul Karimah (D71213135)
Nuril Hidayati (D71212125)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Manusia tampil dimuka bumi ini sebagai homo
religius
yang mempunyai makna bahwa ia memiliki sifat-sifat religius. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya yang paling dasar, manusia mempunyai dorongan dan kekuatan
guna mendapatkan keamanan hidup pemenuhan kebutuhan di bidang keagamaan.
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang spesifik,
baik dilihat dari segi fisik maupun nonfisiknya. Ditinjau dari segi fisik,
tidak ada makhluk lain yang memiliki tubuh sesempurna manusia. Sementara dari
segi nonfisik manusia memiliki struktur ruhani yang sangat membedakan dengan
makhluk lain.
Jasmani atau fisik manusia dikaji dan
diteliti oleh disiplin anatomi, biologi, ilmu kedokteran maupun ilmu-ilmu
lainnya, sedangkan jiwa
manusia dipelajari secara khusus oleh psikologi. Menurut asal
katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani kuno, psyche yang berarti
jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi adalah ilmu
tentang jiwa. Para ahli psikologi modern saat ini tidak mengartikan psikologi
sebagai ilmu tentang gejala dan aktivitas jiwa manusia. Manusia adalah suatu
mahluk somato-psiko-sosial dan karena itu maka suatu pendekatan terhadap
manusia harus menyangkut semua
unsur somatik, psikologik, dan social.
Psikologi
secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa”
dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah
al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah
al-ruh. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs
atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi
yang berbeda.
Psikologi menurut Plato dan Aristoteles adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Menurut Wilhem
Wundt (tokoh eksperimental) bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia , seperti
penggunaan pancaindera, pikiran, perasaan, feeling dan kehendaknya.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama
meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne
yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap,
bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena
keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi[2].
Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama
mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan
kejiwaannya, bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan
keyakinannnya.
Mengapa manusia ada yang percaya Tuhan ada yang tidak,
apakah ketidak percayaan ini timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar
naluri akibat terjangan cobaan hidup, dan pengalaman hidupnya.
Salah
satu cabang ilmu jiwa
yang masih muda, ilmu jiwa Agama sampai sekarang masih belum mendapat yang
wajar. Masih banyak ahli-ahli jiwa yang tidak mengakui adanya cabang ilmu jiwa,
yang berdiri sendiri yang khusus membahas dan menyoroti masalah agama. Namun
cabang ilmu jiwa yang masih muda ini tetap hidup dan berkembang untuk meneliti
dan menjawab berbagai macam persoalan, yang ada sangkut pautnya dengan
keyakinan beragama. Berapa banyaknya peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian
yang sukar untuk dimengerti tanpa menghubungkannya dengan agama.
Untuk menjawab semua persoalan-persoalan yang berhubungan
dengan keyakinan itulah, maka ilmu jiwa agama perlu meneliti dan menelaah
kehidupan beragama pada seseorang dan mempengaruhi berapa besar pengaruh
keyakinan agama tersebut dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada
umumnya. Psikologi
agama sangat berpengaruh dan menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan
tersebut.
Dalam
hal ini akan dijelaskan bagaimana pengertian psikologi agama yang akan dibahas
dalam makalah ini. Penulis berharap ada tujuan akhir yang akan dicapai dalam
mempelajari psikologi agama sehingga makalah ini bermanfaat dalam memahami
psikologi agama. Penulis juga bertujuan mengajak para pembaca untuk memahami
agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Rumusan
masalah
1. Apa
pengertian dari psikologi agama?
2. Bagaimana
sejarah perkembangan psikologi agama?
3. Apa
ruang lingkup dari psikologi agama?
4. Bagaimana
metode penelitian dari psikologi agama?
5. Apa
teori ilmu jiwa agama?
6. Apa
objek kajian dari psikologi agama?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari psikologi agama.
2. Untuk
mengetahui sejarah perkembangan psikologi agama.
3. Untuk
mengetahui ruang lingkup dari psikologi agama.
4. Untuk
mengetahui dari metode penelitian psikologi agama
5. Untuk
mengetahui teori ilmu jiwa agama
6. Untuk
mengetahui objek kajian psikologi agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetian psikologi agama
Pada awalnya, psikologi merupakan
cabang dari filsafat, karena filsafat merupakan induk dari segala cabang ilmu.
Dalam tahap selanjutnya psikologi
berdiri sebagai cabang ilmu tersendiri dan pengertiannya lebih mengarah pada
pengertian tentang ilmu yang mempelajari proses mental yang tampak dalam perilaku.
Karena keterbatasan manusia dalam pemahamannya tentang jiwa (ruh), para ahli
berbeda pendapat dalam memberikan definisi tentang psikologi. Namun secara
umum, psikologi adalah ilmu penggetahuan yang mempelajari tingkah laku dalam
berhubungan dengan lingkungannya.
Dalam perkembangan selanjutnya, para
ahli melihat bahwa psikologi memiliki keterkaitan dengan masalah-masalah yang
menyangkut kehidupan bathin manusia yang dalam, yaitu Agama. Para ahli kemudian
memunculkan studi khusus tentang hubungan antara kesadaran agama dan tingkah
laku. Zakiah Daradjat misalnya, menampilkan beberapa peristiwa yang sukar
dimengerti tanpa dihubungkannya dengan agama. Sebagai contoh ada orang yang
tampaknya senang, suka menolong dan bahagia, padahal hidupnya sangat sederhana,
makan secukupnya, pakaian sederhana, alat-alat dan perabotan rumah tangganya
kurang dari sederhana. Tengah malam ia bangun untuk mengabdi kepada Tuhan,
sebelum waktu subuh, ia telah duduk pula ditikar sholatnya. Sebaliknya tidak
jarang diijumpai seseorang yang kehidupannya lebih dari cukup, atau boleh
dibilang berlebih, tapi dlaam hatinya penuh kegoncangan dan jauh dari kepuasan.
Lebih jauh dijelaskan bahwa hubungan antara moral dan agama sebenarnya sangat
erat. Biasanya orang-orang yang mengerti tentang agama dan rajin
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari, moralnya dapat
dipertanggungjawabkan. Sebaliknya, orang yang akhlaknya merosot, biasanya
keyakinan terhadap agamanya kurang atau tidak ada sama sekali.
Berangkat dari permasalahan-permasalahhan
seperti itulah, akhirnya psikologi banyak membahas atau mengkaji tentang agama.
Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengungkap tingkah laku manusia dalam
kaitannya dengan kehidupan beragama.[1]
Ketika mengkaji
psikologi agama seseorang dihadapkan pada dua kata, yakni “psikologi” dan
“agama”. Kedua kata tersebut memiliki pengertian dan penggunaan yang berbeda,
meskipun keduanya memilki aspek kajian yang sama yaitu aspek batin manusia[2]
Psikologi agama terdiri dari kata
psikologi dan agama. Psikologi berarti studi ilmiah atas gejala kejiwaan
manusia. Sebagai kajian ilmiah, psikologi jelas mempunyai sifat
teoritik-empirik, dan sistematik. Sementara agama bukanlah ilmu dalam pengrtian
kajian ilmiah. Agama merupakan suatu aturan yang menyangkut cara-cara bertingkat
laku, berperasaan dan berkeyakinan secara khusus. Setidaknya agama menyangkut
ke-ilahi-an. Maksudnya, agama menyangklut segala sesuatu yang bersifat
ketuhanan. Sebaliknya psikologi menyangkut manusia dan lingkungannya. Agama
bersifat transenden, psikologi bersifat profan. Oleh karena itu, psikologi
tidak bisa memasuki wilayah ajaran keagamaan. Alasannya, psikologi dengan watak
keprofanannya itu sangat terikat dengan pengalaman dunia, sementara agama
merupaka urusan Tuhan yang sudah tentu mengatasi semua pengalaman tersebut.
Disinilah sebenarnya duduk
permasalahan timbulnya konflik pada awal kemunculan disiplin psikologi agama.
Konflik tersebut timbul karena kurangnya pemahaman terhadap hakekat psikologi
agama. Memang telah disadari merumuskan definisi suatu ilmu yang mencakup
dua substansi ilmu yang berbeda watak tidaklah mudah. Bila
pendefinisian tersebut keliru, bisa jadi akan menimbulkan kesan penggerogokan
wilayah agama yang transenden. Ini jelas akan menimbulkan kemarahan besar dari
kalangan ahli agama.[3]
Sebelum kita
membahas tentang Agama Dan Psikologi Agama, ada baiknya kita menengok
kebelakang dulu untuk mengetahui tentang pengertian masing-masing kata baik
Agama, Psikologi maupun Psikologi Agama menurut para ahli.
Agama berasal dari kata latin religio,
yang dapat berarti obligation atau kewajiban.
Agama
dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada
Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur
alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau).[4]
Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada
alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala
sesuatu, (Edward Caird).[5]
Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas
sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley).[6]
Agama adalah
pengalaman dunia dalam seseorang tentang ke-Tuhanan disertai keimanan dan
peribadatan.[7]
Jadi agama
pertama-tama harus dipandang sebagai pengalaman dunia dalam individu yang
mengsugesti esensi pengalaman semacam kesufian, karena kata Tuhan berarti
sesuatu yang dirasakan sebagai supernatural, supersensible atau kekuatan diatas
manusia. Hal ini lebih bersifat personal /pribadi yang
merupakan proses psikologis seseorang.
Yang kedua
adalah adanya keimanan, yang sebenarnya intrinsik ada pada pengalaman dunia
dalam seseorang. Kemudian efek dari adanya keimanan dan pengalaman
dunia yaitu peribadatan.
Agama dari segi bahasa yang dapat dibahas dalam uraian yang
diberikan Harun Nasution. Menurutnya agama dikenal dengan kata
din bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa.
Menurut
satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, kata Agama tersusun dari dua
kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi Agama artinya tidak pergi, tetap di
tempat, diwarisi secara turun temurun. Selanjutnya agama dikatakan sebagai
tuntunan. Selanjutnya din dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum.
Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh,
utang, balasan dan kebiasaan. Drai pengertian tersebut berarti kandungan yang
merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut Agama yang bersangkutan.
Harun Nasution menyimpulkan dimensi
Agama ialah[8] :
- Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan
kekuatan ghaib yang harus dipatuhi
- Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai
manusia.
- Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung
pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia yang
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia
- Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan
cara hidup tertentu
- Sistem suatu tingkah laku yang berasal dari kekuatan
ghaib
- Pengakuan adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini
bersumber pada suatu kekuatan ghaib
- Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari
perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang
terdapat dalam alam sekitar manusia
- Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusai melalui
seorang Rasul.
Selanjutnya Harun Nasution merumuskan
ada empat unsur yang terdapat dalam agama yaitu:
a.
Kekuatan ghaib,
yang diyakini berada diatas manusia. Didorong oleh kelemahan dan keterbatasannya,
manusia merasa berhajat akan pertolongan dengan cara menjaga dan membina
hubungan baik dengan kekuatan ghaib tersebut. Sebagai realisasinya adalah sikap
patuh terhadap perintah dan larangan kekuatan ghaib itu.
b.
Keyakinan
tehadap kekuatan ghaib sebagai penentu nasib baik nasib buruk manusia. Dengan
demikian manusia berusaha untuk menjaga hubungan baik ini agar kesejahteraan
dan kebahagiaannya terpelihara.
c.
Respon yang
bersifat emosional dari manusia. Respon ini dalam realisasinya terlihat dalam
bentuk penyembahan karena didorong oleh perasaan takut (agama primitif) atau
pemujaan yang didorong oleh perasaan cinta (monoteisme), serta bentuk cara
hidup tertentu bagi penganutnya.
d.
Paham akan
adanya yang kudus dan suci. Sesuatu yang kudus dan suci ini adakalanya berupa
kekuatan ghaib, kitab yang berisi ajaran agama, maupun tempat-tempat tertentu.[9]
Adapun
bentuk kepercayaan yang dianggap sebagai Agama, tampaknya memang memiliki ciri
umum yang hampir sama, baik dalam Agama primitif maupun Agama monoteisme. Menurut
Robert H.Thouless dalam kaitannya dengan psikologi Agama, ia mengatakan Agama
adalah sikap (cara penyesuaian diri terhadap dunia yang mencakup acuan yang
menunjukkan lingkungan lebih luas daripada lingkungan dunia fisik yang terikat
ruang dan waktu).
Beranjak dari kedua pengertian
psikologi dan Agama, maka psikologi agama dapat diartikan sebagai Psikologi
yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan
terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia
masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut
dilakukan melalui pendekatan psikologi melalui penelaahan yang merupakan kajian
empiris.
Psikologi Agama sebagai salah satu
cabang ilmu dari psikologi juga merupakan ilmu terapan. Psikologi Agama sejalan
dengan ruang lingkup kajiannya telah banyak memberi sumbangan dalam memecahkan
persoalan kehidupan manusia dalam kaitannya dengan agama yang dianut.
Berapapun macam definisi Agama dalam
psikologi Agama yang diberikan para ahli, namun bagi kita yang penting adalah
Agama yang dirasakan dengan hati, pikiran, dan dilaksanakan dalam tindakan
serta memantul dalam sikap (yang menjadi kajian psikologi Agama) dan cara
menghadapi hidup pada umumnya, atau dengan ringkas yang kita teliti adalah
proses kejiwaan terhadap Agama dan pengaruhnya dalam hidup pada umumnya.
Adanya keterkaitan yang erat antara
psikologi dan Agama. Bila ditinjau dari pengertiannya Psikologi adalah ilmu
yang mempelajari tingkah laku sedangkan agama dapat diartikan sebagai suatu
keyakinan terhadap suatu ajaran. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pemahaman perilaku keagamaan yang mana agama dapat mempengaruhi tingkah laku
manusia baik dalam kehidupan bermasyarakat, berkelompok dan berbudaya juga
dalam kehidupan beragama.
Tidak ada satupun definisi tentang
agama (religion) yang dapat diterima secara umum, karena para filsuf,
sosiolog, psikolog merumuskan agama menurut caranya masing-masing, menurut
sebagian filsuf religion adalah ”Supertitious structure of incoheren
metaphisical notion. Sebagian
ahli sosiolog lebih senang menyebut religion sebagai ”collective expression
of human values”. Para pengikut Karl Marx mendifinisikan Religion sebagai “the
opiate of people”. Sebagian Psikolog menyimpulkan religion adalah mysticalcomplex
surrounding a projected superego” disini menjadi jelas bahwa tidak ada
batasa tegas mengenai agama/religion yang mencakup berbagai fenomena religion.
Menurut
Einstein , pada pidato tahun 1939 di depan Princeton Theological seminar, ”ilmu
pengetahuan hanya dapat diciptakan oleh mereka yang dipenuhi dengan gairah
untuk mencapai kebenaran dan pemahaman, tetapi sumber perasaan itu berasal dari
tataran agama, termasuk didalamnya keimanan pada kemungkinan bahwa semua
peraturan yang berlaku pada dunia wujud itu bersifat rasional, artinya dapat
dipahami akal. Saya tidak dapat membayangkan ada ilmuwan sejati yang tidak
mempunyai keimanan yang mendalam seperti itu, ilmu pengetahuan tanpa agama
lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta
Beragama berarti melakukan dengan cara
tertentu dan sampai tingkat tertentu penyesuaian vital betapapun tentative dan
tidak lengkap pada apapun yang ditanggapi atau yang secara implicit atau
eksplisit dianggap layak diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh
(Vergulius Ferm)
Psikologis atau ilmu jiwa mempelajari
manusia dengan memandangnya dari segi kejiwaan yang menjadi obyek ilmu jiwa
yaitu manusia sebagai mahluk berhayat yang berbudi. Sebagai demikian, manusia
tidak hanya sadar akan dunia disekitarnya dan akan dorongan alamiah yang
ada padanya, tetapi ia juga menyadari kesadaranya itu , manusia mempunyai
kesadaran diri ia menyadati dirinya sebagai pribadi, person yang sedang
berkembang, yang menjalin hubungan dengan sesamanya manusia yang membangun tata
ekonomi dan politik yang menciptakan kesenian, ilmu pengetahuan dan tehnik yang
hidup bermoral dan beragama, sesuai dengan banyaknya dimensi kehidupan insani ,
psikologi dapat dibagi menjadi beberapa cabang
Kepercayaan dan pengamalannya sangat
beragam antara tradisi yang utama dan usaha dalam mendifinisikan agama itu
sendiri secara keseluruhan yang sempurna. Agama sendiri menurut bahasa latin berasal dari kata
religio, yang dapat di artikan sebagai kewajiban atau ikatan
Menurut Oxford
English Dictionary, “religion represent the human recognition of super
human controlling power, and especially of a personal God or Gods entitle
to obedience and worship”, agama menghadirkan manusia yang kehidupannya di
kontrol oleh sebuah kekuatan yang disebut Tuhan atau para dewa-dewa untuk patuh
dan menyembahnya.
Psikologi agama merupakan bagian dari
psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya
dengan keyakinan beragama, dengan demikian psikologi agama mencakup dua bidang
kajian yang sama sekali berlainan, sehingga ia berbeda dari cabang psikologi
lainnya
Psikologi agama tidak berhak
membuktikan benar tidaknya suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai
tehnik untuk mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang atau masa
depan, Ilmu pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan, karena
tidak ada tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak empiris,
tetapi sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah berarti
tidak ada jiwa. Psikologi
agama sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak menguraikan tentang Tuhan dan
sifat-sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan tentang pengaruh iman
terhadap tingkah laku manusia. Psikologi dapat menguraikan iman agama kelompok
atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan-lingkungan empiris dari gejala
keagamaan, tingkah laku keagamaan, atau pengalaman keagamaan, pengalaman
keagamaan, hukum-hukum umum tetang terjadinya keimanan, proses timbulnya
kesadaran beragama dan persoalan empiris lainnya. Ilmu jiwa agama hanyalah
menghadapi manusia dengan pendirian dan perbuatan yang disebut agama, atau
lebih tepatnya hidup keagamaan
Secara
umum psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa yang normal,
dewasa dan beradab
Psikologi agama meneliti dan menelaah
kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh
keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada
umumnya. Disamping itu psikologi juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan
jiwa agama pada orang serta faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut
Menurut Robert H. Thouless, psikologi
sekarang digunakan secara umum untuk ilmu tentang tingkah laku dan pengalaman
manusia
John Broadus Waston, memandang
psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku tampak
(lahiriah) dengan menggunakan metode observasi yang objektif terhadap
rangsangan dan jawaban.
B. Sejarah Perkembangan Psikologi
Agama
Tahun 1500-500 SM di Yunani Mesir, Mesopotamia Purba, lahirlah
berbagai agama. Agama Brahma menyuruh pengikutnya menyembah Dewa Tunggal, Agama Budha (400-750 M) menyembah Naga dan
Raksasa, Agama Hindu di India(1500) SM menyembah
banyak Dewa. Di Tiongkok (551-479 SM) lahir pula agama
Khonghucu dikembangkan oleh
Confusius. Pada tahun 560 SM,
berkembang pula agamaBudha di Kapilawastu, oleh Budha Guatama.
Sekitar tahun 660-583 SM, lahir agama Majusi dibawa oleh Zarathustraketurunan Iran suku Spitama. Selanjutnya di Jepang pada abat ke-6, muncul agama
Shinto. Pada tahun 1570-1450 SM muncul agama Yahudi ditanah Arab wilayah Palestina, Mesir. Kurang lebih
21 abat yang lalu lahirlah agama Nasrani. Nama ini
berasal dari kota Nazareth, yaitu kota kecil yang terletak kaki sebuah bukit.
Agama ini dinamakan juga dinamakan agama Kristen (Chistten) yaitu diambil dari nama
Nabinya Jesus Kristus, gelar kehormatan keagamaan buat Juses dari Nazareth
pembawa agama ini. Kristus adalah bahasa Yunani. Rasul yang membawa agama
Kristen ini adalah Isa Almasih atau Jesus Kristus. Pada abad ke 6 M,
lahirlah agama Islam
yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Agama ini mengajarkan agar penganutnya menyembah Allah SWT. Kitab Pegangannya adalah Al-Quran dan Hadist Rasulullah.
Penelitian
agama sacara ilmu jiwa (psikologi modern) relatif masih muda.[3] Para ahli psikologi agama menilai
bahwa kajian mengenai psikolgi agama mulai popular sekitar abat ke-19. Ketika
itu psikologi yang semakin berkembang digunakan sebagai alat untuk kajian
agama. Kajian semacam itu dapat membantu pemahaman terhadap cara bertingkah
laku, berfikir, dan mengemukakan perasaan keagamaan.
Perkembangan
di Barat
Perkembangan
psikologi agama di barat mengalami pasang surut. Bersamaan dengan perkembangan
psikologi modern, pada tahun 1890-an, psikologi berkemang pesat. Tetapi pada tahun 1930-1950 psikologi
agama mengalami penurunan. Setelah itu meningkat lagi, bahkan berkembang pesat
pada tahun 1970 sampai sekarang. Menurut Thouless, sejak terbitnya buku The Varietes of Religion Experience tahun 1903, sebagai kumpulan
kuliah William
James di empat Universitas di Skotlandia,
maka langkah awal kajian psikologi agama mulai diakui oleh para ahli psikologi
dan dalam jangka waktu tiga puluh tahun kemudian, banyak buku-buku lain
diterbitkan dengan konsep-konsep yang serupa. Diantara
buku-buku tersebut adalah The
Psychology of Religion karangan
Edwind Diller Starbuck, yang mendahului karangan Wlilliam James. Buku E.D.
Starbuck yang terbit tahun 1899 ini kemudia disusul sejumlah buku
lainnya seperti The Spiritual
Life oleh George Albert Coe,
tahun 1900, kemudian The Belief in God and Immortality (1921) oleh H.J. Leuba dan oleh Robert
H. Thouless dengan judul An
Introduction on thr Psycology of Religion tahun 1923 serta R.A. Nicholson yang khususnya
mempelajari mengenai aliran Sufisme dalam Islam dengan bukunya Studies in Islamic mysticism,
tahun 1921. Sejak itu ,
kajian-kajian tentang psikologi agama tampaknya tidak hanya terbatas pada
masalah-masalah yang menyangkut kehidupan keagamaan secara umum, melainkan juga
masalah khusus. J.B. Pratt
misalnya, mengkaji mengenai kesadaran beragama melalui bukunya the Religius Conciusness (1920), Dame Julian yang mengkaji
tentang wahyu dengan bukunya Revelation
of Devine Love tahun 1901.
Selanjutnya,
kajian-kajian psikologi agama juga tidak terbatas pada agama-agama yang ada di
Barat (Kristen) saja melainkan juga agama-agama yang ada di Timur. A.J. Appasmyy dan B.H. Steeter menulis
tentang masalah yang menyangkut kehidupan penganut agama Hindu dengan bukunya The Sadhu (1921). Sejalan dengan perkembangan itu, para
penulis non-Barat pun mulai menerbitkan buku-buku mereka. Tahun 1947 terbit buku The Song of God Baghavad Gita,
terjemahan Isherwood dan Prabhavanada, kemudian tahun 1952 Swami Madhavananda
menulis buku Viveka-Chumadami
of Sankaracharya yang disusul
penulis India lainnya, Thera Nyonoponika dengan
judul The Life of Sariptta (1966). Demikian pula, Swami Ghananda menulis
tentang Sri Rama dengan judul Ramakrisna,
His Unique Massage (1946).
Perkembangan
di Timur
Didunia
Timur, khususnya diwilayah-wilayah kekuasaan Islam, tulisan-tulisan yang memuat
kajian tentang hal serupa belum sempat dimasukkan. Padahal, tulisan Muhammad Ishaq ibn
Yasar diabat ke-7 masehi berjudul Al-Siyar
wa al- Maghazimemuat berbagai fragmen dari biografi Nabi Muhammad SAW, atau
pun Risalah Hayy Ibn Yaqzan fi
Asrar al-Hikmat al-Masyriqiyyat yang
juga ditulis oleh Abu Bark Muhammad ibn Abd-Al-Malin ibn Tufai (1106-1185 M)
juga memuat masalah yang erat kaitannya dengan materi psikologi agama.
Demikian
pula karya besar Abu Hamid Muhammad al-ghazali (1059-1111 M) berjudul Ihya' 'Ulum al-Din, dan juga
bukunya Al-Munqidz min
al-Dhalal (Penyelamat dari
Kesesatan) yang sebenarnya, kaya akan muatan permasalahan yang berkaitan dengan
materi kajian psikologi agama Diperkirakan masih banyak tulisan-tulisan ilmuwan Muslim yang berisi kajian mengenai permasalah
serupa, namun sayangnya karya-karya tersebut tidak dapat dikembangkan menjadi
disiplin ilmu tersendiri, yaitu psikologi agama seperti halnya yang dilakukan
oleh kalangan ilmuwan Barat. Karya
penulis Musli pada zaman modern, seperti bukunya Al-Maghary yang berjudul Tatawwur al-Syu'ur al-Diny 'Inda
Tifl wa al-Murahid(Perkembangan Rasa Keagamaan pada Anak dan Remaja),
bagaimanapun dapat disejajarkan dengan karya-karya yang dihasilkan oleh
ahli-ahli psikologi agama lainnya. Karya
lain yang lebih khusus mengenai psikologi agama adalah Ruh al-Din al-Islamy (Jiwa Agama Islam) karangan Alif Abd
Al-Fatah, tahun 1956.
Perkembangan
di Indonesia
Adapun
ditanah air perkembangan psikologi agama dipelopori oleh tokoh-tokoh yang
memiliki latar belakang profesi ilmuwan, agamawan, dan bidang kedokteran. di antara karya-karya awal yang
berkaitan dengan psikologi agama adalah bukuAgama dan Kesehatan Badan/Jiwa (1965), tulisan Prof. dr. H. Aulia. Kemudian Tahun 1975, K.H. S.S. Djam’an
menulis buku Islam dan Psikosomatik. Dr. Nici Syukur Lister, menulis buku Pengalaman dan Motivasi Beragama:
Pengantar Psikologi Agama.
Adapun
pengenalan psikologi agama di lingkungan perguruan tinggi dilakukan oleh Prof.
Dr. H. A Mukti Ali dan Prof. Dr. Hj. Zakiah Darajat. Buku-buku yang khusus
mengenai psikologi agama banyak dihasilkan oleh Prof. Dr. Zakiah Darajat,
antara lain: Ilmu Jiwa Agama (1970), Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (1970), dan Kesehatan Mental. Prof. Dr. Hasan
Langgulung juga menulis buku Teori-teori
Kesehatan Mental yang juga
ikut memperkaya khazanah bagi perkembangan psikologi agama di Indonesia.
Sejak
menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, perkembangan psikologi agama
dinilai cukup pesat, dibandingkan usianya yang masih tergolong muda. Perkembangan psikologi agama yang
cukup pesat ini antara lain ditandai dengan diterbitnya berbagai karya tulis,
baik buku maupun artikel dan jurnal yang memuat kajian tentang bagaimana agama
dalam kehidupan manusia.
C. Ruang Lingkup Psikologi Agama
Sebagai
disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup
pembahasannya tersendiri. Adapun ruang lingkup psikologi agama menurut
Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor adalah:
a.
Kegiatan ibadah seseorang, meliputi ubudiyah dan maumalah.
b.
Gerakan-gerakan kemasyarakatan yang muncul dari masyarakat
yang beragama.
c.
Budaya-budaya yang ada dalam masyarakat, akibat pengalaman
agama.
d.
Suasana keagamaan dalam lingkungan hidup, seiring dengan
kesadaran beragama yang ada dalam masyarakat.
Lebih
lanjut, Prof. Dr. Zakiah Darajat menyatakan lapangan penelitian psikologi agama
mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan
akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Oleh karena itu
menurut Zakiah Darajat ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi
agama meliputi kajian mengenai:
a.
Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang
ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega, dan tentram
sehabis sembahyang, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa atau
membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah berzikir
dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang
bersangkutan.
b.
Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara
individual terhadap tuhannya, misalnya rasa tentram dan kelegaan batin.
c.
Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan
akan adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
d.
Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang
terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
e.
Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan
seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya.
D. Metode Penelitian Psikologi
Agama
Metode
yang digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi agama adalah metode
ilmiah, yakni mempelajari fakta-fakta yang berada dalam lingkungannya, dengan
cara yang obyektif. Dalam meneliti ilmu jiwa agama sejumlah metode dapat
digunakan antara lain:
a. Dokumen Pribadi
Metode ini
digunakan untuk mempelajari bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang
dalam keberagamaannya. Cara yang dapat ditempuh oleh peneliti adalah
mengumpulkan dokumen pribadi orang per orang, baik dalam bentuk
otobiografi, biografi, tulisan, ataupun catatan-catatan yang dibuatnya. Dalam
Penerapanya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau
teknik-teknik tertentu, di antaranya teknik nomotatik, teknik analisis nilai,
teknik idiografi, teknik penilaian terhadap sikap.
b. Kuesioner dan Wawancara
Metode
kuesioner maupun wawancara digunakan untuk mengumpulkan
data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada
responden. Dalam penerapannya, metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam
berbagai bentuk, di antaranya adalah teknik pengumpulan data melalui
pengumpulan pendapat masyarakat (Public Opinion Polls) dan skala
penilaian (Rating Scale).
c. Tes
Tes
digunakan untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi
tertentu.
d. Ekperimen
Teknik
ekperimen digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan
seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.
Penelitian
ini dilakukan dengan mengunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat
manusiawi orang per orang atau kelompok.
f. Pendekatan terhadap Perkembangan
Teknik ini
digunakan untuk meneliti mengenai asal-usul dan perkembangan aspek psikologi
manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianutnya.
g. Metode Klinis dan Proyektivitas
Dalam
pelaksanannya, metode ini memanfaatkan cara kerja klinis. Penyembuhan dilakukan
dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dan agama
h. Metode Umum Proyektivitas
Metode ini
berupa penelitian dengan cara menyadarkan sejumlah masalah yang mengandung
makna tertentu
i.
Apersepsi Nomotatik
Caranya
dengan mengunakan gambar-gambar yang samar.
j.
Studi Kasus
Studi
Kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau
lainnya untuk kasus-kasus tertentu.
k. Survei
Metode ini
biasanya digunakan dalam penelitian sosial dan dapat digunakan untuk tujuan
penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam
masyarakat.
E.
Teori Ilmu Jiwa Agama
a. Teori Monistik (Mono = Satu)
Teori ini
berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama yang paling dominan adalah satu. Akan
tetapi, sumber tunggal manakah yang paling dominan. Timbul beberapa pendapat
dari para ahli:
1) Thomas van Aquino
Thomas
mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah
pikiran. manusia ber-Tuhan karena manusia menggunkan kemampuan pikirannya.
2) Fredrick Hegel
Filosof Jerman ini berpendapat agama adalah
suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi.
berdasarkan hal itu, agama semata-mata merupakan hal-hal atau persolan yang
berhubungan dengan pikiran
3) Sigmund Freud
Pendapat
S. Freud unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama ialah libido
sexuil (naluri seks).
4) Rusolf Otto
Menurut
pendapatnya sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari the
wholly other (yang sama sekali lain).
b. Teori Fakulti (Faculty Theory)
Teori ini
berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu faktor
yang tunggal tetapi terdiri dari beberapa unsur, antara lain yang anggap memang
berperan penting adalah:
1. Cipta (Reason)
Merupakan
fungsi intelektual jiwa manusia. Ilmu Kalam (Teologi) adalah cerminan adanya pengaruh fungsi
intelektual ini. Melalui cipta, orang dapat menilai, membandingkan, dan
memutuskan sesuatu tindakan terhadap stimulus tertentu.
2. Rasa (Emotion)
Yang
menjadi objek penyelidikan sekarang pada dasarnya adalah bukan anggapan bahwa
pengalaman keagamaan seseorang itu dipengaruhi oleh emosi, melainkan sampai
berapa jauhkah peran emosi itu dalam agama.
3. Karya (Will)
Will
berfungsi mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama
berdasarkan fungsi kejiwaan.
F.
Objek kajian Psikologi Agama
Psikologi agama merupakan salah satu
kajian empiris umat beragama.Artinya, dasar-dasar keyakinan dan pemahaman
seseorang dapat diteliti secara empiris melalui tingkah laku seseorang dari
pemahamannya terhadap agama yang diyakininya. Dalam konsep psikodiagnostik, perilaku
beragama seseorang dipahami melalui penafsiran terhadap tanda-tanda tingkah
laku, cara berjalan, langkah, gerak isyarat, sikap, penampilan wajah, suara dan
seterusnya
Kalaupun agama secara khusus tidak
dapat dikaji secara empiris, akan tetapi pemahaman keagamaan seseorang yang
berwujud dalam bentuk tingkah laku dapat diteliti. Yakni sejauh mana kapasitas
seseorang dalam menyakini suatu agama.Sebab adakalanya seseorang yang mengaku
dirinya beriman, namun dalam tingkahlakunya tidak mencerminkan nilai-nilai
keagamaan yang diyakininya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang dianggap
tidak beriman (dalam artian normatif) namun segala tingkah lakunya mencerminkan
suatu nilai keagamaan tertentu. Untuk itu dengan kajian empiris yang dilakukan
oleh psikologi agama akan dapat diketahui kadar kualitas keimanan seseorang.
Sebab tanpa disadari oleh berbagai
kalangan bahwa munculnya kesadaran beragama, pengalaman keagamaan dan gejolak
hati seseorang sangat berkaitan dengan psikologi. Sehingga tidak memiliki dasar
yang kuat jika seseorang menolak adanya kajian empiris yang dilakukan ahli
psikologi agama. Karena penelitian yang dilakukan ahli psikologi agama hanya
sebatas pada pengalaman dan kesadaran seseorang dalam memahami keyakinan
agamanya, dan tidak mempersoalkan benar tidaknya suatu agama atau norma-norma
terbaik dari agama tertentu.
Berdasarkan pendapat di atas, maka penelitian psikologi merujuk pada suatu sistem dari berbagai metode penelitian yang diarahkan pada pemahaman terhadap apa yang telah diperbuat, yang telah dipikirkan dan dirasakan oleh manusia. Sebab pijakan kepribadian manusia berdasarkan pada apa yang telah dipikirkan, dirasakan dan yang telah diperbuat olehnya. Sehingga Robert H. Thouless mengatakan, bahwa seorang peneliti psikologi tertentu dapat mempergunakan salah satu bentuk behaviorisme teoritik di mana ia menganggap bahwa perolehan mengenai tingkah laku manusia sebagai proses mekanik yang ditentukan oleh suatu prinsip yang menyatakan bahwa tingkah laku terpuji cenderung untuk diulangi.
Berdasarkan pendapat di atas, maka penelitian psikologi merujuk pada suatu sistem dari berbagai metode penelitian yang diarahkan pada pemahaman terhadap apa yang telah diperbuat, yang telah dipikirkan dan dirasakan oleh manusia. Sebab pijakan kepribadian manusia berdasarkan pada apa yang telah dipikirkan, dirasakan dan yang telah diperbuat olehnya. Sehingga Robert H. Thouless mengatakan, bahwa seorang peneliti psikologi tertentu dapat mempergunakan salah satu bentuk behaviorisme teoritik di mana ia menganggap bahwa perolehan mengenai tingkah laku manusia sebagai proses mekanik yang ditentukan oleh suatu prinsip yang menyatakan bahwa tingkah laku terpuji cenderung untuk diulangi.
Pada dasarnya psikologi agama tidak
membahas tentang iman dan kufur, surga dan neraka, serta hari kiamat dan
sebagainya, juga tidak membahas mengenai definisi dan makna agama secara umum.
Namun psikologi agama secara khusus mengkaji tentang proses kejiwaan seseorang
terhadap tingkah laku dalam kehidupannya sehari-hari. Untuk itu dalam psikologi
agama dikenal adanya istilah kesadaran agama (religious consciousness) dan
pengalaman agama (religious experience).
Menurut Zakiah Darajat kesadaran agama itu adalah bagian atau hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau disebut juga dengan aspek mental dan aktivitas agama. Sedangkan yang dimaksud pengalaman agama adalah unsur perasaan dan kesadaran agama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakannya.
Menurut Zakiah Darajat kesadaran agama itu adalah bagian atau hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau disebut juga dengan aspek mental dan aktivitas agama. Sedangkan yang dimaksud pengalaman agama adalah unsur perasaan dan kesadaran agama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakannya.
Dengan demikian psikologi agama tidak
terlibat dalam memberikan penilaian benar atau salahnya suatu agama, yakni
tidak mencampuri dan membahas keyakinan agama-agama tertentu. Untuk itu
psikologi agama mengkaji dan meneliti proses keberagamaan seseorang, perasaan
atau kesadaran beragamanya dalam pola tingkah laku kehidupan sehari-hari.
Sehingga dapat ditemukan sejauh mana pengaruh agama dan keyakinan tertentu pada dirinya. Dan yang
terpenting adalah bagaimana kelakuan atau tindakan keagamaan yang telah
diyakininya. Dengan kata lain bagaimana pengaruh keberagamaan seseorang
terhadap proses dan kehidupan yang berkaitan dengan keadaan jiwanya, sehingga
terlihat dalam sikap dan tingkah laku secara fisik dan sikap atau tingkah laku
secara bathini yang mana dapat diketahui cara berpikir, merasa atau emosinya.
Aristoteles, menggambarkan jiwa
sebagai potret badan. Menurut al Farabi, makna jiwa merupakan kesempurnaan awal
bagi fisik adalah bahwa manusia dikatakan menjadi sempurna ketika menjadi
makhluk yang bertindak. Sebab jiwa merupakan kesempurnaan pertama bagi fisik
alamiah dan bukan bagi fisik buatan. Al-Kindi berpendapat, jiwa akan tetap
kekal setelah kematian. Ia pindah ke alam kebenaran yang di dalamnya terdapat
nur Sang Pencipta. Pentingnya kajian jiwa tersebut, sehingga Ibnu Miskawaih
mengatakan, penyebab senang tidak hidup seseorang dipengaruhi oleh jiwa. Jika
jiwa seseorang baik, mulia dan senang maka ia harus bergaul dengan orang-orang
yang baik
Dari penjelasan diatas, ruang lingkup
obyek kajian psikologi agama menurut Zakiah Darajat meliputi kajian :
a)
Bermacam-macam emosi yang menjalar
diluar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum),
seperti rasa lega dan tentram setelah selesai sholat, rasa lepas dari
ketegangan batin sesuadah berdoa atau membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang,
pasrah dan menyerah setelah berdzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami
kesedihan dan kekecewaan yang dialaminya.
b)
Bagaimana perasaan dan pengalaman
seseorang secara individual kepada Tuhannya, misalnya merasa tentram dan kelegaan
batin.
c)
Mempelajari, meneliti dan
menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup setelah mati (akherat) pada
tiap-tiap orang.
d)
Meneliti dan mempelajari kesadaran
dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan
neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan
tingkah lakunya dalam kehidupan.
e)
Meneliti dan mempelajari bagaimana
pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci dan kelegaan batinnya.
Dengan demikian psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari dan meneliti tentang pengaruh dan peran pengalaman agama terhadap eksistensi diri seseorang berupa sikap, perilaku, tindakan, penampilan yang muncul di permukaan aktifitas kehidupan secara nyata.
Dengan demikian psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari dan meneliti tentang pengaruh dan peran pengalaman agama terhadap eksistensi diri seseorang berupa sikap, perilaku, tindakan, penampilan yang muncul di permukaan aktifitas kehidupan secara nyata.
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama
memiliki obyek kajian tersendiri dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah
agama lainnya.Sebagai contoh, dalam tujuannya, psikologi agama seperti
diungkapkan Robert H. Thouless, memusatkan kajiannya pada agama yang hidup
dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat. Kajian berpusat pada pemahaman
terhadap perilaku keagamaan dengan menggunakan pendekatan psikologi
BAB III
KESIMPULAN
Psikologi agama terdiri dari kata
psikologi dan agama. Psikologi berarti studi ilmiah atas gejala kejiwaan
manusia. Sebagai kajian ilmiah, psikologi jelas mempunyai sifat
teoritik-empirik, dan sistematik. Sementara agama bukanlah ilmu dalam pengrtian
kajian ilmiah. Agama merupakan suatu aturan yang menyangkut cara-cara
bertingkat laku, berperasaan dan berkeyakinan secara khusus. Setidaknya agama
menyangkut ke-ilahi-an. Maksudnya, agama menyangklut segala sesuatu yang
bersifat ketuhanan. Sebaliknya psikologi menyangkut manusia dan lingkungannya.
Agama bersifat transenden, psikologi bersifat profan. Oleh karena itu,
psikologi tidak bisa memasuki wilayah ajaran keagamaan. Alasannya, psikologi
dengan watak keprofanannya itu sangat terikat dengan pengalaman dunia,
sementara agama merupaka urusan Tuhan yang sudah tentu mengatasi semua
pengalaman tersebut.
Tahun 1500-500 SM
di Yunani Mesir, Mesopotamia Purba,
lahirlah berbagai agama. Agama Brahma menyuruh pengikutnya menyembah Dewa
Tunggal, Agama
Budha (400-750
M) menyembah Naga dan Raksasa, Agama
Hindu di India(1500)
SM menyembah banyak Dewa. Di Tiongkok (551-479
SM) lahir pula agama
Khonghucu dikembangkan
oleh Confusius. Pada tahun 560
SM, berkembang pula agamaBudha di
Kapilawastu, oleh Budha Guatama. Sekitar tahun 660-583 SM, lahir agama Majusi dibawa
oleh Zarathustraketurunan Iran suku
Spitama. Selanjutnya di Jepang pada
abat ke-6, muncul agama
Shinto. Pada tahun 1570-1450 SM
muncul agama Yahudi ditanah Arab wilayah Palestina, Mesir.
Kurang lebih 21 abat yang lalu lahirlah agama Nasrani.
Nama ini berasal dari kota Nazareth, yaitu kota kecil yang terletak kaki sebuah
bukit. Agama ini dinamakan juga dinamakan agama Kristen (Chistten)
yaitu diambil dari nama Nabinya Jesus Kristus, gelar kehormatan keagamaan buat
Juses dari Nazareth pembawa agama ini. Kristus adalah bahasa Yunani. Rasul yang
membawa agama Kristen ini adalah Isa
Almasih atau
Jesus Kristus. Pada abad ke 6 M, lahirlah agama
Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Agama ini mengajarkan agar penganutnya
menyembah Allah SWT. Kitab Pegangannya
adalah Al-Quran dan Hadist Rasulullah.
Menurut
Zakiah Darajat ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama
meliputi kajian mengenai: Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran
yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega,
dan tentram sehabis sembahyang, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa
atau membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah
berzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang
bersangkutan, Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual
terhadap tuhannya, misalnya rasa tentram dan kelegaan batin, Mempelajari,
meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati
(akhirat) pada tiap-tiap orang, Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan
orang terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan, Meneliti dan
mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci
kelegaan batinnya.
Metode
yang digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi agama adalah metode
ilmiah, yakni mempelajari fakta-fakta yang berada dalam lingkungannya, dengan
cara yang obyektif.
Pada dasarnya psikologi agama tidak
membahas tentang iman dan kufur, surga dan neraka, serta hari kiamat dan
sebagainya, juga tidak membahas mengenai definisi dan makna agama secara umum.
Namun psikologi agama secara khusus mengkaji tentang proses kejiwaan seseorang
terhadap tingkah laku dalam kehidupannya sehari-hari. Untuk itu dalam psikologi
agama dikenal adanya istilah kesadaran agama (religious consciousness) dan
pengalaman agama (religious experience).
Menurut Zakiah Darajat kesadaran agama itu adalah bagian atau hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau disebut juga dengan aspek mental dan aktivitas agama. Sedangkan yang dimaksud pengalaman agama adalah unsur perasaan dan kesadaran agama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakannya.
Menurut Zakiah Darajat kesadaran agama itu adalah bagian atau hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau disebut juga dengan aspek mental dan aktivitas agama. Sedangkan yang dimaksud pengalaman agama adalah unsur perasaan dan kesadaran agama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakannya.
[1]Sururin, Ilmu
Jiwa Agama (Bandung: Grafido Persada, 2004), 2
[2]
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama
(Bandung : Pustaka Setia, 2008), 11
[3]
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta :
kalam mulia, 2011), 5
[4]
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama
sebuah Pengantar (Jakarta : Mizan, 2004),
50
[5]
Ibid, 51
[6]
Ibid, 52
[7] A.
Aziz Ahyadi, Psikologi Agama (Bandung : Mariana, 2010), 17
[8]
Abidin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada, 1998), 13
[9]
Jalaludin, Psikologi Agama (Jakarta :
Grafindo Persada, 2001), 13
Sangat bermanfaat
BalasHapusMy Blog